Double up kalo sampai 600 Vote di jam 8 pagi besok.
Di pagi yang cerah, matahari dengan malu-malu menampakkan sinarnya sehingga kegelapan yang menguasai bumi perlahan sirna. Pada sebuah kamar terlihat sepasang suami istri sedang tertidur di atas ranjang dalam keadaan saling berpelukan.
Lebih tepatnya yang tertidur hanya sang suami karena untuk sang istri telah terbangun beberapa menit yang lalu. Suami istri yang di maksud adalah Viana dan Abimana. Beberapa hari telah berlalu. Setelah makan malam tempo hari, kedua manusia berbeda jenis kelamin itu memutuskan untuk tidur dalam satu kamar dan ranjang yang sama.
Viana terkikik geli sembari menoel-noel hidung sang suaminya bahkan sesekali gadis itu mengecup wajah tampan dari pria yang tertidur di depannya. "Aduh, tampannya. Kalau lagi childish pun benar-benar imut."
Kembali Viana mengecup pipi sang suami sehingga membuat sang empu terganggu dari tidurnya. Pria itu membuka matanya perlahan dengan dahi mengernyit karena mendengar suara cekikikan dari sang istri.
"Apa yang kamu lakukan, sayang." Suara serak khas bangun tidur mengalun indah dari bibir seksi Abimana.
Tawa cekikikan Viana telah terhenti dan meninggalkan senyum. Ia menatap mata sayu sang suami. "Tidak ada, hanya menganggu suamiku," ucapnya.
Ucapan dari istrinya itu membuat Abimana dengan cepat memeluk pinggang Viana. "Nakal," ujarnya sembari memberikan beberapa kecupan ringan di wajah cantik istrinya.
Viana menangkup dan menahan wajah sang suami dengan kedua tangannya. Ia tersenyum kemudian menyatukan hidung miliknya dengan hidung Abimana. "Sudah pagi dan aku harus segera bersiap-siap karena pagi ini adalah hari pertama aku ke kampus."
Wajah Abimana mendadak masam. Ia baru ingat bahwa hari ini adalah hari pertama istrinya berkuliah setelah beberapa hari tinggal di mansion ini. Sebenarnya Abimana ingin melarang Viana untuk tidak berkuliah tetapi ia urungkan karena takut gadis itu merasa terkekang.
Melihat wajah masam dari Abimana, Viana mengecup hidung sang suami. "Jangan sedih, aku berkuliah hanya beberapa jam. Lagi pula nanti kita akan ke dokter bersama-sama bukan?" Viana menghibur suaminya karena tahu pria itu sedang merasa sedih.
Ia kemudian bangkit menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya, tapi sebelum itu tentu saja ia telah meminta izin pada sang suami dan di jawab dengan anggukan oleh pria itu.
Abimana dengan susah payah menggeser tubuhnya di kepala kasur. Ia melirik kakinya yang tidak bisa berjalan. Tekadnya sudah bulat ingin melakukan konsultasi ke rumah sakit karena ingin kakinya segera sembuh. Ia tidak mau karena keterbatasannya ini, ia justru menyusahkan Viana dan membuat gadis itu pergi.
Tidak! Dia tidak mau. Maka dari itu, dua hari yang lalu ia mendiskusikan hal tersebut kepada Viana dan langsung didukung penuh oleh gadis berusia 18 tahun itu.
Senyum kecil tanpa sadar terbit di wajah Abimana ketika mengingat kedekatannya dengan Viana--Gadis remaja yang umurnya lebih muda 10 tahun darinya. Gadis yang telah menjadi istrinya itu memiliki pemikiran dewasa yang sangat tidak cocok dengan usianya.
Terkadang ia merasa kalah jauh dengan sosok gadis remaja itu. Jika Viana sangat dewasa dan mudah mengendalikan emosi maka pria itu adalah kebalikannya meski pun untuk masalah sikap dewasa Abimana masih memilikinya tapi tetap saja ia merasa kalah.
Pria itu jadi berpikir untuk datang ke psikolog agar bisa mengendalikan emosinya. Sepertinya itu memang ide yang bagus dan dia telah merencanakan untuk menemui psikolog setelah Viana masuk kuliah.
Tetapi tentu saja bukan hari ini, lantaran dia perlu mengatur jadwal pertemuannya karena biasanya dokter itu memiliki jadwal yang sibuk demikian dengan dirinya sendiri.
Asyik dengan pikirannya sendiri, Abimana tidak menyadari jika sang istri baru saja selesai membersihkan diri. Gadis itu melangkah keluar dari kamar mandi menggunakan jubah mandi. Ia menggerai rambut basahnya kemudian menggosoknya pelan sembari melangkah menuju meja rias.
"Abi, aku sudah selesai. Apakah kamu mau membersihkan diri?" tanya Viana sembari memandang bayangan suaminya dari cermin.
Abimana bergeming tidak memberikan jawaban, pria itu masih tenggelam dalam pikirannya. Entah apa yang dipikirkan oleh pria itu. Tapi tak dapat dipungkiri Viana merasa kesal karena tak di acuhkan oleh suaminya.
Tiba-tiba handuk yang ada di tangannya ia lembar ke arah Abimana sehingga wajah pria itu tertutup sepenuhnya oleh handuk. Hal tersebut berhasil membuat Abimana tersentak. Dari balik handuk pria itu mengerjap-ngerjap pelan, mencoba memahami apa yang telah terjadi.
"Abimana mandi! Tadi aku tanyakan kamu tidak menjawab jadi aku lempar saja wajahmu dengan handuk, " ketus Viana.
Ah, Abimana mulai menyadari apa yang sedang terjadi. Sepertinya ini memang murni kesalahannya yang terlalu larut dalam pemikiran sendiri hingga tanpa sadar mengabaikan istrinya. Abimana meraih handuk yang menutup wajahnya sehingga pria itu dapat kembali melihat dengan jelas.
Netra gelap itu dapat melihat jika sang istri sedang memilah-milah pakaian sembari merengut kesal. Terlihat sangat lucu di mata Abimana sehingga rasanya ia ingin sekali mencubit pipi putih itu.
Menggelengkan kepalanya pelan, Abimana mengenyahkan pemikirannya. Lebih baik dirinya minta maaf sebelum istrinya itu semakin merajuk dan tidak mau berbicara dengannya.
"Maafkan aku, aku tidak fokus tadi," ucap Abimana.
"Ya aku memaafkanmu, jangan mengulanginya lagi," balas Viana masih dengan nada ketus sembari melangkah menuju kamar mandi untuk mengganti pakaiannya.
Abimana tersenyum kecil. Ia menatap punggung yang hampir menghilang itu. "Kenapa tidak ganti baju di depan suamimu ini saja," goda Abimana.
"Menyebalkan dasar mesum!" pekik Viana. Gadis itu dengan cepat menutup dan memutar kunci pintu meninggalkan Abimana yang terkekeh geli.
TBC.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suami Gangguan Jiwa (TERBIT)
Fiksi PenggemarDiana Anggita Dwitama, gadis dengan kondisi tubuh sakit-sakitan bahkan untuk berjalan saja dia kesulitan. Kecewa pada diri sendiri ditambah dengan kedua orang tua serta saudaranya sudah tidak peduli lagi, Diana akhirnya memutuskan untuk mengakhiri s...