Sekitar pukul setengah empat belas setelah makan siang, mereka berempat menuju ke tugu Pahlawan di Surabaya. Memesan drive car online, Belva duduk di samping kursi kemudi, sedangkan tiga sisanya di belakang. Lyliu berada di tengah antara Zian dan Rawa. Mata sembab sehabis menangis kini tergantikan dengan senyum sumringah atas kekagumannya. Lima tahun tidak mencium aroma kota Surabaya, membuat gadis itu serasa bernostalgia.
Tidak banyak yang dibicarakan mereka di dalam mobil sewaktu di perjalanan. Sebenarnya bukan tak ada topik atau apa, tetapi jarak lumayan dekat hanya kurang lebih sepuluh kilo meter saja, membuat obrolan mereka tidak memiliki waktu yang terbilang panjang. Mereka berempat turun, terlihat tugu putih tinggi yang pertama kali diterka oleh sepasang netra Lyliu. Tanpa alasan memilih tujuannya, walau banyak tempat wisata di Surabaya, Lyliu hanya ingin berkunjung ke museum seperti teman-temannya.
"Kayak Monas," ujar Rawa mengiringi mereka berempat yang berjalan masuk.
"Beda!" timpal Lyliu.
"Iya, beda. Sama-sama putih, sih," sahut pemuda itu kembali.
"Kalau hijau samaan dengan rumput." Belva ikut dalam sesi obrolan yang dibangun oleh Rawa.
Pemuda SMA itu langsung memasang wajah sinisnya. "Apaan 'sih, Kak Bel? Garing bat, kek rengginang."
"Emang tau rengginang itu apa?" tanya Belva kembali.
"Tau, Radit 'tuh, biasanya suka bawa rengginang kalau dia ngerayain hari raya. Katanya dari neneknya di kampung. Masa dia pernah cerita 'tuh, buka kaleng biskuit Khong Guan isinya rengginang."
Belva celingak-celinguk mencari dua sosok manusia yang tadi bersama mereka. "Ngapain malah bahas rengginang. Jadi ditinggal berdua nih kita, kan!"
Sementara Lyliu asyik menikmati rerumputan hijau. Kini giliran Zian yang mengikuti jejak langkah gadis bertubuh kecil di depannya. Karena rasa keinginan untuk segera memasuki dan menjawab rasa penasarannya, Lyliu beserta Zian menuju ke museum Seputih November yang tidak jauh dari Monumen Tugu Pahlawan. Rawa dari kejauhan langsung melihat dua orang dengan jenis kelamin berbeda dan tinggi badan yang berbeda jauh pula. Kalau gini terlihat seperti bapak dan anak, batin Rawa.
Pemuda SMA dan pria dua puluh tiga tahun itu langsung bergegas menyusul Lyliu serta Zian. Ketika mereka berempat telah berkumpul kembali, pandangan Lyliu masih tidak bisa lepas dari kekaguman yang ia rasakan. Ternyata, rasa penasaran membuatnya beralih dari benda satu ke benda lainnya. Kemudian dilihatnya benda-benda tersebut dengan tatapan berbinar. Narasi dan informasi menjadikan bab baru yang akan tersimpan dalam memori otak milik Lyliu.
Zian memang menyukai barang-barang antik dan estetik dengan nilai yang terkandung sangat mahal serta berharga. Namun, saat ini pria itu tidak bisa melengkapi kepuasan batinnya untuk berkelana terhadap barang tersebut. Sebab kehadiran Lyliu lah, membuat tatapan Zian tak terputus dan selalu mengikuti di belakang gadis itu ke manapun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mao's Journey [SELESAI]
Teen Fiction[𝙽𝚎𝚠𝚊𝚍𝚞𝚕𝚝 - 𝚁𝚘𝚖𝚊𝚗𝚌𝚎] Andai saja Lyliu patuh pada waktu itu, mungkin ia tidak akan bertemu bahkan tinggal seatap bersama Zian dan Rawa. Terkadang, menjadi gadis bandal adalah opsi yang tepat. Memberikan bentuk energi positif atas kelak...