Nama adalah do'a, aku berharap dia bisa menemani perjalanan dirimu, meskipun aku tak lagi bersamamu.
_Arden Alzabi Habibie_Seyara17
*
*
*
*Selamat menikmati
Diam dan Bacalah menggunakan hati.......Seusai mengambil air wudhu, aku dan mas Habi pun melaksanakan ibadah shalat magrib. Setelah selesai berdzikir dan berdoa kepada sang pencipta, mas Habi membalikkan dirinya menghadap ke arahku seraya memandangiku yang membuatku tersipu akan tindakanya.
Sajadah pun menjadi saksi betapa manisnya senyuman dari mas Habi, setelah selesai memandangiku mas Habi kembali berucap, yang membuatku tertegun mendengar perkataan darinya.
"Aku mencintaimu Alaca Karanlik, lebih dari diriku sendiri akan tetapi tak melebihi rasa cintaku pada Rabb ku."
Hari demi hari aku lalu dengan rasa suka cita menyambut kelahirannya. Hingga tak terasa sudah memasuki waktu ke sembilan bulan, dari perhitungan hpl aku akan menyambut buah hati pertama ku kurang dari waktu satu Minggu lagi. Entah mengapa perasaan resah dan gelisah kerap menghampiri, apakah aku bisa menepati janjiku pada mas Habi? Sa'at ini, aku sedang menikmati suasana setelah shalat magrib, ternyata menyenangkan juga pikirku. Dengan di temani bunda Naiima, yang terus menerus mengusap lengan ku yang berada di dekapannya. Usapan yang terasa menyenangkan, aku teringat dengan bunda yang tak bisa menemaniku. Bunda lebih memilih untuk menemani seorang anak yang di angkatnya, apakah bunda benar-benar tidak bisa meluangkan waktunya untukku sebentar saja.
"Nduk, mas mu kapan pulangnya, biasa pulang larut malam ya." Tanya bunda Naiima padaku, memang akhir-akhir ini mas Habi selalu pulang larut malam, entah apa yang menyebabkan dia kembali pulang malam seperti dahulu.
Rasa sakit yang menghampiri seiring berjalannya waktu seakan-akan menusuk tulang-tulang ku. Aku pun masih merapalkan dzikir seiring dengan rasa sakit yang mendera
"Bunda" panggilku seraya menahan rasa sakit. Bunda yang mengerti apa yang aku alami pun dengan tenang memanggil ayah untuk mempersiapkan semuanya.
Jalanan malam hari ini, aku mengucapkan syukur dan berterimakasih pada Rabb ku. Sebab jalanan yang aku lewati terlihat lenggang, sehingga memudahkan mobil yang kami kendarai berjalan dengan lancar.
Dalam perjalanan aku pun menghubungi mas Habi untuk memberi tahunya bahwa malam ini dirinya tak perlu untuk pulang ke rumah, setelah memberikan kabar padanya. Aku pun kembali memfokuskan diriku, untuk tetap tenang meskipun seiring berjalannya waktu rasa sakit benar-benar menghampiriku, seakan mencabik-cabik di setiap bagian tubuhku.
Sesampainya di rumah sakit bunda menghampiri perawat dan menjelaskan kondisiku, serangkaian prosedur aku ikuti. Berjam-jam lamanya seakan berperang dengan kematian, entah siapa yang akan menjadi pemenangnya bukankah sudah ada perjuangan. Hanya saja aku teringat kembali dengan janjiku pada mas Habi, melihat raut wajah cemasnya membuatku semakin menguatkan diriku untuk tetap bertahan sesuai janjiku pada mas Habi. Tepat setelah adzan subuh berkumandang, dalam perjuangan tidak ada hasil yang mengkhianati. Wajah tampan seperti mas Habi telah aku lihat, suara tangisnya mendapatkan sambutan gembira bagi kami semua yang menanti kelahiran dirinya. Seorang anak laki-laki yang berwajah seperti mas Habi dengan versi ke dua. Semua keluarga dan kerabat hingga beberapa teman yang datang mengunjungi kami, mengucapkan selamat pada kami... Ruangan yang di penuhi dengan canda dan tawa membuatku seakan terhipnotis dibuatnya hingga usapan pada jari jemariku membuatku tersadar dari lamunanku.
"An, mas ucapkan terimakasih untuk menepati janjimu pada mas." Ucapnya seraya menggenggam tanganku dan menciumnya, aku pun hanya melemparkan senyuman padanya. Aku teringat bahwa aku belum mengetahui siapa nama anak kami
"Siapa namanya mas" ujarku pada mas Habi, terlihat raut wajahnya yang sedang berfikir. Bukankah mas Habi sudah menyiapkannya? Lantas apa yang dipikirkannya
"Abi, siapa namanya?" Ujar bunda Naiima yang menghampiri kami
"Ada, setelah satu bulan mas akan mengungkapkan nama lengkapnya. Untuk sekarang panggil saja Iyaz" ucap mas Habi, yang membuatku dan bunda bingung dibuatnya.
****
Sudah satu minggu aku dan mas Habi kembali ke kediaman kami, hadirnya Iyaz diantara kami membuat lengkap keluargaku. Mas Habi yang dengan sabarnya menggantikan diriku, ketika aku benar-benar lelah, dan selalu siaga ketika mendengar suara tangisan dari Iyaz, mas Habi akan menenangkanya. Bukankah benar-benar seorang pasangan yang didambakan kaum perempuan, beruntung sekali aku memiliki dirinya beserta cintanya.
"Mas" panggilku pada mas Habi yang tengah menggendong Iyaz
"Iya sayang" ucapnya padaku, meskipun pandangnya tak lepas dari Iyaz
"Mas," panggilku lagi padanya seraya mengambil alih tempat duduk disampingnya
"Iya, mas mendengarkan. Apa yang ingin kamu katakan pada mas?"
Aku terdiam sejenak, apakah pertanyaan ku ini akan dijawab olehnya lagi? Padahal pertanyaan itu sudah berulang kali aku tanya kan padanya. Sejak satu minggu lalu, sa'at pertama kali aku kembali ke kediaman kami. Tak dipungkiri aku senang sekali sa'at aku denganmu mas bertukar pikiran, pendapat dan sudut pandang, seringkali juga diri ini bertanya padamu mas, pertanyaan yang berulang kali aku tanyakan sejak satu minggu lalu.
"Apakah kamu akan meninggalkan ku mas?"
"Di dunia ini tidak ada yang kekal, tidak ada yang tau kedepannya akan bagaimana. Mengapa kamu senang sekali bertanya tentang sesuatu padahal kamu sudah mengetahui jawabannya."
Ucapnya seraya menatapku dengan tatapan hangatnya dan senyuman manisnya, aku hanya tersenyum mendengar ucapannya. Seraya berkata dalam hatiku'Aku hanya takut untuk kehilangan dan ditinggalkan kembali mas, seperti sa'at kehilangan ayah dulu. Kedatangmu dalam hidupku membuat luka itu kian pulih, hanya saja akhir-akhir ini ketakutanku kian kembali menghantui, aku takut kehilangan dan ditinggalkan kembali.
Semesta, apakah ini sebuah pertanda bahwa aku akan dihadapkan kehilangan untuk kesekian kalinya? Aku belum siap, luka ku sudah kembali pulih tolong jangan biarkan luka baru datang menghampiri.'"Kenapa melamun An, apa yang sedang kamu pikirkan?" Ujarnya membuatku tersadar dari lamunanku
"Entahlah mas, akhir-akhir aku merasakan sesuatu yang menggangu pikiran dan perasaan ku."
"Dengarkan mas An, semua hanyalah ketakutan kamu. Mas masih ada di sini, disampingmu dan akan tetapi berada di sisimu An." Ujarnya kembali, seakan-akan mengerti apa yang aku rasakan.
Melihat interaksi mas Habi dan Iyaz membutku tak henti-hentinya bersyukur karena dianugerahkannya mereka padaku. Menyembuhkan semua duka dan lara yang pernah datang menghampiri diriku. Aku benar-benar sudah menjadi seorang ibu, ibu yang mencintai anaknya dengan sepenuh hati.
****
Hari-hari telah berganti, memasuki awal bulan yang ke tiga sejak kehadiran Iyaz di kehidupanku, setiap hari melihat tumbuh kembang Iyaz bersama mas Habi lebih dari apapun bahkan jika di nilai hal itu tak ternilai harganya.
"Sayang, bunda dan ayah akan datang malam ini, sekitar pukul 21.00 malam. Mas akan pulang sekitar pukul 02.00 pagi, ada beberapa hal yang harus mas kerjakan bersama temanmu" ucapnya membutku terdiam sejenak, seraya tersenyum aku berucap
"Jam 02.00 malam ya mas?" Tanyaku memastikan lagi ucapannya
"Iya, besoknya dan beberapa hari kedepan mas ingin ambil libur. Mas ingin membawa kalian berlibur ke Surabaya, sudah lama sekali kita tidak pulang ke sana" ujarnya membuatku tersenyum seketika, ternyata mas Habi menginginkan waktu luang bersama kami, itulah sebabnya dirinya harus mengorbankan satu hari untuk membahagiakan kami. Aku pun menyetujuinya, tidak apa-apa bukankah bunda dan ayah akan datang mengunjungi ku dan Iyaz, setelah berpamitan aku kembali disibukkan dengan Iyaz, kehadiran Iyaz membuatku merasa tak sendiri sa'at mas Habi pergi untuk bekerja dan pulang larut malam, seperti malam nanti.
AKU MENYUKAI LUKA
Jangan lupa pendapat kalian yang dibebaskan untuk berpendapat di cerita saya ini
KAMU SEDANG MEMBACA
AKU MENYUKAI LUKA
ChickLitSUDAH END Rentetan masalah silih berganti berdatangan, entah itu mampu dihadapi atau berserah diri pada sang ilahi. Ketika sesuatu hal sudah hilang bukankah akan terasa hampa, lalu bagaimana dengan dirinya yang telah kehilangan sang nahkoda hingga k...