Seusai cukup lama mondar-mandir sambil menelepon Belva, Rawa mengurungkan niatnya untuk memakai seragam sekolah. Berganti menjadi kemeja lengan pendek warna navi polos dengan celana hitam. Pemuda kelas XI SMA itu langsung kembali ke kamar Zian tanpa menyisir rambut atau menggunakan skincare-nya.
Namun, belum lama Rawa bergabung dalam ruangan tersebut, Zian menyuruh adiknya untuk pergi ke ruangan sebelah. Tak lain adalah perpustakaan pribadi milik Zian. Guna mengambil berkas dalam map cokelat kepentingan perusahaan. Lyliu masih di sana menemani tuannya. Meskipun gadis itu mencoba membujuk untuk mengambil air hangat dan kain pengompres, tetapi Zian menolaknya dan menyuruh Lyliu tetap bersamanya.
"Tuan, sarapan dulu, yuk. Biar ada isinya," ajak Lyliu.
"Saya belum lapar," jawab Zian singkat.
"Aku buatkan teh hangat sambil mengambil air hangat."
"Tidak perlu. Saya hanya ingin Anda di sini." Pria itu melepas paksa tangannya yang digenggam Lyliu. Kemudian memalingkan wajahnya pada gadis itu.
Lyliu benar-benar dirundung kebingungan. Ia tidak bisa memaksa tuannya. Begitu pula apa yang harus ia lakukan. Menghadapi Zian berkali-kali lipat lebih sulit dibandingkan Nevo. Mungkin waktu dulu Nevo masih seusia anak-anak. Jadi lebih gampang. Namun, pikir Lyliu harus berusaha semaksimal mungkin. Karena hal ini menyangkut pekerjaannya.
Kesempatan bagus saat tangan gadis tersebut dilepas, Lyliu segera berdiri dan bergegas meninggalkan kamar Zian. Sedikit berlari, ia menuju dapur mengambil panci yang diisi air. Diletakkannya di atas kompor kemudian menyalakan kompor listrik tersebut. Beberapa hari tinggal di rumah itu membuatnya terbiasa akan kecanggihan teknologi di dapur.
Air sudah mendidih, ia menuangkan air di gelas yang sudah berisi teh tanpa gula. Kemudian menyiapkan tempat kecil berisi gula. Lyliu sengaja memisahkan dua komponen tersebut. Mengingat dirinya belum tahu selera Zian terhadap teh manis maupun less sugar. Tak lupa pula gadis tersebut menyiapkan baskom dan kain pengompres. Setelah beres, Lyliu bergegas kembali ke kamar Zian.
Zian berbaring menyamping menghadap dinding kaca yang menembus balkon, sudah tak terhalang gorden. Lyliu sedikit menggeser hidangan sarapan di atas nakas kemudian meletakkan teh. Zian tahu dan tak menghiraukan kedatangan gadis tersebut. Pria itu tetap tidak berkutik untuk menoleh maupun mengubah posisinya. Lyliu memeras kain pengompres yang sudah dicelupkan ke air hangat.
"Maaf, izin meletakkan kain pengompresnya."
Entah mengapa seketika Zian yang tadi terlihat mendiamkan Lyliu, sekarang langsung mengganti posisinya berbaring menghadap langit-langit kamar. Lyliu tersenyum saat Zian mulai nurut dan mulai lebih gampang. Gadis itu segera menyingkap rambut tuannya yang tipis-tipis menutupi dahi. Meski baru bangun tidur dan belum cuci muka ataupun mandi, Zian terlihat bersih dan tampan.
Rawa berjalan membawa map cokelat. Mengapa ia sedikit lama, karena sekalian membukakan pintu untuk Belva yang sudah hadir. Kaki Rawa belum melewati batas garis di pintu, melihat kakaknya luluh saat Lyliu meletakkan kain pengompres di dahi Zian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mao's Journey [SELESAI]
Novela Juvenil[𝙽𝚎𝚠𝚊𝚍𝚞𝚕𝚝 - 𝚁𝚘𝚖𝚊𝚗𝚌𝚎] Andai saja Lyliu patuh pada waktu itu, mungkin ia tidak akan bertemu bahkan tinggal seatap bersama Zian dan Rawa. Terkadang, menjadi gadis bandal adalah opsi yang tepat. Memberikan bentuk energi positif atas kelak...