Mia gugup menceritakan semua yang dilihatnya secara jujur. Bukan karena membela satu pihak, melainkan ia tidak ingin terlibat masalah mereka lebih lanjut. Dirinya begitu takut. Semuanya diam tanpa gerak. Hanya Rawa yang sejenak tersenyum menakutkan. Pemuda itu sebenarnya terkejut atas kelakuan pembalasan yang dilakukan adik angkatnya. Namun, dengan begitu Lyliu menjadi semakin berani agar meminimalisir terjadinya pembulian.
"Impas," ucap Rawa mengawali membuat semua orang yang ada di situ beralih melihatnya.
"Enak aja! Di sini, Tivany yang dirugikan!" bentak Denissa tak terima.
Rawa berjalan mendekat ke Denissa. "Dia melakukan aksi konyolnya terlebih dahulu, lalu Mao membalasnya. Sebenarnya kita semua tahu dan tidak hanya menyalahkan adikku."
"Gadis itu hanya ponselnya yang rusak. Sedangkan Tivany, dia mengalami cidera yang bisa meninggalkan bekas luka! Pengobatan Tivany lebih mahal dari ponselnya!" Denissa tetap teguh tak mau kalah berdebat.
"Den, sudah." Kaela mendekati dan menarik pelan lengan baju temannya itu.
"Kau pikir harga ponselnya murah? Kau pikir mental dia selama ini gratisan? Pikir pakai otak!" Rawa sudah terpancing emosi sehingga ia tidak bisa mengendalikan amarahnya.
Radit menepuk pundak kiri ketua OSIS tersebut. "Raw, sudah, gih. Jangan kek cewek juga."
Karena kedua belah pihak sama-sama terbakar emosi, kelima guru bimbingan konseling mengakhiri mereka. Takutnya akan lebih tersulut api. Sebenarnya tujuan kelima guru itu menyaksikan sebuah perdebatan dengan kepala dingin. Namun, mereka malah tidak bisa mengendalikan diri masing-masing. Bagaimanapun Lyliu tetap dinyatakan bersalah juga atas perusakan fasilitas sekolah dan mencelakakan tanpa sengaja.
Rawa sempat ingin memprotes, karena Lyliu tidak mendapatkan ganti rugi dari Tivany untuk ponsel yang hancur. Sedangkan Tivany, akan mendapatkan biaya pengobatan dari pihak Lyliu meskipun keluarga gadis tersebut mampu. Lyliu juga harus membayar renovasi jendela dan penggantian yang baru. Rawa marah bukan karena tidak mampu membayar semua denda, melainkan ia merasa kelima guru bimbingan konseling tersebut berlaku tidak adil.
Rawa berjalan kembali ke ruang OSIS dengan raut wajah kesal. Radit pun sama halnya, ia merasa bahwa pembelaan temannya pada adiknya itu hanyalah sia-sia. Mereka berdua berniat melanjutkan pembahasan rapat OSIS-nya, tetapi perasaan badmood lebih dahulu hadir. Radit beberapa kali menepuk bahu Rawa agar temannya itu lebih tenang.
Sisi lain, Lyliu yang dibonceng Hansen hanya diam tanpa kata. Sepelan apapun adik Belva mengemudi, ia tak mendengar gadis yang diboncengnya bersuara. Bahkan napasnya saja ibarat berbunyi sepuluh menit sekali. Poni rambut Lyliu sering kali menutupi matanya akibat terkena angin. Namun, ia hanya diam tanpa menyingkirkan yang menghalangi pandangannya. Gadis itu masih terbawa peristiwa tadi. Dirinya begitu takut menjelaskan pada Zian di rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mao's Journey [SELESAI]
Novela Juvenil[𝙽𝚎𝚠𝚊𝚍𝚞𝚕𝚝 - 𝚁𝚘𝚖𝚊𝚗𝚌𝚎] Andai saja Lyliu patuh pada waktu itu, mungkin ia tidak akan bertemu bahkan tinggal seatap bersama Zian dan Rawa. Terkadang, menjadi gadis bandal adalah opsi yang tepat. Memberikan bentuk energi positif atas kelak...