Bab 33.

60.7K 5.8K 189
                                    

2K vote, baru aku up next bab

"Alya?" tanya Viana membuat si pemilik nama mendongak. Gadis itu tersenyum sembari menepuk-nepuk roknya. Alya kemudian turut berusaha bangkit sehingga Viana dengan sigap membantu.

"Apa yang kau lakukan?" Suara yang berasal dari seorang pria membuat kedua gadis itu menoleh.

"Kau menganggu pacarku lagi?" tuduh pria yang tak lain adalah Fariz. Tangan pria itu terkepal erat dengan urat-urat kecil menonjol di wajahnya.

"Bukan tuh. Lagi pula kami tidak sengaja tertabrak," cetus Viana terdengar tak peduli.

"Kau yakin, bukankah ini salah satu trikmu, hm?"

Viana menampilkan raut wajah tak suka. "Trik apa maksudmu? Dasar pria bodoh. Coba kau tanya pacarmu itu, apa yang sebenarnya terjadi. Dasar tolol, bod-"

Plak

Perkataan Viana harus terputus saat wajahnya tertoleh ke kanan. Pipinya terasa panas dan nyeri karena sebuah tamparan baru saja mendarat di pipinya. Viana terdiam membuat Fariz menampilkan raut wajah mengejek.

"Kau terdiam, jalang? Mauku beri tamparan kedua?" Tangan pria itu kembali bersiap menampar tetapi sebuah suara berhasil menghentikannya.

"Fariz hentikan! Jangan jadi pria bodoh. Viana sama sekali tidak bersalah!" pekik Alya saat Fariz hampir mendaratkan tamparan kedua. "Kami murni tertabrak secara tidak sengaja, jangan menyakiti Viana!" lanjutnya.

Setelah pekikan Alya, kerumunan mahasiswa yang sedari tadi telah berkerumun semakin bertambah. Viana berdecih sembari menatap Fariz dengan tatapan nyalang.

Viana berjalan mendekati Fariz. "Pria bodoh! Lihat saja nanti pembalasanku," bisiknya tepat di telinga Fariz. Selanjutnya Viana melangkah meninggalkan kerumunan itu.

~o0o~

Viana melangkah masuk ke sebuah rumah psikolog. Salah satu tangannya menyentuh pipinya yang terasa berdenyut karena tamparan yang ia terima. Rasanya ia benar-benar ingin memaki Fariz yang langsung menyimpulkan sesuatu tanpa bertanya terlebih dahulu.

Beruntung sebelum tamparan kedua melayang, Alya lebih dulu mengatakan kronologi yang sebenarnya, meski menurut Viana hal tersebut sedikit terlambat. Karena kejadian itu pulalah yang membuat Viana memutuskan untuk membolos di mata kuliah keduanya.

Dia tidak peduli jika disuruh untuk mengulang semester, toh ketidak hadiran tanpa keterangan miliknya baru satu kali sedangkan dosen itu bilang maksimal tidak hadir adalah dua hari. Garis bawahi, tidak hadir yang berarti dosen itu tidak peduli alasan kita tidak hadir karena mau kendala cuaca, kesehatan, atau kematian sekalipun, dosen itu tetap menuntut untuk hadir.

Tipe-tipe dosen menyebalkan.

Dan di sinilah Viana sekarang, di depan ruangan seorang psikiater yang tak lain adalah pemilik rumah konsultasi tersebut. Tadi saat kembali dari kampus, Viana tidak mendapati Abimana di mana pun, sehingga Viana memutuskan untuk menanyakannya kepada seorang pelayan. Setelahnya, barulah Viana mengetahui bahwa suaminya datang menemui psikiater tanpa memberitahunya terlebih dahulu.

Viana bersiap membuka pintu ruangan itu, tetapi dia mendengar sayup-sayup suara Abimana yang membeberkan keluhannya membuat Viana mengurungkan niatnya. Perlahan gadis itu menempelkan telinganya di pintu ruangan tersebut untuk mendengar lebih jelas apa keluhan yang suaminya alami.

Suami Gangguan Jiwa (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang