Bab 57 𓋼𓍊 Terakhir

24 7 60
                                    

Beberapa detik, Zian maupun Bian saling tatap

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Beberapa detik, Zian maupun Bian saling tatap. Bahkan Lyliu yang berada di antara mereka juga ikut terdiam. Namun, hal ini langsung disudahi oleh Bian. Pria itu mengajak Zian dan Lyliu menuju sebuah gazebo yang tak jauh dari posisi mereka. Entah mengapa Zian merasa Bian berbeda dari dua tahun lalu saat bertemu dengannya. Bahkan, yang menjadi pertanyaan, bagaimana Lyliu bisa bersama Bian?

Gazebo yang terbuat dari kayu bambu dengan ukuran tiga kali dua meter berdiri kuat di antara luasnya perkebunan buah stroberi. Bian, telah membimbing jalannya Lyliu dan diikuti Zian di belakangnya. Melihat ketiga orang semakin dekat dengan gazebo, Rawa dan Belva bergerak cepat mengikuti mereka. Ketika Bian mempersilakan adiknya dan Lyliu duduk, pandangan pria itu juga tidak luput dari Rawa dan Belva yang berlari menuju mereka.

Mata Rawa membulat sempurna. Ia tidak menyangka dengan apa yang sedang dilihatnya. Belum bergabung duduk dengan mereka berempat, Rawa sempat ingin melontarkan kata-kata kasarnya untuk memaki Bian. Sekarang dirinya itu tidak takut lagi, karena Rawa sudah merasa menjadi bagian orang dewasa. Satu kata belum terselesaikan, Bian langsung menghentikan dengan candaan.

"Eh, tenang dulu. Kakak berbeda dari yang waktu itu. Duduklah, Rawa."

Sejenak Rawa memandangi Zian dan Belva secara bergantian. Tidak ada komentar apa-apa, pemuda itu sudah mendapatkan jawabannya. Anggukan dari ketua kakaknya itu membuat Rawa sedikit bisa mengendalikan emosi dan sedikit tenang.

"Maafkan aku yang dulu, Zian, Rawa," ucap Bian sembari menoleh pada kedua adiknya. "Juga adikmu yang bernama Hansen, Belva," lanjutnya.

Semuanya terdiam, tidak ada kata-kata menyangkal. Bian membuang napas sejenak. "Ini semua salahku. Seharusnya juga aku tidak berpikir macam-macam pada kalian. Bian yang dua tahun lalu telah mati. Ini adalah Bian yang waktu kecil sebelum mama dan papa memisahkan kita. Aku mengetahui nama Hansen dan Belva dari Liu. Pertemuan kami mengubahku menjadi lebih baik dari sebelumnya."

Mendengar kalimat akhir dari sang kakak, Zian langsung memberikan sorot tajam pada Bian. Hatinya tidak tenang, apa yang terjadi antara Bian dan Lyliu selama dua tahun ini? Apakah ada hubungan spesial yang terjadi antara keduanya? Pikiran itu terus menghantui Zian. Kalau memang benar iya, tidak ada lagi harapan bagi Zian untuk terus hidup. Pria itu mengepalkan tangannya. Lyliu yang menyadari langsung menggenggam kepalan tersebut dengan kedua tangannya.

"Tenang Zian, jangan pukul kakak." Bian tersenyum. "Dengarkan dulu cerita kakak, ya." Bian menarik napas panjang sebelum ia mulai menceritakan kejadian waktu itu.

Sore dengan terik matahari yang masih menyengat, Bian terduduk lemas di dekat rumah kosong. Perut yang begitu kurus, bau alkohol yang semerbak memenuhi mulutnya. Ada beberapa memar di wajahnya, padahal beberapa luka baru saja sembuh. Kali ini, Bian sudah kalah telak. Kontrakan rumah yang menunggak akibat tidak bisa ia bayar. Mobil yang merupakan satu-satunya harta yang dimiliki telah terjual akibat kekalahan judi yang ia alami.

Mao's Journey [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang