"Semangat, Abi! Kamu pasti bisa!" ujar Viana menyemangati sang suami yang sedang belajar berjalan menggunakan media sebagai alat penopang.
Saat ini sepasang manusia itu sedang berada di ruangan dokter Edward, karena melakukan terapi. Terhitung sudah empat kali Abimana melakukan terapi dan mendapatkan perkembangan yang cukup cepat. Lihatlah sekarang, walau terlihat sangat kesusahan tapi pria itu sudah bisa berjalan sejauh empat langkah yang membuat dokter Edward takjub.
Saat langkah kelima, tubuh Abimana limbung. Beruntung Viana dengan sigap segera membantu menahan tubuh sang suami. "Hati-hati," bisik Viana lembut.
Abimana tersenyum. "Terima kasih. Dan maaf karena baru bisa mencapai empat langkah saja."
"Tidak apa-apa. Itu sudah sangat bagus, Abi! Jangan menyerah, aku yakin dalam waktu dekat kamu sudah bisa berjalan lagi," seru Viana menggenggam erat tangan suaminya.
"Itu benar." Viana dan Abimana kompak menoleh, menatap Edward yang sedang berjalan ke arah mereka sembari tersenyum manis. "Melihat perkembangan dari Tuan, kemungkinan dalam dua minggu lagi sudah bisa berjalan secara normal, atau mungkin bisa lebih cepat? Kita lihat saja perkembangan ke depannya," ucap Edward.
Sepasang suami istri itu saling bertatapan, tak lama kemudian senyum cerah tersungging di masing-masing bibir mereka. "Terima kasih, Dokter," ucap Viana sedangkan Abimana masih mempertahankan senyumnya.
"Tentu," balas sang dokter.
"Em, kalau begitu, kami pamit dokter, sekali lagi terima kasih," kata Viana. Selanjutnya ia membantu sang suami untuk duduk kembali pada kursi roda.
Edward mengamati apa yang dilakukan Viana, ia mengangguk pelan masih dengan senyum di wajahnya. "Silakan, jangan lupa untuk melakukan terapi ulang tiga hari lagi," ujarnya.
"Baik, kami permisi," pamit Viana. Ia mendorong kursi roda itu menjauhi ruangan sekaligus sang dokter.
Mata Edward tak lepas dari punggung Viana yang perlahan menghilang dari penglihatannya. "Yah, Tuan Abimana sangat beruntung memiliki istri seperti Nyonya Viana." Ia memperbaiki kaca matanya sembari menghela napas pelan. "Semoga saja aku bisa mendapatkan istri seperti Nyonya Viana," gumamnya pelan.
***
Seminggu telah berlalu setelah terakhir kali Abimana dan Viana menemui dokter Edward. Terhitung telah dua kali Abimana kembali melakukan terapi, yaitu tiga hari yang lalu dan enam hari yang lalu yang artinya sebentar lagi adalah pertemuan Abimana yang ketujuh bersama dokter Edward.
Selama dua kali pertemuan terakhir pula, Viana tidak bisa menemani suaminya karena akan mengikuti ujian semester ganjil jadi gadis itu dengan giat belajar agar mendapatkan IPK akhirnya yang memuaskan.
Seperti saat ini, seorang gadis berusia delapan belas tahun sedang berjalan menyusuri lorong kampus menuju perpustakaan, bersama Alya. Hubungan Viana dengan tokoh protagonis dari novel berjudul 'Falya' itu sudah cukup dekat, bahkan rasa curiga Viana sudah perlahan menghilang.
Saat kedua gadis itu hampir memasuki perpustakaan, seorang laki-laki yang tak lain adalah Fariz berhenti tepat di depan mereka. Sontak saja Alya menerbitkan senyum manisnya sedangkan Viana tampak memasang wajah masam.
Bukan tanpa alasan wajah masam itu terbentuk, akhir-akhir ini, Fariz beberapa kali menerornya baik secara langsung maupun melalui sosial media. Entah dari mana pria itu mendapatkan nomor serta sosial medianya, padahal setahu Viana yang memiliki nomornya hanyalah suaminya, keluarganya serta beberapa pengawal yang selama ini melayaninya. Sedangkan untuk sosial media miliknya sendiri tidak ada yang mengetahui kecuali suami dan kakaknya--Leon.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suami Gangguan Jiwa (TERBIT)
FanfictionDiana Anggita Dwitama, gadis dengan kondisi tubuh sakit-sakitan bahkan untuk berjalan saja dia kesulitan. Kecewa pada diri sendiri ditambah dengan kedua orang tua serta saudaranya sudah tidak peduli lagi, Diana akhirnya memutuskan untuk mengakhiri s...