Bab 11.

76.5K 5.3K 15
                                    

~•Vote ya, biar tambah glowing.•~ Aamiin

Rasa lapar menyerang Viana. Gadis yang sedang asyik berkutat dengan laptopnya segera berhenti. Ia melirik jam dinding yang tampak telah menunjukkan pukul 7 malam. Tak terasa telah lebih dari 3 jam ia berkutat dengan laptop demi mempelajari materi-materi yang sekiranya akan masuk saat tes penerimaan mahasiswa baru.

Viana berdecak tak kala melihat kondisi kamarnya yang tampak seperti kapal pecah karena baju-baju yang ia lempar saat mencari ponsel tadi. Dengan malas, gadis itu bangkit dan membereskan baju-baju yang berserakan itu.

Baju-baju itu ia kumpulkan kemudian ia tumpuk di atas tempat tidur tanpa melipatnya. Viana berkacak pinggang sembari mengatur napasnya yang terengah-engah. Padahal dirinya hanya membereskan baju yang berserakan, tapi rasa lelah sudah menghampiri.

"Lebih baik aku mandi dulu," monolognya.

Viana berjalan menuju kamar mandi. Ia memutuskan untuk merelakskan tubuhnya dengan air hangat terlebih dahulu, setelahnya baru ia akan turun ke bawah untuk mengisi perutnya yang kosong.

Beberapa saat kemudian, Viana keluar dari kamar mandi dengan tubuh terbalut jubah mandi serta kepala yang terlilit handuk. Bibir tipis miliknya tersenyum karena rasa lelah di tubuhnya sudah cukup menghilang setelah berendam menggunakan air hangat.

"Segarnya," gumam Viana.

Ia melangkah ke arah baju-baju yang telah ia tumpuk, kemudian mulai memilih baju-baju yang ada di tumpukan itu untuk ia kenakan. Pilihannya jatuh kepada baju tidur berwarna biru dengan motif kelinci. Segera gadis itu mengganti jubah mandi yang melekat pada tubuhnya dengan baju tidur itu.

"Sekarang, mari kita makan malam," ujarnya kemudian melangkahkan kakinya keluar kamar.

Satu per satu, kaki jenjang itu menuruni tangga. Hingga akhirnya ia tiba di sebuah ruangan dengan dekorasi yang tidak jauh berbeda dengan ruangan lain, tetapi yang membedakan adalah, terdapat sebuah meja berukuran besar. Di atasnya terdapat makanan-makanan yang menggugah selera.

Tanpa pikir panjang, Viana segera mendudukkan tubuhnya pada salah satu kursi. Matanya memandang penuh minat pada makanan-makanan itu. Ia segera membalik piring yang ada di depannya kemudian mengisi piring itu dengan nasi tak lupa lauk pauk yang ingin ia santap.

Gadis itu tak menyadari jika kelakuan kampungannya itu membuat para pelayan yang melihat menggeleng-gelengkan kepala. Mereka sama sekali tidak mempermasalahkan hal tersebut, hanya saja mereka sungguh merasa gemas sampai rasanya tangan mereka ingin mencakar sesuatu.

Sedangkan di sisi Viana, gadis itu makan dengan lahap hingga makanan di piringnya habis. Ia mengelus-elus perutnya yang terasa kenyang layaknya ibu hamil yang sedang mengelus-elus kandungannya.

Mata gadis itu memandang satu per satu kursi yang ada di sana. Viana baru menyadari jika sedari tadi ia hanya makan seorang diri tanpa adanya sang suami. Karena kelaparan ia sampai tidak menghiraukan sekelilingnya. Diam-diam Viana meringis malu saat membayangkan bagaimana para pelayan saat melihat dirinya makan.

"Bi, suami aku mana?" tanya Viana pada seorang pelayan tua yang ada di sana.

"Tuan ada di kamarnya, Nyonya," sahut pelayan itu.

"Apa dia tidak makan malam?" tanya Viana lagi.

"Nyonya tidak usah khawatir, Tuan sudah makan di kamarnya," jawab pelayan itu dengan lugas.

Viana mengangguk pelan sembari tersenyum. "Baiklah terima kasih."

"Sama-sama Nyonya."

~o0o~

Viana memandang penampilannya sembari berpose layaknya seorang model profesional. Tubuh ramping itu dibalut hoodie berwarna putih dengan campuran berwarna merah jambu. Tak lupa tubuh bagian bawahnya terbalut celana training berwarna abu-abu. Simpel namun terlihat cocok di tubuh gadis itu, sehingga membuat penampilannya menjadi imut.

"Gila! Wajahnya buat aku betah untuk terus bercermin. Wajahku dulu memang cantik sih, tapi masih kalah jauh sama Viana," monolog gadis itu, membandingkan antara wajahnya sewaktu masih menjadi Diana dengan wajah Viana.

Viana berencana untuk menemui kakaknya. Ia akan menagih janji sang kakak yang berjanji akan membantunya mempelajari materi-materi untuk tes masuk universitas. Di rasa semuanya telah siap, gadis berusia 18 tahun itu segera melangkahkan kakinya keluar kamar.

Viana melangkah riang sembari bersenandung. Ia akan menemui suaminya terlebih dahulu untuk meminta izin. Karena biar bagaimanapun Abimana tetaplah suaminya. Tetapi, saat tiba di kamar milik sang suami, ia tidak menemukan tanda-tanda keberadaan Abimana.

"Mbak, tau Abimana ada di mana?" Tanya Viana pada seorang pelayan yang tampak seperti berumur kepala dua.

"Tuan ada di halaman belakang, Nyonya."

"Oh, bisa tolong tunjukkan jalannya?" pinta Viana.

Pelayan itu mengangguk sekilas. "Nyonya lurus saja, nanti belok kanan, setelah itu belok kiri. Nah, nanti jika Nyonya menemukan dua lorong, Nyonya bisa belok kanan lagi. Nanti Nyonya langsung tiba di taman belakang."

"Baiklah, terima kasih."

"Sama-sama Nyonya, kalau begitu sapa undur diri ingin melanjutkan pekerjaan," pamit pelayan itu.

Setelah pelayan itu pergi, Viana berjalan mengikuti arah yang disebutkan oleh pelayan tadi sembari memijit pelipisnya yang terasa berdenyut. "Ini rumah apa istana sih. Besar banget. Apa tadi katanya? Lurus, kanan terus kiri kemudian apa?"

Sepanjang perjalanan, bibir mungil milik Viana tak henti-hentinya menggerutu. Hingga akhirnya Viana menemukan dua simpang lorong. Kembali gadis itu berpikir keras untuk mengingat ucapan pelayan tadi.

"Tadi itu kanan apa kiri, sih." Mata gadis itu menatap kedua lorong secara bergantian. "Terserahlah, mau tersesat atau enggak, yang pasti aku ambil kanan."

Viana akhirnya memilih berjalan melewati lorong ke kanan. Untungnya jalan yang ia pilih tidak meleset, terbukti dengan matanya yang menangkap sebuah taman, serta lapangan semen.

Namun, ada yang aneh, Viana melihat orang-orang berkumpul di tengah lapangan seperti sedang mengelilingi sesuatu. Dengan rasa penasaran yang teramat tinggi, Viana akhirnya memutuskan untuk mendekat guna menuntaskan rasa penasarannya.

Mata gadis itu terbelalak saat melihat pria yang menjadi suaminya sedang berdiri dengan tangan yang mencengkeram sesuatu. Masalahnya, yang dicengkeram suaminya adalah manusia. Pria itu tampak mencekik seseorang hingga orang yang ia cekik tampak kehabisan napas.

"Abimana, apa yang kau lakukan!" pekik Viana.

TBC.

Double up, Hehehehe

Suami Gangguan Jiwa (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang