Bab 23 𓋼𓍊

64 15 67
                                    

Rawa kembali ke ruang untuk pengambilan nilai praktikum kimianya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rawa kembali ke ruang untuk pengambilan nilai praktikum kimianya. Fokusnya sudah buyar. Terlihat Tivany mengobrol dengan temannya langsung menyudahi saat melihat Rawa dan segera menemui pemuda itu. Namun, Rawa tak menghiraukan ocehan Tivany. Ia begitu panik saat adik angkatnya malah berboncengan dengan siswa lain.

Bukannya kembali mengingat apa yang telah dipelajari, Rawa justru membereskan barang-barangnya di meja praktikum. Memasukkan semua ke dalam tas dan mengembalikan beberapa alat praktikum ke dalam rak kaca. Beberapa siswa kelas XI MIPA 2 yang ada di dalam ruangan itu saling diam memandangi Rawa. Beberapa dari mereka masih sempat menanyakan kejanggalan itu. Seperti halnya Radit, yang baru datang dari ruang guru.

"Raw, tunggu! Ada apa, Bro? Tiba-tiba diberesin?" tanya Radit.

"Gue akan ambil jadwal di lain hari," jawab Rawa singkat tanpa melihat temannya itu.

"Raw, bapak mata pelajaran kimia sedikit terlambat, kita disuruh menunggu beberapa menit. Apa kau kesal karena ini?" Radit mencoba menghentikan Rawa yang berada di ujung pintu ruangan.

"No. Ada yang lebih urgent, Bro."

"Lalu, bagaimana dengan agenda rapat OSIS?" cetus Radit yang mana juga merupakan anggota OSIS.

"Kita pindah jadwal besok. Tolong kabari mereka."

Setelah mendengar kalimat ketua OSIS tersebut, Radit tidak bisa menahan temannya terlalu lama. Berhubung mereka berdua lumayan dekat bahkan sering bertemu juga, Radit memutuskan menanyakan hal penting itu nanti. Dengan rasa setia kawannya, Radit menawarkan diri akan mempermudah urusan Rawa untuk ganti jadwal praktikum di lain hari. Karena sebenarnya, guru mata pelajaran kimia sedikit sulit bernegosiasi dengan murid.

Tanpa berlama lagi, Rawa meninggalkan ruangan dan langsung menuju tangga. Turun dengan tergesa-gesa, tetapi ia tetap berhati-hati. Melihat di depan gerbang sekolah bus sudah terparkir di halte dan menunggu beberapa murid naik, Rawa bergegas menuju ke sana. Udara terasa sejuk. Suasana semakin mendung. Sampai di tengah lapangan, kaki Rawa terhenti seketika.

"Ah, lupa. Mao membawa kartu pelajarku," desis pemuda itu sedikit kesal.

Mengeluarkan ponselnya di saku celana lalu segera membuka sebuah aplikasi kendaraan online yang sudah dilengkapi driver-nya. Meskipun jarak rumah dan sekolah sedikit jauh sehingga membuat tarif lebih mahal, Rawa tetap memesannya. Karena itu tidak penting, yang pasti dirinya bisa sampai dengan cepat. Sambil menunggu pesanannya datang, Rawa beberapa kali menghubungi kakaknya. Tidak hanya Zian, Belva juga ikut terlibat dalam kepanikannya.

Tidak ada tanda-tanda Zian akan mengangkat panggilan dari adiknya. Belva pun sama. Ponselnya berdering di atas meja kantor, sedangkan empunya tidak terlihat di sekitar sana. Kedua pria tersebut sama sekali tidak ada yang menjawab. Rawa dibuatnya semakin kesal. Berkali kali pemuda SMA tahun ke dua menggerutu tak karuan. Tiba sebuah mobil putih menepi jalan di sebelah Rawa. Tak salah lagi, orderannya sudah datang.

Mao's Journey [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang