Votenya dong...
Viana melangkah sembari mendorong kursi roda yang diduduki Abimana, menuju ruang makan. Saat tiba, Viana langsung memposisikan kursi roda Abimana di salah satu sisi meja sedangkan dirinya sendiri duduk di sebelah sang suami.
Kekehan kecil mengalun dari bibir Viana ketika melihat wajah takjub suaminya yang sedang memandang berbagai makanan yang telah dibuat sang istri.
"Ini semua kamu yang buat?" tanya Abimana.
"Benar, suamiku." ujar Viana tersenyum.
"Wah, kamu bisa memasak. Entah kenapa aku bangga rasanya bisa memiliki istri serba bisa," ujar Abimana tersenyum bangga.
Seketika Viana kembali dibuat merona. Gadis itu bangkit dari tempat duduknya kemudian mengambil sebuah piring. "Sudahlah, lebih baik kita makan. Kamu mau apa? Biar aku ambilkan."
Masih dengan senyum di wajahnya, Abimana menunjuk beberapa lauk yang ia inginkan. Segera Viana mengambil lauk-lauk yang telah ditunjuk oleh suaminya setelah itu ia meletakkan piring yang telah terisi lengkap itu di depan suaminya.
"Terima kasih, sayang," ucap Abimana yang dijawab Viana dengan anggukkan pelan.
Abimana sengaja tidak mengizinkan pelayan untuk melayani mereka karena pria itu ingin sang istri turun tangan sendiri dalam menyiapkan kebutuhannya sedangkan Viana sendiri dengan senang hati melakukan hal tersebut.
Gadis cantik itu beralih mengisi sebuah piring untuk dirinya makan. Setelahnya barulah ia kembali duduk kemudian menyusul sang suami yang terlihat sedang menikmati masakannya.
~o0o~
Viana mendorong kursi roda yang diduduki suaminya masuk ke dalam kamar. Setelah menyelesaikan makan malam, Abimana memang meminta untuk langsung kembali ke kamarnya meski Viana sudah mengajaknya berjalan-jalan di halaman luas dari mansion itu.
Viana dengan hati-hati membantu memapah tubuh sang suami untuk naik ke kasur. Setelah pria itu sudah nyaman dengan posisi duduknya, barulah Viana bergeser menuju nakas. Gadis itu meraih sebuah obat yang biasanya Abimana minum.
Ia menyodorkan obat dan segelas air yang ada di atas nakas kepada Abimana. "Ini, minum obat dulu."
Tanpa menolak, Abimana menerima obat itu lalu meminumnya hingga tandas. Pria itu mengembalikan gelas yang airnya sudah berkurang banyak kepada Viana agar istrinya itu meletakkannya ke posisi semula.
Viana mendudukkan dirinya di sebelah sang suami setelah memindahkan gelas tadi. Ia menyandarkan tubuhnya pada kepala ranjang sembari menatap wajah suaminya lekat yang terlihat sedang duduk dengan posisi yang sama seperti dirinya. Dapat dilihat jika pria itu sedang menutup matanya.
"Abi, aku mau menanyakan sesuatu. Apakah boleh?"
Mata yang semula tertutup itu terbuka menampilkan mata hitam legam. Abimana menoleh dan menatap Viana kemudian mengangguk.
"Tentu sayang. tanyakan saja, aku akan menjawabnya," ucap Abimana.
"Baiklah, tapi sebelum itu, kamu tiduran di pahaku dulu ya, biar aku elus-elus kepalanya," ucap Viana.
Mendengar ucapan sang istri, dengan semangat Abimana merebahkan kepalanya pada paha sang istri. Pria itu dengan tidak sabarannya meraih tangan ramping sang istri kemudian meletakkan tangan itu di kepalanya.
"Nah, sekarang elus-elus!" pinta Abimana dan langsung dituruti oleh Viana.
Sebenarnya Viana meminta hal tersebut bukan tanpa alasan. Ia ingin Abimana menjawab pertanyaannya dengan tenang dan santai itulah mengapa ia meminta hal tersebut karena menurutnya sang suami akan lebih santai jika dirinya mengelus surai hitam legam sang suami.
"Abi..." panggil Viana pelan.
"Hmm," Abimana hanya menjawab dengan gumaman. Pria itu asyik menduselkan kepalanya di perut rata sang istri sama seperti ketika ia merebahkan kepalanya di paha sang istri tempo lalu.
Dengan ragu-ragu Viana bertanya. "Bukannya kamu pernah bilang bahwa kamu buta? Lalu kenapa sebelum kita makan malam kamu bisa melihat sedangkan waktu kita di taman dulu kamu mengatakan tidak bisa melihat?"
Abimana menghentikan kegiatannya. Ia mendongak sehingga netra hitam legam milik pria itu bertemu dengan netra coklat gelap milik Viana. "Coba kamu lihat di balkon itu, apakah ada lampu?"
Viana menoleh ke arah balkon, kemudian mengangguk. "Ada."
"Lalu apakah di taman belakang mansion milikmu apakah ada lampu di sekitar kita duduk kemarin?" tanya Abimana lagi.
Viana berusaha mengingat, kemudian ia menggeleng. "Tidak ada."
"Maka dari itu, aku hanya bisa melihat jika cahayanya terang, tetapi kalau redup itu akan sangat sulit bahkan aku terkesan seperti orang buta," ungkap Abimana.
"Tapi waktu itu ada cahaya bulan yang menerangi kita di taman."
"Sayang, sudahku bilang, aku cuma bisa melihat jika cahayanya terang, sedangkan apakah cahaya bulan itu bisa mengalahkan terangnya lampu?"
Kembali Viana menggeleng sebagai jawaban.
"Karena itulah aku tidak bisa melihat. Sekarang kamu mengerti?" tanya Abimana.
Viana dengan cepat mengangguk. "Mengerti. Terima kasih sudah mau menjelaskan, Abi."
"Tidak masalah sayang, jika ada yang ingin ditanyakan lagi, maka tanya saja," kata Abimana.
"Baiklah."
TBC.
Sudah mengerti penyebab Abimana tidak bisa melihat?
Kalo ada yang buat kalian bingung, silakan komen, nanti aku buat jawabannya pakai cerita kayak di atas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suami Gangguan Jiwa (TERBIT)
FanfictionDiana Anggita Dwitama, gadis dengan kondisi tubuh sakit-sakitan bahkan untuk berjalan saja dia kesulitan. Kecewa pada diri sendiri ditambah dengan kedua orang tua serta saudaranya sudah tidak peduli lagi, Diana akhirnya memutuskan untuk mengakhiri s...