Bab 29 𓋼𓍊

43 11 63
                                    

Zian masih memejamkan matanya rapat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Zian masih memejamkan matanya rapat. Kondisinya mulai membaik, meski terlihat lemah. Nai Nai berdiri tepat di samping ranjang di depan nakas kecil. Tangan kiri wanita tersebut mengusap pelan kepala bagian atas. Menyingkap beberapa helai poni pada dahi putranya. Sebagai seorang ibu pastinya tidak akan sanggup membendung isaknya, melihat sang buah hati berbaris lemas.

"Tante, percaya pada Mazira. Zian pasti sembuh, kok," ucap Mazira seraya menggenggam tangan kanan Nai Nai dan mengelusnya pelan.

"Apakah anak Tante sudah nggak sayang lagi sama Tante? Mengapa mereka berubah seperti ini? Lebih tertutup dan seakan tak membutuhkan Tante lagi sebagai Mama mereka."

"Ini bukan salah Tante. Zian dan Rawa jadi tertutup dan mandiri karena tidak ingin merepotkan Tante." Mazira berbicara lembut untuk meyakinkan hati Nai Nai.

"Ini salah gadis pembantu itu! Sebelumnya, Zian memang jarang ngasih kabar ke Tante. Tapi semenjak ada gadis itu, Zian lebih hilang kabar dan tak menjaga kesehatannya sendiri." Nai Nai mengepalkan tangannya yang sedari tadi mengusap lembut kepala Zian.

Dasar Lyliu! Hilang aja Kau dari dunia ini! Merepotkan, numpang hidup, bikin orang jadi sakit! Gadis kuman sepertimu nggak pantas berasa di dekat Zian. Batin Mazira.

Belva berjalan memasuki ruangan sambil memasukkan ponselnya dalam saku celana. Terlihat sedikit tergesa-gesa karena jadwal ia pergi ke kantor atas urusan Zian terpotong saat perdebatan antara Rawa dan mamanya. Untung saja, Rawa bukan tipikal pemuda yang suka beradu mulut. Belva menganggap Rawa lebih dewasa dibandingkan Hansen--adiknya sendiri.

Baru saja menyahut tas kantor di sofa dekat pintu, sorot tajam dari kedua mata Nai Nai tertuju pada Belva. Kaki tangan serta adik angkat Zian tersebut langsung membungkukkan sedikit badannya. Guna memberikan salam dan berpamitan pada Nai Nai. Sedangkan, wanita paruh baya itu tidak perespon sedikitpun. Mazira yang seumuran belva tidak merasa canggung atau sungkan. Justru Mazira merasa sebagai atasan yang harus dihormati.

Belva tidak membuang waktunya hanya untuk menunggu respon Nai Nai. Ia berbalik arah kemudian tangan kirinya menyahut ganggang pintu. Ditarik untuk menutup ruangan tersebut. Sebenarnya hati Belva was-was karena meninggalkan Zian. Namun, ini juga demi kelancaran pada keseimbangan hidup pria itu. Masih ada Rawa dan Lyliu yang ia pasrahkan. Belva percaya, mereka berdua bukan remaja kekanak-kanakan lagi.

Belum menyelesaikan misinya untuk menutup pintu secara rapat, seorang pria tengah berdiri di hadapan Belva. Adik angkat Zian itu sedikit terkejut, tetapi tidak seberapa. Sebab, pria tersebut adalah seseorang yang ia hubungi dalam ponsel. Belva mengurungkan menarik pintu, langsung mendorongnya kembali agar ruangan terbuka. Nai Nai dan Mazira tertohok.

"Mas? Ka-Kamu ke sini juga?" Nai Nai melepas tangannya yang digenggam Mazira lalu berjalan menemui seorang pria itu.

"Kita serumah, lho, Sayang. Kamu nggak ngasih tahu aku bahwa Zian sedang sakit. Kamu main rahasia-rahasiaan, ya, sama aku? Untung ada Belva."

Mao's Journey [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang