Bab 51 𓋼𓍊

30 9 100
                                    

Tibalah mereka di rumah sakit tempat Hansen dirawat, mereka langsung menuju lobby dan menanyakan kamar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tibalah mereka di rumah sakit tempat Hansen dirawat, mereka langsung menuju lobby dan menanyakan kamar. Pelayanan yang cepat membuat Hansen langsung ditangani dan mendapat kamar tanpa harus menunggu dengan waktu lama di instalasi gawat darurat. Zian membimbing jalan, diikuti Lyliu serta Rawa. El Azora adalah nama ruangan yang ditempati oleh Hansen saat ini. Tidak menghabiskan waktu lama, mereka langsung masuk. Mengingat jam hampir menunjukkan pukul sepuluh malam, yang merupakan masa habis jam malam rumah sakit.

Rawa berdiri lemas melihat dengan jelas kekasihnya itu merawat pemuda yang berbaring dengan lembut dan penuh ketelatenan. Gadis itu membantu seorang suster merapikan perban di beberapa luka yang ada di wajah Hansen. Jujur saja, Rawa begitu cemburu. Namun, mengingat semua kejadian tadi, hatinya lebih iba terhadap adik dari kakak angkatnya. Sementara Belva duduk termenung di sofa dekat dengan jendela.

Melihat kedatangan ketiga keluarganya, Belva langsung sergap berdiri menyambut mereka. "Dia sudah baik-baik saja, Kak Zi. Tadi, sempat sadar dan berteriak kesakitan karena lukanya. Akhirnya dia diberikan obat tidur. Kak Zi bisa pulang untuk beristirahat. Biar aku sendiri yang bermalam di sini," ucap Belva menceritakan penggalan kronologi yang baru saja dialami.

Zian mengedipkan mata sejenak dengan tempo pelan. Menandakan dirinya menyetujui saran Belva. "Sebentar lagi." Pria itu beralih melihat ranjang pasian yang sudah dipenuhi oleh Lyliu, Rawa, dan Sana di sekelilingnya. "Mereka masih ingin di sini," lanjut Zian.

"Setelah ini kita pulang, yuk. Kita juga butuh istirahat. Apa lagi Liu. Soal Mochi, gue yakin pasti akan segera ketemu." Sana memulai obrolan dengan memandang Lyliu dan Rawa secara bergantian.

"Iya," balas Rawa singkat membuat Sana dipenuhi tanda tanya.

"Singkat banget jawabnya. Why? Gue ada salah? Kalau iya .., bilang. Biar gue tau, Rawa."

Rawa membuang napasnya kasar. "Gue sedikit cemburu, Lo perhatian banget sama Hansen," jelas pemuda itu lirih agar tidak didengar jelas oleh kedua kakaknya di seberang sana.

"Astaga si Bagong! Gue kira apaan. Cuma bantu suster ngerapin perbannya Hansen doang, lho. Oke, lain kali gue nggak akan kayak gini. Udah jangan ngambek gitu kali, Wa," timpal Sana sembari mencubit lengan kekasihnya.

Mendengar penjelasan gadis tersebut, mengalihkan atensi Zian dan Belva. Lyliu masih diam. Ia lebih memilih untuk tidak ikut campur antara Rawa dengan Sana. Melihat Hansen penuh luka memar di wajahnya, Lyliu merasa banyak berhutang budi terhadap pemuda itu. Begitu banyak pengorbanan Hansen terhadapnya.

Beberapa menit kemudian, tepat pukul sepuluh malam. Zian mengajak para adiknya untuk pulang. Pria itu juga menawarkan untuk mengantarkan kekasih Rawa pulang. Namun, Sana menolak. Ternyata, sopir pribadinya telah menunggu di tempat parkir rumah sakit tersebut. Tanpa membuang waktu lama, mereka berempat meninggalkan kamar El Azora dan meninggalkan Belva sendiri untuk menjaga adiknya.

🎐

Fajar hadir telah menyiapkan segala berita yang akan disampaikan. Mengingat hari ini adalah hari Minggu, Lyliu sedikit lebih bebas dari kesibukannya. Tidak ada pekerjaan sekolah, hanya rutinitas membersihkan rumah saja. Makanan pun sudah siap tersaji di atas meja makan dengan bantuan dari tuan pemilik rumah yang memasak. Sementara Rawa masih memeluk erat gulingnya. Gadis itu masih sedih akibat kehilangan kucing kesayangannya. Untung saja, Zian masih meyakinkan sang kekasih untuk tetap percaya bahwa Mochi akan pulang.

Mao's Journey [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang