Bab 01.

199K 7.9K 271
                                    

Dapet cerita ini dari tagar apa?


(Bengkulu, 08-11-23)

Lagi-lagi air mata mengalir, membasahi wajah pucat milik seorang gadis. Matanya yang sudah tidak lagi memiliki binar kebahagiaan itu hanya memandang jauh ke langit sana. Bibir dan hidungnya tak henti-henti menghela napas lelah karena keadaannya yang tidak pernah berubah sedari dulu.

Gadis dengan nama lengkap Diana Anggita Dwitama itu menunduk dan menatap dalam figura yang ia peluk. Terdapat sebuah foto di dalam figura itu, foto keluarga yang terlihat hangat dan manis. Di mana ibu dan ayah mengapit ketiga anak mereka.

Pada foto itu juga terlihat gadis cilik yang tak lain adalah Diana, sedang tersenyum manis ke arah kamera. Tak terasa air mata Diana kembali mengalir deras ketika mengingat indahnya kehidupan yang ia jalani sebelum penyakit miliknya bertambah buruk.

Setelah dua tahun yang lalu penyakit jantung kronis yang ia idap semakin parah, Diana harus rela untuk terus dirawat di rumah sakit tanpa adanya kepastian kapan kesembuhan akan menghampiri, bahkan untuk berjalan saja dia sudah tidak sanggup. Belum lagi belakangan ini keluarga yang selalu ia harapkan dan andalkan semakin tidak peduli dengan dirinya, membuat hati gadis itu semakin dirundung nestapa.

Rasanya, semangat dan gairah hidup yang ia miliki telah sirna digantikan dengan rasa keputusasaan. Tidak ada lagi kasih sayang dari keluarga yang menjadi alasannya untuk bertahan selama ini. Tidak ada lagi tubuh sehat yang selalu ia banggakan. Semua sirna.

Netra itu bergulir menatap nakas sebelah kiri, di sana terdapat beberapa novel dan buku catatan yang selama ini selalu menemaninya. Selanjutnya Diana melirik nakas sebelah kanan. Dapat ia lihat semangkuk bubur dan segelas air putih, tak lupa pula sebotol kecil obat.

Fokusnya hanya tertuju pada botol obat itu. Pikirannya berkecamuk, memutuskan apa yang akan ia lakukan selanjutnya. Sekilas ia melirik sekeliling ruangan untuk mencari benda tajam yang dapat ia gunakan.

Namun nihil, tidak ada satu pun benda tajam yang tersisa karena sudah dipindahkan oleh suster-suster di sini setelah Diana ketahuan sedang melakukan percobaan bunuh diri. Akhirnya, Diana lebih memilih mengambil sebotol obat itu.

Senyum kecil terbit di bibirnya. "Maafkan aku," gumam Diana

Gadis itu membuka botol obat kemudian meminumnya secara acak, bahkan ia meminum lebih dari 5 butir obat dalam sekali teguk. Setelahnya, gadis itu meraih segelas air dan meminumnya rakus.

Diana menghela napas lega setelah semua obat yang baru ia minum masuk ke dalam lambungnya. Untuk sekarang, Diana belum merasakan reaksi apa-apa mungkin obat yang ia minum belum tercerna sepenuhnya.

Gadis itu lebih memilih merebahkan tubuhnya sembari memeluk erat foto keluarga yang masih ia simpan. Matanya terpejam dengan jantung berdebar, menunggu reaksi dari obat yang ia minum.

Beberapa saat kemudian, benar saja, Diana bergerak gelisah tak kala perutnya terasa mual serata kepala yang pusing. Napas gadis itu mulai tersengal-sengal seiring dengan kesadarannya yang perlahan terenggut. Sedikit demi sedikit, busa keluar dari mulutnya.

Di sisa-sisa kesadarannya, Diana mendengar suara pintu didobrak dengan keras serta beberapa langkah kaki yang bergema cepat dan tergesa-gesa. Bibirnya dengan susah payah tertarik saat menyadari jika orang terakhir yang ia lihat adalah Davano Angga Dwitama--ayahnya--dengan keadaan air mata mengalir deras.

Selain itu, mata Diana yang hampir terpejam juga dapat melihat ibu, kakak, serta adiknya sedang berdiri di belakang Davano sembari menangis terisak-isak. Bibir mungil itu tersenyum tipis sembari bergerak pelan membentuk sebuah ungkapan sayang dari lubuk hati terdalam. "Aku menyayangi kalian..."

Suami Gangguan Jiwa (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang