Koridor depan kelas 11 MIPA 2 sudah dipenuhi siswa-siswi dari kelas sebelah. Bahkan dari lantai bawah pun rela ke atas menuju sumber suara dari pecahan kaca yang terdengar menggelegar. Jendela-jendela di dinding pembatas kelas dan koridor terpampang banyak wajah muda-mudi yang penasaran. Tidak lebih dari sepuluh orang di dalam kelas. Hanya Lyliu, Tivany, Runa, Kaela, Denissa dan satu orang siswi pendiam yang duduk pada kursi paling pojok belakang.
Pintu ruangan tersebut sengaja di tutup oleh Runa agar lainnya tidak mengganggu mereka. Ketiga sahabat Tivany tanpa bertanya dan membuktikan kebenaran, langsung memposisikan Lyliu sebagai tersangka. Bahkan di saat kondisi gadis lugu adik Rawa beserta sahabatnya itu begitu buruk, mereka bertiga masih berlanjut memarahi Lyliu bak ingin menerkam gadis itu.
"Gadis bodoh! Sialan Kau!" Bentak Denissa sembari menarik keras rambut Lyliu.
Lyliu yang masih syok, hanya merintih kesakitan sambil memegangi tangan Denissa. Sedangkan Kaela langsung memeluk erat Tivany yang menangis penuh pencitraan. Lalu Runa masih berdiri di balik pintu untuk menjaga agar tidak ada satupun siswa maupun siswi dapat masuk sebelum guru datang. Rawa dan Radit berlari dari gedung sebrang ke gedung kelas sebelas tersebut tanpa henti, walau keringat seakan telah memandikan tubuh mereka.
Melihat Runa malah seperti penjaga pintu gua, Rawa makin dibuatnya kesal. Otomatis, ketua OSIS itu dibantu dengan Radit dan beberapa siswa lelaki lainnya untuk mendobrak pintu. Satu dua kali engsel pengunci pintu masih belum terbuka. Hingga ketiga barulah Runa tersungkur dan Rawa langsung berlari menuju adiknya. Denissa bergidik ngeri saat tatapan Rawa mulai dekat. Segara salah satu sahabat Tivany langsung melepas cengkramannya pada rambut Lyliu.
"Apa-apaan ini!" tanya Rawa dengan nada bicara penuh emosi.
"Apa? Kau tidak melihat siapa korban dan pelakunya?" Kaela menimpali sembari meregangkan pelukannya dan memperlihatkan Tivany pada pemuda itu.
Denissa tidak bisa menahan emosinya untuk terus memaki Lyliu. "Luka di dahi Tivany karena ulah gadis bodoh ini!"
Rawa mengusap surai milik adiknya bekas tarikan dari Denissa. "Kalau sekolah mulutnya dibawa juga, ya, biar ikut sekolah! Jangan ditinggal atau dijual!" Pemuda itu masih sempat mengeluarkan kalimat sindiran yang mematikan.
Perdebatan mereka tidak akan selesai jika bel pulang tak kunjung terdengar. Namun apa boleh buat, jam pulang telah tepat pada pukulnya. Kerumunan siswa-siswi di koridor telah buyar. Hanya anak kelas 11 MIPA 2 yang masih sibuk menyelesaikan masalah mereka. Sampai pada akhirnya Radit membisikkan sebuah kalimat pada Rawa dan beberapa guru bimbingan konseling datang. Darah dari dahi Tivany langsung ditangani oleh salah satu guru dengan bantuan Runa dan Denissa.
Selepas penanganan pertama usai, Tivany dipersilakan pulang untuk melakukan pengobatan lebih lanjut. Lyliu yang merasa pusing langsung disadari oleh Rawa dari gerak-geriknya. Pemuda itu sempat menghubungi Sana untuk mengantarkan Lyliu pulang guna beristirahat. Sana yang selalu gerak cepat jika soal Lyliu, gadis itu langsung sigap di depan kelas 11 MIPA 2. Guru bimbingan konseling mengizinkan kedua korban untuk pulang, sedangkan para saksi tetap akan diproses lebih lanjut. Termasuk Rawa, Radit, Denissa, Kaela, dan seorang siswi yang duduk di pojokan tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mao's Journey [SELESAI]
Novela Juvenil[𝙽𝚎𝚠𝚊𝚍𝚞𝚕𝚝 - 𝚁𝚘𝚖𝚊𝚗𝚌𝚎] Andai saja Lyliu patuh pada waktu itu, mungkin ia tidak akan bertemu bahkan tinggal seatap bersama Zian dan Rawa. Terkadang, menjadi gadis bandal adalah opsi yang tepat. Memberikan bentuk energi positif atas kelak...