SIAPKAN TABUNGAN KALIAN. CERITA INI INSYAALLAH AKAN OPEN PO TANGGAL 9 JANUARI.
Di WP bakal End kok
Mobil berwarna silver berhenti tepat di depan sebuah mansion mewah. Perlahan pintu mobil itu terbuka, menampilkan seorang gadis cantik dengan rambut coklat gelap miliknya. Gadis yang tak lain adalah Viana itu tampak menelisik penampilan mansion. Sekilas kepalanya mengangguk kemudian berjalan menuju pagar di mana terdapat seorang satpam di sana.
"Nona, biarkan saya saja." Suara dari pengawal yang menjadi sopir membuat Viana menghentikan langkahnya.
Ia menoleh sembari tersenyum tipis. "Tidak usah. Aku saja," ucapnya kemudian melanjutkan langkahnya.
Karena tidak enak membiarkan majikannya berjalan sendiri, akhirnya pengawal itu melangkah mengikuti Viana sedangkan sang empu hanya diam, tidak menolak sama sekali. Karena merasa hal tersebut adalah opsi terbaik.
Sebenarnya bukan tanpa alasan mengapa Viana memilih mendatangi satpam secara langsung, karena biasanya Viana asli akan menemui satpam secara langsung agar gerbang dibuka dan jika pengawal sendiri yang mendatangi satpam, pasti orang yang menjadi petugas keamanan dari mansion tersebut tidak akan percaya.
"Permisi," sapa Viana membuat seorang satpam yang terlihat sedang bersantai pada posnya segera bangkit.
"Iya? Eh, Nona Viana. Tunggu sebentar, Nona. Biar saya buka," ujar satpam tersebut.
Viana tersenyum seraya menganggukan kepalanya. Ia berbalik kemudian kembali berjalan menuju mobil, begitupun dengan sang sopir. Seketika Viana berpikir perbuatannya barusan terlalu rumit. Padahal bisa saja dia tadi menyuruh sopir untuk cukup membuka jendela mobil kemudian memanggil satpam.
Tidak ingin memikirkan hal konyol yang sudah ia lakukan, Viana akhirnya masuk ke dalam mobil kemudian meminta sang sopir mengendarai mobil, masuk ke pekarangan mansion Lewis.
Masuk ke pekarangan, Viana dapat melihat seorang wanita paruh baya yang masih tampak cantik, melambaikan tangannya dengan senyum tersungging di bibirnya. Dari fitur wajahnya, wanita paruh baya itu tampak tegas dan terkesan cukup galak.
Entahlah, Viana tidak tahu. Fitur wajah wanita itu sangat mirip dengan deskripsi di dalam novel dan jika menarik isi dari novel, Reina disebutkan wanita yang cukup manipulatif. Wanita itu bahkan sering menggunakan kekerasan terhadap Fariz hanya karena segala sesuatu yang dilakukan Fariz tidak sesuai dengan keinginannya.
Viana turun dari mobil sembari tersenyum palsu. Ia berakting seolah jika dirinya memang benar-benar Viana asli yang sangat dekat dengan Reina. Gadis itu bahkan tak ayal mendekap tubuh wanita itu dilanjutkan dengan melakukan ciuman pipi kanan dan kiri.
"Tante," sapa Viana.
"Akhirnya kamu datang juga, Ana. Ayo Sayang, silahkan masuk," ajak Reina.
Menuruti ajakan wanita paruh baya itu, Viana melangkah memasuki mansion megah tersebut. Pertama kali kakinya menapaki marmer lantai, mata Viana langsung disuguhi pemandangan yang membuatnya takjub. Terlihat barang-barang mewah lagi mahal yang menghiasi hampir setiap sudut ruangan, membuat ruangan yang ia masuki tampak berkilau.
Kekehan kecil keluar dari bibir wanita paruh baya itu. "Kenapa, Sayang? Kamu kagum dengan harta benda ini? Jadi menantu Tante saja. Tante jamin semua harta ini akan menjadi milik kamu," celetuk Reina.
"Cih! Jadi menantu wanita tua ini? Artinya aku menjadi istri dari pria bajingan itu. Tidak sudi! Abimana jauh lebih baik," batin Viana mencibir. Lain dengan isi hatinya lain pula dengan raut wajahnya. Gadis itu tampak menanggapi dengan santai. "Aku sudah punya suami, Tante. Jadi lain kali saja," balasnya.
"Pria cacat itu kau anggap suami? Anak Tante jauh lebih sempurna dari pria itu," ucap Reina tak suka.
Rasanya Viana ingin memuntahkan isi perutnya. Sempurna katanya? Viana ingin berteriak, mengatakan bahwa anak yang wanita itu bilang sempurna adalah pria dengan cacat akhlak. Bahkan pria cacat mental masih lebih layak dinikahi dibandingkan dengan pria cacat akhlak.
Setidaknya, dengan suami gangguan jiwa pasti langsung membunuhnya, sedangkan suami gangguan akhlak akan membunuhnya secara perlahan melalui penderitaan.
Viana menampilkan raut wajah sesedih mungkin. "Tidak, Tante. Aku sudah tidak tahan dengan Fariz yang selama ini selalu bersikap kasar padaku. Bahkan beberapa hari yang lalu dia baru saja menamparku hanya karena sebuah kesalahpahaman," ucapnya dengan intonasi yang terdengar benar-benar menyedihkan.
Reina menatap gadis yang ada di depannya dengan iba. Tetapi setelahnya raut wajah wanita itu berganti dengan raut penuh kemarahan. "Anak itu! Lihat saja, saat dia pulang, Tante akan menyiksanya."
Viana cukup bergidik mendengar ancaman dari wanita itu. Tidak ingin membayangkan yang lebih buruk lagi, Viana akhirnya mengalihkan pembicaraan. "Tante, lebih baik kita memasak saja. Menghabiskan waktu berdua," usulnya seraya menarik pergelangan tangan Reina.
Dahi Reina mengernyit. "Sejak kapan kamu bisa memasak? Setahu Tante, kamu tidak bisa memasak sama sekali."
Langkah Viana terhenti. Ia mendadak mati kutu. Saking tidak nyamannya dengan pembicaraan yang mereka lakukan sebelumnya, membuat Viana justru mengalihkan pembicaraan dengan alasan yang tanpa memikirkan dampak ke depannya.
Ia menatap Reina seraya tersenyum kikuk. "Em, aku... Aku belajar memasak. Iya, belajar memasak."
"Belajar memasak? Untuk apa? Bukankah di mansion tempat suamimu tinggal memiliki pembantu sendiri? Atau... Pria itu tidak memenuhi kebutuhanmu dengan baik," tanya Reina.
Dengan cepat Viana menggeleng. "Bukan. Bukan begitu. Beberapa hari terakhir aku tertarik dengan bidang masak-memasak. Itulah sebabnya aku mulai belajar memasak."
Reina terdiam sejenak, membuat Viana menahan napasnya. Berharap jika wanita paruh baya itu mempercayai alasannya. Namun beberapa saat kemudian, helaan napas lega mengalir begitu saja, tak kala Viana dengan jelas melihat anggukan dari Reina, pertanda jika wanita paruh baya itu mempercayai kebohongan yang ia buat dalam bentuk sebuah alasan.
Agar tidak mendapat pertanyaan lebih lanjut, Viana kembali menarik Reina menuju dapur. Sedangkan sang empu yang ditarik hanya mengikuti saja. Akhirnya, kedua perempuan berbeda generasi itu memulai acara masak-memasak mereka.
Di tengah acara masak-memasak itu, sebuah suara mengalihkan atensi mereka. "Sedang apa wanita ini di sini?"
Kedua perempuan itu dapat melihat jika suara tersebut berasal dari Fariz. Pria itu terlihat cukup berantakan' dengan lebam di mana-mana yang tampaknya baru saja mengalami perkelahian.
Viana melirik Reina lewat sudut matanya. Air muka wanita paruh baya itu tampak telah berubah menjadi penuh kemarahan. Viana menggigit bibir bawahnya ketika melihat pisau kecil di tangan Reina terangkat, bersiap untuk menancap di bahu Fariz.
Viana membuka suaranya. "Tante, jang-"
"Akhh!" Belum sempat Viana menghentikan Reina, suara erangan lebih dulu terdengar. Viana mematung syok saat melihat pisau kecil tadi melesat dengan sangat cepat, menancap di bahu Fariz.
"Gila! Ini sangat gila," batin Viana berteriak.
TBC.
1,8k Vote, aku up next Bab.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suami Gangguan Jiwa (TERBIT)
FanfictionDiana Anggita Dwitama, gadis dengan kondisi tubuh sakit-sakitan bahkan untuk berjalan saja dia kesulitan. Kecewa pada diri sendiri ditambah dengan kedua orang tua serta saudaranya sudah tidak peduli lagi, Diana akhirnya memutuskan untuk mengakhiri s...