Bab 42.

42.7K 4.4K 152
                                    

Tandai Typo, karena aku enggak revisi lagi. Buat kemarin yang nandain typo di part sebelumnya, makasih banyakk.

Kedatangan Arion membuat Malia berhenti memberontak. Ia melemaskan tubuhnya serta menampilkan raut wajah memelas seakan menjadi wanita yang paling tersakiti di dunia ini.

"Ekspresinya sangat menjijikkan, seperti ingin buang air besar," batin Viana mencibir.

"Suamiku, tolong aku. Aku difitnah oleh mereka," mohon Malia.

Seketika Viana terkekeh sinis. "Fitnah? Padahal kamu yang mengakuinya sendiri." Ia menoleh ke arah polisi yang sedang menahan kedua tangan Malia. "Benar begitu, Polisi?"

Para polisi itu kompak mengangguk. "Benar Nyonya."

Malia menggeleng ribut. Ia tidak ingin mengalah dengan pernyataan yang diucapkan oleh para polisi tersebut. Selama belum ada bukti, ia tidak akan menyerah. "Tidak! Mereka semua bohong! Mereka telah dibayar oleh gadis sialan ini!" teriaknya. Dengan susah payah ia menunjuk Viana dikarenakan tangannya yang ditahan oleh para polisi.

Viana berdecih. "Dibayar? Baiklah." Viana berjalan menuju Malia. Perlahan tangan lentiknya menyentuh dagu wanita paruh baya itu. "Mungkin jika aku keluarkan bukti, kamu tidak akan menyangkal lagi 'kan?" tanya Viana sembari tersenyum. Ia melepas sentuhannya sembari menoleh ke arah Elio. "El, keluarkan buktinya sekarang!" titahnya.

"Baik, Kakak Ipar!" seru Elio.

Pria itu tampak mengotak atik ponsel canggih miliknya kemudian mengarahkan pada dinding kosong yang ada di ruangan itu. Seketika kamera ponsel itu memancarkan sinar layaknya sebuah proyektor dengan menampilkan beberapa bukti foto perselingkuhan Malia.

Tidak sampai di situ saja, selanjutnya layar berganti menjadi gambar sebuah rekaman suara seperti musik. Perlahan rekaman suara mulai terdengar, mulai dari pengakuan Malia yang telah membunuh Kanya--ibu Abimana--sampai pengakuan tentang obat berbahaya yang dikonsumsi Abimana.

Semuanya mengalir dan terdengar sangat jelas di pendengaran mereka, membuat Malia benar-benar tidak bisa menyangkal lagi. Wajahnya sudah pucat pasi. Pikirannya blank dan nyawanya terasa di ujung tanduk.

"Bagaimana, Ibu Mertua? Aku menang 'kan?" ucap Viana tersenyum puas.

Abimana semakin tercengang dengan semua yang telah istrinya lakukan. Bahkan gadis itu tampaknya telah merencanakan semua yang terjadi secara matang hingga melibatkan Elio. Abimana masih bingung bagaimana istrinya dan Elio terlihat memiliki chemistry yang sangat baik, seperti sudah mengenal sejak lama. Padahal jelas-jelas tadi gadis itu tidak mengetahui nama Elio.

Yang tidak Abimana ketahui adalah, Viana ternyata sudah lebih dulu menemui Elio. Ia mengajak adik dari suaminya itu untuk bekerja sama untuk mengungkap kebusukan Malia. Pada awalnya, Elio tentu saja menolak karena merasa Viana adalah orang asing. Ia tidak mengetahui jika Viana adalah kakak iparnya karena ketika pernikahan Abimana dilaksanakan, ia tidak datang. Ia hanya mengetahui nama mempelai dari kakaknya adalah Viana.

Penolakan demi penolakan Viana dapatkan, tetapi gadis itu tetap membujuk Elio sekuat tenaga. Sampai akhirnya Viana menawarkan kebebasan untuk Elio sehingga pria itu langsung setuju. Kebebasan yang dimaksud di sini adalah kebebasan Elio dalam hidup tanpa adanya kekangan dari Malia.

Sesungguhnya pria itu adalah salah satu korban dari keegoisan Malia. Ia mendidik anaknya dengan kekerasan demi mencapai semua keinginannya. Menjadikan Elio sebagai batu loncatan untuk mendapatkan segalanya, termasuk kekayaan dan kekuasaan.

Viana menggunakan ini sebagai senjata membujuk Elio dan tentu saja berhasil. Dan untuk semua pengetahuan tentang Elio ia dapatkan dari novel. Meski hanya sekilas karena mau bagaimana pun Abimana hanyalah sebagai second Male lead dan Elio sebagai keluarga angkat dari Abimana turut mendapatkan deskripsi sekilas dari novel.

Kembali ke sisi Malia. Wanita paruh baya itu menatap wajah Arion yang wajahnya tampak telah memerah. Kepala Malia menggeleng dengan masih mempertahankan raut wajah memelasnya seakan mengatakan dirinya tidak bersalah meski bukti telah memberitahu yang sebenarnya.

Meski sudah tahu ia tidak bisa menyangkal lagi, Malia masih saja tidak mau mengaku. "Suamiku, itu palsu. Mereka mengeditnya."

Arion melangkah menuju Malia membuat wanita paruh baya itu tersenyum karena merasa Arion masih mempercayainya. Namun ternyata ekspektasinya harus hilang kala pria berusia hampir setengah abad itu mengangkat tangannya ke udara kemudian menghantam tepat ke pipi Malia.

Bunyi tamparan nyaring terdengar, wajah Malia tertoleh ke samping. Wanita itu terdiam ketika rasa panas perlahan menjalar dari pipinya. Bibirnya mendadak kelu, Ia yakin karena kerasnya tamparan itu, bibirnya pasti telah meninggalkan luka robek di bagian sudutnya.

"Kau! Kau wanita iblis. Kau telah membunuh istriku sialan!" teriak Arion. Pria itu ingin membogem mentah wajah wanita itu tetapi polisi yang tersisa dengan cepat menahan kedua lengan Arion agar tidak lepas kendali. "Lepaskan saya! Saya harus memberikan pelajaran pada wanita jalang ini!" Arion berontak sekuat tenaga tetapi polisi dengan sangat erat menahan lengan pria itu sehingga tidak membuahkan hasil apapun.

"Tenang, Tuan. Biar kami yang mengurus kasus ini. Dimohon jangan membuat gaduh karena nanti bisa saja membuat hukum berdampak pada Tuan," ujar polisi itu.

Perlahan tubuh Arion berhenti berontak, tetapi emosinya belum mereda sama sekali. Matanya telah memerah dengan air mata yang perlahan mengalir di pipinya. Ia merasa dikhianati. Tidak pernah terlintas dibenaknya bahwa wanita yang telah menjadi istrinya selama beberapa tahun terakhir, adalah dalang dari kematian Kanya--istri pertamanya.

Arion menarik napas kemudian membuangnya secara perlahan. "Bawa wanita ini ke kantor polisi, segera!" titahnya sembari membuang muka.

"Baik Tuan. Dan untuk Nyonya Viana, dimohon untuk kesediaan Anda untuk hadir di kantor polisi sebagai saksi. Begitupun untuk ketiga Tuan-Tuan yang ada di sini," ucap polisi itu.

Viana dan Abimana kompak mengangguk sedangkan Elio dan Arion hanya diam. "Baik Pak, akan kami usahakan untuk datang. Kalau boleh tahu, kapan waktunya?"

"Nyonya bisa hadir besok, sekitar pukul 3 sore. Besok pagi pihak kepolisian akan mengirimkan undangan ke kediaman ini," jelas seorang polisi.

"Baik, ditunggu," ucap Viana.

"Kalau begitu kami izin pamit. Terima kasih atas kerja samanya, Nyonya dan Tuan-Tuan. Sampai jumpa esok hari," pamitnya.

"Sampai jumpa," balas Viana.

Para polisi diikuti Arion akhirnya berlalu meninggalkan mansion. Viana menghela napas lega karena sekarang rintangan mereka telah selesai. Gadis itu menoleh ke arah Elio yang tampak sedang menahan sakit karena sabetan pisau yang disebabkan oleh Malia.

Viana tersenyum sembari mendekati Elio. "Kerja bagus Adik Ipar. Untuk lukanya tenang saja, nanti aku akan memanggil dokter untuk mengobatinya." ucapnya. Sejujurnya Viana cukup canggung mengatakan Elio sebagai adik ipar karena mau bagaimana pun, Elio memiliki umur yang lebih tua darinya yaitu dua puluh tiga tahun. Yang artinya jarak umur mereka adalah lima tahun.

Elio balas tersenyum. "Tidak masalah, Kakak. Kalau soal itu tenang saja. Lebih baik kakak mengobati hati kak Abi," godaannya sembari tersenyum kecil membuat Viana ikut melirik suaminya. "Lihat wajahnya sudah memerah karena menahan cemburu," bisik Elio membuat Viana tertawa.

TBC.

2k Vote, next chap

Suami Gangguan Jiwa (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang