Rawa dan Sana berbicara empat mata di lorong jauh dari kelas XI MIPA 2. Tempat yang begitu sepi membuat mereka berdua lebih tenang untuk membahas sesuatu sekiranya agak sedikit rahasia. Entah mengapa mereka memilih di depan deretan kelas IPS. Belum terlalu siang, suasananya amat sunyi dan menenangkan.
Bahkan beberapa kelas di deretan kelas IPS belum ada satupun siswa yang sudah bersemayam di kursi. Sana bersandar di dinding. Tangannya dilipat ke depan. Rawa beberapa kali toleh kanan-kiri, depan-balakang hanya memastikan tidak ada orang yang akan menguping pembicaraan mereka.
"Jadi apa? Mana nih, katanya yang kemarin kangen gue?" Sana memulai obrolan.
"San, Kak Zi mulai mengasingkan Mao," jawab Rawa membuat Sana sedikit sulit mencerna kalimatnya.
"Hah, maksud Lo? Dia mulai nggak sayang?"
"Aih, Kau ini. Bukan begitu, lebih tepatnya Mao akan disewakan rumah. Karena kemarin Mama datang dan menolak mentah-mentah keberadaan Mao. Dengan ini aku meminta bantuanmu untuk membujuk Kak Zi."
"Apa hubungannya dengan gue? Apakah Kak Zi mau aku bujuk begitu saja?" Sana menggaruk kepalanya meski tak gatal. Lalu merapikan rambutnya yang sedikit berantakan dari garukannya.
Rawa menunduk dan menatap ubin-ubin. Kemudian kembali memandang temannya itu dengan wajah pasrah. "San, apapun yang berhubungan dengan keluarga almarhum Kak Luvy, Kak Zi pasti menurutinya. Kau adalah sepupu Kak Luvy."
Mereka berdua saling menatap. Diam sejenak merasakan semilir angin pagi yang menyejukkan. Sana memalingkan pandangannya ke bawah. Menatap ubin-ubin dengan memutar otak berpikir keras. Beberapa kali gadis itu mengembuskan napasnya sedikit kasar. Bagaimanapun juga permintaan Rawa saat ini harus ia turuti. Dirinya juga sudah menganggap Lyliu tidak hanya sekadar teman.
Rawa yang sedikit lebih tinggi dari Sana terus menatap gadis di depannya. Sepersekian detik tidak ada jawaban, wajah Rawa mulai panik. Takut jikalau temannya itu tak sanggup membantunya. Sana kembali memusatkan pandangannya ke Rawa. Tanpa mereka sadari, seorang anak lelaki dari kelas XI IPS 3 sudah berdiri dari tadi di balik dinding tempat Rawa dan Sana mengobrol. Otomatis anak tersebut mendengar penggalan pembicaraan antara mereka berdua.
"Nanti malam gue coba ngomong ke Kak Zi."
"Yaelah, San. Aku nanti ada praktikum dan kumpul OSIS. Niatku, memintamu untuk menemani Mao pulang." Rawa menghela napas kesal.
"Nggak bisa, Wa. Gue juga ada jadwal foto untuk majalah sekolah," tukas Sana.
"Diubah jadwal, bisa? Nanti aku yang ngatur." Rawa mencoba membujuk temannya.
"Enak aja! Mentang-mentang ketua OSIS. Jangan egois gitu 'deh, Wa."
Sana telanjur diselimuti kekesalan. Seketika ia menyudahi pembicaraan dan langsung pergi kembali ke kelasnya. Untung saja, Sana bukanlah seseorang yang ingkar janji. Dirinya tetap menyetujui akan membantu membujuk Zian soal Lyliu. Karena banyak anak dari kelas IPS sudah berdatangan, Rawa pun memutuskan kembali ke kelas. Sisi lain pemuda yang menguping semua obrolan ketua OSIS dan cewek popular di sekolah, juga kembali duduk pada kursi tempatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mao's Journey [SELESAI]
Novela Juvenil[𝙽𝚎𝚠𝚊𝚍𝚞𝚕𝚝 - 𝚁𝚘𝚖𝚊𝚗𝚌𝚎] Andai saja Lyliu patuh pada waktu itu, mungkin ia tidak akan bertemu bahkan tinggal seatap bersama Zian dan Rawa. Terkadang, menjadi gadis bandal adalah opsi yang tepat. Memberikan bentuk energi positif atas kelak...