Bab 17.

71.5K 5.2K 22
                                    

"Air dan serbet!" batin Viana senang saat melihat isi baskom yang sangat berguna untuk membersihkan luka menganga pada perut sang suami.

Viana memindahkan kotak obat ke atas, tepat di bagian pinggir kasur dilanjutkan dengan baskom berisi air dan serbet. Viana meraih serbet basah itu kemudian menggosok-gosok luka pada perut Abimana dengan pelan bermaksud agar luka itu bersih.

Ringisan kecil nan samar terdengar dari mulut Abimana, membuat Viana lebih melembutkan gosokannya. Setelah darah-darah yang menempel pada perut suaminya hilang serta lukanya di rasa bersih, Viana kembali meletakkan serbet pada tempat semula.

Selanjutnya Viana meraih dan membuka kotak obat kemudian meraih betadine, plester serta kain kasa yang sekiranya dapat mengobati luka pada perut sang suami. Tanpa membuang waktu lagi, Viana dengan telaten mulai membalut luka menganga itu.

Luka pada perut suaminya memang tidak dalam, tetapi Viana cukup yakin jika luka tersebut akan meninggalkan bekas yang cukup menganggu. Mau bagaimana lagi, berhubung Viana bukan dokter seperti kakaknya, jadi ia hanya bisa merawat luka itu seperti ini, dari pada luka itu infeksi dan berujung operasi jika tidak dirawat jadi lebih baik seperti ini 'kan?

Viana tersenyum puas saat melihat hasil balutan kasa yang ia buat pada perut suaminya terlihat sangat rapi. Gadis itu memindahkan kotak obat dan baskom ke tempat semula seperti saat ia temukan kemudian berjalan ke arah lemari dan mengambil sebuah kemeja serupa seperti yang dikenakan oleh suaminya.

Ia kembali berjalan ke arah kasur dengan tangan menenteng kemeja putih yang ia cari. Setelah ia berdiri di samping ranjang, Viana dengan hati-hati melepaskan kemeja yang kancingnya sudah terbuka.

Namun baru beberapa saat ia berusaha, tiba-tiba tangannya ditarik sehingga menimpa tubuh Abimana. Tidak sampai di situ, tubuh Viana dengan cepat dibalik membuat posisi gadis itu tepat berada di bawah kungkungan dari pria yang berstatus suaminya.

"A-Abimana?" panggil Viana tetapi tidak dijawab sama sekali. Netranya dapat melihat dengan jelas wajah sayu milik suaminya.

"Abimana?" Sekali lagi Viana memanggil sang suami dan sekali lagi Viana tidak mendapat jawaban apapun.

Akhirnya Viana memilih diam menunggu kata-kata yang akan suaminya keluarkan. Namun, bukannya menerima jawaban, leher Viana justru di todong dengan beling yang tadi ia gunakan untuk memotong tali di tangan. Sontak saja Viana menahan napasnya seraya menatap dalam mata suaminya yang tampak mengkilap.

"Siapa yang mengirimmu?" Suara berat itu masuk ke dalam gendang telinga Viana. Ia mengerjap beberapa kali pertanda tak mengerti.

Berusaha menetralkan detak jantungnya yang menggila, Viana menghembuskan napasnya perlahan. Sebenarnya gadis itu tidak takut sama sekali, ia hanya gugup dengan posisi intim itu ditambah lagi wajah tampan dari suaminya berhasil membuat Viana salah tingkah.

Sebagai pecinta novel, Viana sudah sering membaca adegan sweet yang membuatnya merasa iri. Ditambah lagi ia sering membayangkan paras pria yang dideskripsikan pada novel yang ia baca.

Sekarang, wajah tampan seorang pria yang sangat persis di novel yang pernah ia baca sedang berada di atasnya, ditambah lagi pria itu adalah suaminya. Bukankah itu sebuah keberuntungan?

"Aku... Viana." Untuk sekarang Viana mengesampingkan pikiran absurd yang terlintas di kepalanya dan lebih baik ia menjawab pertanyaan dari suaminya.

"Aku tidak peduli dengan namamu. Aku bertanya siapa yang mengirimmu?" Beling itu semakin menyentuh leher Viana bahkan gadis itu dapat merasakan sedikit nyeri pada lehernya. "Cepat jawab, atau kaca ini akan menembus lehermu," ancam Abimana.

"Aku istrimu. Aku tidak dikirim oleh siapa pun. Kalau memang ada yang mengirimku, itu sudah pasti Tuhan," jawab Viana tenang namun yakin. Sudah dikatakan jika rasa takut sama sekali tidak menyerang diri Viana bahkan saat beling itu melukai lehernya, Viana tidak takut sama sekali.

Perlahan, cengkeraman pada beling itu mengendur. Abimana membuangnya ke sembarang arah sehingga menimbulkan suara pecahan kaca nyaring yang berhasil memecah keheningan. Suara nyaring itu tampaknya juga berhasil memancing beberapa pelayan bahkan pengawal, terbukti dari ketukan pintu serta suara bising di luar kamar.

"Abimana?" Panggil Viana saat merasa suaminya berdiam tak bergerak.

Tetesan benda cair berbau amis terjatuh pada sudut bibir Viana. Bersamaan dengan itu, Viana dapat merasakan tangan suaminya yang bertopang di sebelah kepalanya melemah. Benar saja, beberapa detik kemudian kepala suaminya terasa jatuh di atas dadanya. Tentu hal tersebut kembali membuat jantung Viana berdetak kencang.

Tangan gadis itu terangkat mengelus rambut hitam lebat milik suaminya. "Abimana? Kamu kenapa?"

Tak ada jawaban membuat Viana tampak khawatir terlebih lagi dia tahu jika cairan yang tadi jatuh mengenai sudut bibirnya adalah darah. Sepertinya darah itu berasal dari hidung Abimana.

Viana berusaha mengecek tubuh suaminya. Gadis itu bernapas lega saat merasakan dada dan perut suaminya naik turun dengan teratur, membuktikan jika suaminya hanya tertidur.

Kembali suara ribut dari luar berhasil mengalihkan atensi Viana. Tetapi gadis itu tidak peduli, ia lebih memilih memejamkan matanya untuk menyusul Abimana ke alam mimpi. Akhirnya Viana tertidur dengan posisi kepala Abimana di atas dadanya.

Tanpa disadari siapa pun, bibir tebal Abimana melengkung tipis di tengah cahaya remang-remang yang menghiasi kamar tersebut.

TBC.

Suami Gangguan Jiwa (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang