"Oi, Kak Belva!" teriak Rawa.
Pria duduk di pojokan rumah makan itu langsung menoleh pada sumber suara yang menurutnya tak asing. Tanpa menyahuti dengan kalimat, Belva langsung menutup laptopnya. Pria tersebut berdiri, lalu berjalan ke arah meja tempat kelima remaja yang sedang menatapnya. Belva mengambil satu kursi kosong dari meja lain. Dibawanya untuk bergabung dalam satu meja yang sama dengan kelima remaja SMA. Laptop sengaja ditinggal dan dibiarkan di meja paling sudut.
"Kak Bel udah pulang dari kampus?" tanya Rawa menyambut kedatangan pria yang masih memposisikan diri untuk duduk.
"Udah, sekalian revisian skripsi," jawab Belva.
Sana memasang wajahnya sinis, seakan banyak pertanyaan yang ingin ia lontarkan pada Belva. "Bohong kali, kayaknya bukan cuma mau mengerjakan revisian skripsi doang."
"Ada yang diincar pasti," sahut Hansen.
"Kak Bel nggak capek jomblo? Udah hampir dua puluh tiga tahun, lho," sambung Rawa.
"Butuh kaca?" sahut Belva diiringi tawa dari lainnya.
Mereka berenam asyik mengobrol. Untuk kali ini, Lyliu tidak lagi merasa sungkan sebab tidak ada Zian di sana. Gadis itu mulai mengikuti Sana yang sesalu dapat mencairkan suasana. Termasuk Hansen yang sebelumnya lebih menutup diri, sekarang dirinya telah tersenyum kembali. Radit yang sebelumnya selalu dianggurkan, sekarang masih tetap dianggurkan oleh mereka karena terkadang Radit memang tidak menyambung dalam obrolan.
Tak terasa hampir dua puluh menit mereka lalui. Beberapa pegawai membawa nampan yang berisi makanan dan minuman. Semerbak harum khas begitu menusuk ke sela-sela hidung. Sore-sore dengan hawa sedikit mendung dan berangin sejuk itu sangat pas untuk menyeruput hidangan berkuah mala. Wayang meletakkan pesanan mereka berlima di meja.
Rawa, Hansen, dan Radit begitu fokus terhadap kuah mala yang begitu merah menggoda. Sementara Lyliu dan Sana lebih fokus memperhatikan seorang pria yang tak dapat melepas pandangannya terhadap salah satu pegawai tersebut. Tidak salah lagi, sejenak Lyliu dan Sana saling tatap untuk menyalurkan pesan mereka berdua. Hanya dua gadis SMA yang menyadari peristiwa itu. Sepasang netra Belva masih tertuju pada Wayang yang berkulit bersih sawo matang.
Setelah Wayang kembali ke dalam, gadis SMA seusia Lyliu tanpa aba-aba berlagak batuk. "Ekhem! Ada yang berkelap-kelip, nih! Iya 'kan, Sata?" Sana seakan memecahkan suasana.
Lyliu yang masih polos dan tidak paham terhadap kode dari Sana, hanya mengangguk saja. Rawa menyipitkan mata, begitu pula dengan Radit. Belva yang merasa tertangkap basah langsung salah tingkah dan memilih untuk diam. Karena Sana dianggap teman paling nyambung bagi Rawa, pemuda tersebut langsung paham apa yang dimaksud oleh gadis rambut panjang itu.
"Kak Bel suka kakak tadi, ya? Siapa namanya?"
"Kak Wayang," jawab Lyliu.
"Guys, bagaimana kalau nanti kita bantu Kak Belva minta nomornya kak Wayang," sela Sana antusias.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mao's Journey [SELESAI]
Roman pour Adolescents[𝙽𝚎𝚠𝚊𝚍𝚞𝚕𝚝 - 𝚁𝚘𝚖𝚊𝚗𝚌𝚎] Andai saja Lyliu patuh pada waktu itu, mungkin ia tidak akan bertemu bahkan tinggal seatap bersama Zian dan Rawa. Terkadang, menjadi gadis bandal adalah opsi yang tepat. Memberikan bentuk energi positif atas kelak...