Bab 03.

94.6K 7.3K 18
                                    

...Menunggu notif vote kalian...

Viana tiba di ruang tamu bersamaan dengan masuknya tiga orang yang terlihat sangat asing. Di antara tiga orang itu, terdapat sepasang paruh baya dan seorang pria dewasa. Penampilan mereka tidak main-main, wajah tampan dengan tubuh indah yang terbalut dengan pakaian mahal.

Benar-benar menunjukkan kasta dari orang-orang itu. Dua pria berbeda generasi itu tampak memiliki fitur wajah yang tegas dengan tatapan tajam. Tapi fokus Viana hanya pada satu orang. Yaitu seorang pria dewasa dengan wajah datarnya.

"Apakah itu Abimana?" Viana meneguk ludahnya susah payah.

Rasanya sangat tidak mungkin jika pria itu adalah Abimana, pasalnya di dalam novel disebutkan jika Viana sering mengejek Abimana dengan sebutan 'jelek', bahkan tak jarang Viana akan membandingkan ketampanan wajah Abimana dengan Fariz.

"Jika benar itu Abimana, lantas setampan mana si protagonis?" Lanjut Viana membatin.

"Ana, sini Nak, duduk." Terdengar suara wanita paruh baya bernama Marissa Kanaya Dirham--ibu kandung Viana--menginstruksikan untuk duduk membuat fokus Viana pada Abimana buyar.

Gadis remaja itu menatap sang ibu sebentar sebelum akhirnya ikut mendudukkan dirinya. Dahi gadis itu mengernyit saat melihat perubahan ekspresi yang begitu cepat. Tadi sebelum 3 orang asing itu datang, ibunya ini tampak tak acuh kemudian sekarang berubah menjadi hangat.

Menarik dari kesimpulan yang bermunculan di kepalanya, keluarga ini sepertinya memiliki prinsip citra baik di depan umum, tetapi retak di bagian dalam. Selain itu, karena prinsip ini, Bisa jadi Viana dulu juga sering mendapatkan kekerasan.

Wajar saja jika jiwa Diana tidak tahu apa-apa, karena di dalam novel sangat sedikit dijelaskan tentang keluarga kandung Viana. Lagi pula novel itu hanya berfokus pada romansa cinta protagonis pria dan wanita serta diselingi gangguan dari Viana.

Mungkin ada beberapa bab yang hanya terfokus pada hubungan pernikahan Abimana dan Viana yang dipenuhi dengan pemberontakan Viana serta kambuhnya penyakit Abimana.

Lama berpikir tentang alur novel hingga tak sengaja Viana berhasil mengingat suatu alur yang sangat penting. Dalam sebuah bab, terdapat scene di mana Abimana pulang dari bar dalam keadaan mabuk, tetapi mirisnya Viana malah mengunci pintu masuk sehingga membuat Abimana terkurung di luar.

Sebenarnya itu adalah kali pertama seorang Abimana menyentuh minuman keras, itupun dikarenakan rasa frustrasi akibat kekerasan dari orang tua serta Viana yang tak acuh akan kehadirannya.

Abimana yang saat itu dilanda keterpurukan harus berjalan menyusuri jalanan yang sepi. Angin dingin yang terasa menusuk kulit seakan tidak terpengaruh pada tubuh dari pria yang hampir tak sadarkan diri itu.

Namun, sekuat apa pun Abimana mencoba mempertahankan kesadarannya, pada akhirnya pria itu jatuh pingsan di pinggiran jalan. Beruntung saat itu ada sang protagonis wanita menemukan Abimana. Ia membawa pria itu dan memberikan perawatan hingga kondisi Abimana kembali pulih.

Dari sana, buih-buih cinta mulai menyebar pada hati Abimana. Hati yang selama ini beku akibat kekerasan yang selalu ia terima, perlahan mencair menghasilkan bunga-bunga cinta yang bermekaran semakin banyak. Cinta yang ditujukan untuk si protagonis wanita yang sayangnya sudah memiliki tambatan hati.

Pada akhirnya, Abimana berakhir menyedihkan karena cinta yang tidak terbalaskan. Laki-laki itu harus ikhlas melepas sang tambatan hati agar wanita itu merasa bahagia. Ia tidak apa-apa berakhir menyedihkan asalkan bisa melihat tawa dari wanita yang ia cintai.

"Bisa-bisanya aku melupakan hal penting seperti itu. Padahal alur tersebutlah yang membuat aku iri dan ingin menjadi protagonis. Tetapi sekarang aku justru menjadi antagonisnya."

"Ana!" panggil Marissa dengan suara yang naik satu oktaf sehingga berhasil membuat lamunan Viana buyar.

"Eh, iya, kenapa?" ucap Viana sedikit linglung sedangkan Milton dan Marissa menatap tajam sang anak.

Suara kekehan merdu membuat mereka semua menoleh ke asal suara termasuk Viana. Ia melihat salah satu tamunya, yaitu seorang wanita paruh baya sedang terkekeh.

"Aduh, lucu banget calon mantu."

Mendengar ucapan wanita paruh baya itu, mata Viana mengerjap beberapa kali. "Apakah aku melewatkan sesuatu?" batin Viana.

Menyadari raut kebingungan Viana, akhirnya pria paruh baya yang merangkap sebagai tamunya itu angkat suara. "Begini Viana. Kami ingin memperkenalkan anak kami sekaligus calon suamimu," tutur pria paruh baya itu.

"Pertama-tama kami sebagai orang tua akan memperkenalkan diri terlebih dahulu. Nama saya Arion Bima Adhias, kamu bisa panggil saya papa Arion." Selanjutnya Arion menoleh ke samping. "Dia adalah Malia Anindya Adhias, istri Papa. Dan itu..." Tunjuk Arion pada pria dewasa yang sedari tadi hanya memperhatikan. "Abimana Aniba Adhias anak papa sekaligus calon suami kamu," imbuh Arion.

Viana memandang lekat calon suaminya yang terlihat sangat tampan. "Apanya yang jelek, padahal Abimana setampan ini."

Rasanya Viana ingin memaki Viana asli yang telah menyebutkan Abimana jelek, nyatanya pria ini sangat tampan dengan tubuh kekar serta otot bisep yang tercetak dari kemeja biru polos yang dia kenakan.

"Ana, beri salam," ucap Milton dingin.

Mendengar ucapan ayahnya, Viana segera mengalihkan pandangannya pada ayahnya dilanjutkan ke arah para tamu. "Ah, iya. Halo Mama, Papa dan-" Viana menatap Abimana sehingga mata kedua manusia berbeda gender itu bertemu. "-Mas Abimana." imbuh Viana.

Bersambung...

Suami Gangguan Jiwa (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang