Malam ini Keirlan pulang sendiri karena Kimberly sudah pulang ke rumah sore hari tadi, sementara ia baru pulang saat jam menunjukkan pukul sepuluh malam.
Hari ini jalan raya tidak begitu ramai, mungkin karena hari sudah malam dan orang-orang sudah beristirahat di rumah mereka.
Saat Keirlan hendak mengambil ponselnya yang tiba-tiba jatuh, dirinya dikejutkan oleh seorang wanita paruh baya yang tiba-tiba saja menyebrang jalan bersama seorang anak kecil.
Keirlan menginjak rem mobilnya dengan cepat, sayangnya ia terlambat. Mobil yang ia kendarai berhasil menghantam wanita dan anak kecil itu.
"Shit!" maki Keirlan.
Laki-laki itu bergegas keluar dari mobilnya untuk mengecek kondisi keduanya, nafasnya tercekat saat mendapati wanita itu tergeletak di aspal dengan bersimbah darah bersama anak kecil yang ada di pelukannya.
Keirlan mengedarkan pandangannya ke sekitar dan tidak menemukan satu kendaraan pun yang lewat, akhirnya ia mengangkat wanita itu dan membawanya ke dalam mobilnya, begitu juga dengan anak kecil tadi.
Ia melajukan mobilnya menuju rumah sakit dengan kecepatan penuh, sesampainya disana para petugas rumah sakit langsung membawa wanita itu ke dalam dengan menggunakan brankar, sementara Keirlan menggendong anak yang masih tak sadarkan diri.
"Periksa dia juga," titah Keirlan sembari memberikan anak kecil itu pada Dokter Panji, Dokter keluarganya.
Keirlan mengatur nafasnya yang terengah-engah, laki-laki itu duduk di kursi tunggu setelah sedikit merasa tenang.
"Lo ceroboh banget, sih!" maki Keirlan pada dirinya sendiri.
Ia menyandarkan punggungnya pada dinding rumah sakit, lalu memejamkan matanya. Saat pandangan matanya gelap, bayangan wanita dan anak kecil yang bersimbah darah tadi terbayang-bayang di benaknya.
Keirlan sontak membuka matanya, laki-laki itu menatap keduanya tangannya yang terkena darah, ia mengepalkan keduanya saat tangan itu gemetaran.
Tak lama setelah itu, pintu UGD terbuka yang membuat Keirlan berdiri dan menghampiri Dokter yang menangani wanita tadi.
"Gimana?" tanya Keirlan.
"Pasien kehilangan banyak darahnya dan untuk luka tembaknya terlalu dalam yang diharuskan untuk melakukan operasi untuk mengambil peluru yang bersarang di dalam perutnya," jelas sang Dokter.
"Dia ketabrak mobil bukan ditembak," ujar Keirlan dengan wajah bingung namun juga protes.
"Terdapat luka tembak di perutnya," balas Dokter itu yang membuat Keirlan mengacak-acak rambutnya kasar.
"Lakuin sekarang!" perintahnya.
"Kami akan berusaha semaksimal mungkin," ujar Dokter itu sebelum kembali ke dalam ruangan itu.
Tak lama kemudian, brankar yang membawa wanita paruh baya itu keluar bersama para perawat dan di bawa ke ruang operasi.
Keirlan berteriak marah, ia terus menyalahkan dirinya sendiri karena telah melakukan hal ceroboh. Kalau sampai wanita paruh baya itu kenapa-napa atau bahkan tidak selamat, Keirlan tidak tahu harus bertindak bagaimana saat di depan anak yang bersama wanita paruh baya itu.
Perasaannya tercampur aduk antara marah pada dirinya sendiri, cemas dan takut jika korbannya kehilangan nyawa karenanya.
Keirlan kembali duduk di kursi tunggu, ia mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi Kimberly yang mungkin tengah menunggu kabarnya karena tak kunjung pulang ke rumah.
Melihat banyaknya notifikasi yang masuk ke ponselnya membuat perasaan bersalah muncul di hatinya, Ia segera menghubungi Kimberly.
"Kamu dimana, Baby?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Giant Baby S2 [COMPLETED]
RandomDi season kedua ini berisi cerita tentang Keirlan dan Kimberly setelah lulus sekolah, dan mungkin konflik ceritanya akan sedikit lebih berat dari season satu. So, happy reading guys!