Tidak ada percakapan antara mereka berempat di dalam mobil Sana. Hingga pada akhirnya mereka tiba pada tempat tujuan. Sana lebih dulu bergegas ke kamar tempat Zian dirawat karena Rawa tak bisa dihubungi sedari semalam. Sebelumnya gadis itu berpesan pada Hansen dan Radit untuk menjaga Lyliu terlebih dahulu sebelum dirinya kembali. Namanya juga para pemuda, mereka hanya mengangguk saja.
Mereka bertiga duduk di lobi. Lyliu diam. Ia berpikir sejenak untuk melancarkan rencananya. Gelagat gadis itu mulai terlihat aneh. Hal ini disadari oleh Radit yang begitu memperhatikan setiap gerak-gerik Lyliu.
"Kenapa Liu? Ada yang aneh?" tanya Radit.
Lyliu membuang napas sejenak. "Mau ke toilet."
Radit memang belum pernah menjenguk Zian. Namun, Hansen pernah beberapa kali untuk ikut bersama Belva-kakaknya. Sehingga pemuda itu sudah sangat hapal letak ruangan Akar Alang tempat Zian berbaring beberapa hari ini. Ketika mendengar pernyataan gadis itu, Hansen langsung menawarkan diri.
"Mau aku antar?"
Lyliu sejenak celingak-celinguk arah kanan-kiri. "Nggak perlu. Aku tahu 'kok," jawab gadis tersebut meyakinkan kedua pemuda di sebelahnya. Hansen ingat, dulu waktu Zian demam Lyliu yang menemani pria itu di rumah sakit ini.
Kedua pemuda mengangguk. Lyliu langsung bergegas meninggalkan mereka menuju arah toilet. Sudah begitu jauh meninggalkan Hansen dan Radit, Lyliu berjalan sembunyi-sembunyi bak mata-mata. Ia menaiki tangga menuju lantai empat. Beberapa ruangan elite dan khusus telah ia lewati. Ketika tepat di depan pintu ruang Akar Alang, tanpa sengaja pintu terbuka-memunculkan Rawa dari dalam.
Waktu pertama, mereka berdua saling tatap. Mata Rawa membulat tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Sedangkan Lyliu sama. Gadis itu begitu excited melihat wajah kakak angkatnya yang sudah beberapa hari tidak ia saksikan.
"Kau! Kenapa ke sini?" Nada suara Rawa sedikit meninggi.
Lyliu memperpendek jarak, pemuda di depannya bergegas menutup kembali pintu. Spontan gadis itu langsung menghentikan Rawa.
"Rawa, tunggu dulu. Dengarkan aku dulu. Beri aku kesempatan," cegah Lyliu.
Melihat gadis di depannya memohon dengan segala wajah lugu, hati kecil Rawa sedikit tersenggol untuk memberikan ruang dan waktu pada Lyliu. Rawa juga berharap sebuah keajaiban. Barangkali kehadiran gadis tersebut bisa melepaskan Zian dari jeratan mimpi panjangnya yang belum berhenti sampai sekarang.
Rawa membuka pintu ruangan Akar Alang, lalu mempersilakan Lyliu masuk dan melihat keadaan Zian. Mata gadis itu terbelalak lebar. Hatinya sakit. Rasa penyesalan dan bersalah begitu dalam. Lyliu mendekati wajah kekasihnya. Bersih, putih pucat dan masih tampan meski beberapa memar serta perban yang melingkar di dahinya.
Lyliu gemetaran. Cairan bening dari kedua netranya deras membasahi pipi ranumnya. Jemari tangan Lyliu tidak sabar untuk mengusap lembut wajah tampan Zian yang yang masih terjaga pada tidurnya. Rawa di belakang, spontan langsung menarik tangan gadis tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mao's Journey [SELESAI]
Novela Juvenil[𝙽𝚎𝚠𝚊𝚍𝚞𝚕𝚝 - 𝚁𝚘𝚖𝚊𝚗𝚌𝚎] Andai saja Lyliu patuh pada waktu itu, mungkin ia tidak akan bertemu bahkan tinggal seatap bersama Zian dan Rawa. Terkadang, menjadi gadis bandal adalah opsi yang tepat. Memberikan bentuk energi positif atas kelak...