1,2k Vote, baru aku update
Viana kelimpungan karena sedari tadi Abimana mendiamkannya. Sudah lebih dari 5 jam terlewat setelah mereka pergi menemui dokter Alan dan selama itu pula Abimana tidak mau bicara. Viana jadi bertanya-tanya apa salahnya sehingga didiamkan seperti ini.
Gadis itu saat ini sedang menyuapkan suaminya makan dengan telaten tapi tetap saja sang suami masih enggan berbicara. "Kamu kenapa sih, Abi?" tanya Viana jengah, masih dengan tangan yang menyuap sesendok nasi ke mulut sang suami.
Seperti yang telah terjadi, Abimana tidak menjawab dan hanya memakan nasi yang disodorkan sang istri. Akhirnya Viana lebih memilih mengalah, lebih baik ia menyuapi sang suami hingga nasinya habis.
Setelahnya, Viana mengembalikan piring yang sudah kosong ke wastafel dan mendudukkan dirinya di sebelah Abimana. Sejujurnya gadis itu belum makan sama sekali, sengaja karena tidak tahan didiamkan Abimana sehingga ia mengajukan diri untuk menyuapi sang suami.
"Abi, kamu kenapa?" tanya Viana untuk ke sekian kalinya.
Lagi-lagi pria itu hanya diam. Abimana masih belum menjawab sehingga membuat Viana semakin merasa frustrasi. Ia berpikir keras cara yang dapat ia gunakan untuk membuat suaminya luluh. Beberapa saat berpikir, Viana tersenyum samar karena mendapat ide cemerlang. Ia bangkit kemudian berjalan ke belakang tubuh sang suami tak lupa dengan wajah memelasnya.
Setelah berdiri di belakang sang suami, Viana langsung mendekap leher Abimana. Ia menduselkan wajahnya di bahu lebar pria itu. "Abi kenapa...?" lirih Viana.
Ia tiba-tiba terisak lirih sehingga membuat kemeja yang dikenakan Abimana basah. Seketika Abimana merasa tidak tega apalagi ketika mendengar tangisan dari istrinya. Ia perlahan mengangkat tangannya kemudian mengelus kepala Viana yang ada di bahunya.
Ia memaksa Viana untuk berpindah ke depan tubuhnya. Rasa bersalah semakin menguar ketika melihat jejak-jejak air mata di pipi sang istri. Segera ia mendekap perut ramping sang istri. "Maaf," gumam Abimana.
Diam-diam Viana tersenyum kecil karena rencananya berhasil. Rasanya tidak sia-sia air mata yang dulu selalu mengalir ketika dirinya menjadi Diana. Berkat itu, dia jadi terbiasa mengeluarkan air mata apalagi didukung dengan rasa frustrasi yang sedari tadi menghinggapinya.
"Maaf, aku mendiamkanmu. Aku hanya kesal karena kamu berbagi senyum dengan dokter jelek itu," ungkap Abimana.
Viana mengerti sekarang, dia tersenyum sembari mengelus kepala sang suami. "Cemburu?" goda Viana membuat kepala pria itu menggeleng kencang.
"Enggak, aku cuma enggak suka aja kamu senyum sama orang lain," sanggah Abimana.
"Itu namanya cemburu, sayang," ujar Viana gemas.
Rona merah seketika menjalar di wajah Abimana, pria itu menggeleng. "Enggak!" bantahnya meski sudah salah tingkah dengan panggilan dari gadisnya.
Viana memutar bola matanya malas. "Iya deh," Gadis itu lebih memilih mengalah ketika perutnya terasa semakin lapar. "Lebih baik aku makan," lanjutnya sembari kembali mendudukkan tubuhnya di kursi yang ada di sebelah Abimana.
Sepiring nasi lengkap dengan lauk pauknya sudah tersedia di depan Viana. Saat gadis itu ingin menyendoknya, piring itu sudah direbut oleh sebuah tangan kekar sehingga sendok di tangan Viana hanya menggantung di udara.
Viana perlahan menggeser penglihatannya hingga berakhir pada sang suami yang sedang tersenyum manis. Di kedua tangan pria itu sudah tersedia sepiring nasi milik Viana dan sebuah sendok.
"Biar aku yang suapi, sayang," ujar pria itu masih dengan senyum yang merekah.
Viana mendengus pelan. Karena terlalu lapar, gadis itu tidak membantah lagi. Ia mendekat kemudian membuka mulutnya. Lidah Viana telah siap menunggu sesendok nasi tetapi belum masuk juga sehingga membuat Viana kesal.
"Kenapa buka mulut?" Pertanyaan menyebalkan mengalir begitu saja dari bibir sang suami membuat Viana benar-benar ingin mencium bibir itu dengan telapak tangannya.
"Katanya mau suapi?" ucap Viana kesal.
"Oh, iya. Ya sudah buka mulutnya," ujar Abimana.
"Sudah sayangku, cintaku." Setelah berkata seperti itu Viana kembali membuka mulutnya.
Sekali lagi wajah Abimana merona karena hal yang sama. Ia berusaha menekan rasa gugup kemudian perlahan menyuapkan sesendok nasi ke mulut Viana. Sendok per sendok nasi masuk ke dalam mulut Viana hingga akhirnya nasi di piring itu telah habis, pindah ke dalam perut kecil Viana.
~o0o~
Hari penyambutan mahasiswa dan mahasiswi baru masih dilangsungkan. Viana saat ini sedang berjalan menyusuri lorong kampus yang terlihat sepi. Gadis itu tampak asyik berjalan dengan ponsel yang menyala di tangannya. Ia sama sekali tidak melihat ke arah jalan yang ia lewati, sampai akhirnya gadis itu tidak sengaja menabrak seseorang.
"Aws..." rintih suara yang berasal dari seorang gadis.
Gadis itu terjatuh sedangkan Viana masih kokoh sembari mengangkat pandangannya dari ponsel ke arah orang yang telah ia tabrak. Viana terdiam saat menyadari bahwa gadis itu adalah Alya--protagonis wanita, gadis yang sama saat ia tidak sengaja saling tertabrak di aula kemarin.
TBC.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suami Gangguan Jiwa (TERBIT)
FanfictionDiana Anggita Dwitama, gadis dengan kondisi tubuh sakit-sakitan bahkan untuk berjalan saja dia kesulitan. Kecewa pada diri sendiri ditambah dengan kedua orang tua serta saudaranya sudah tidak peduli lagi, Diana akhirnya memutuskan untuk mengakhiri s...