Bab 24.

68K 5.1K 48
                                    

Votenya dong...

"Ti-tidak! Aku tidak takut jarum suntik atau pun dokter!" bantah Abimana.

Tentu Viana tidak mempercayainya begitu saja mengingat bagaimana kerasnya sang suami menolak untuk dipanggil dokter. "Kau yakin?" tanya Viana.

"Yakin!" ujar Abimana.

"Baiklah kalau begitu, kita akan panggilkan dokter."

"A-apa? Panggil dokter?" beo Abimana.

Viana mengangguk. "Iya, kan kamu sendiri yang bilang bahwa kamu tidak takut jarum suntik. Jadi kita akan memanggil dokter. Tidak ada bantahan!"

"Baiklah." Abimana mengangguk pasrah.

Tepat setelah Abimana selesai berucap, seorang pelayan masuk ke dalam kamar kemudian membungkuk sekilas. "Nyonya, dokter sedang dalam perjalanan ke sini," ucap pelayan itu.

"Baik, kau bisa pergi." Viana melirik suaminya yang tambak menegang. Rasanya Viana ingin tertawa terbahak-bahak ketika mengetahui sisi lucu suaminya. Ia memang baru mengetahui hal tersebut sekarang, karena di dalam novel tidak pernah disebutkan.

~o0o~

"Tangannya sudah selesai di jahit, tetapi untuk perutnya tidak bisa karena Tuan selalu memberontak," ujar seorang dokter bernama Alan. Ia baru saja menyelesaikan tugasnya sebagai dokter.

Viana menghela napas. "Tidak apa-apa. Terima kasih dokter sudah bersedia datang ke sini hanya untuk masalah jahit-menjahit seperti ini."

"Tenang saja, Nyonya. Saya sedang tidak memiliki jadwal penting jadi itu tidak masalah."

"Sekali lagi terima kasih dokter."

"Sama-sama. Kalau begitu saya pamit undur diri. Sampai jumpa," pamit Alan.

Pria berprofesi sebagai dokter itu berlalu setelah mendapat anggukan dari Viana. Sedangkan Viana membalik badannya kemudian membuka pintu kamar suaminya.

Ia dan Alan memang mengobrol di depan kamar sang suami karena tidak ingin terganggu dengan isak tangis Abimana. Menangis? Tentu saja! Abimana benar-benar takut jarum suntik sehingga ketika tangannya dijahit, pria itu meraung-raung disertai tangisan yang mampu membuat Viana malu sendiri. Pria itu seakan lupa dengan usianya yang sudah hampir menginjak kepala tiga.

Ceklek.

Viana masuk ke dalam kamar suaminya kemudian kembali menutup pintu kamar itu. Ia tersenyum kecil melihat suaminya yang masih menangis sesegukan sembari menenggelamkan kepalanya di bantal.

Perlahan, Viana mendudukkan tubuhnya di atas kasur kemudian mengusap punggung suaminya. Sejenak tangisan Abimana terhenti, ia mendongak dan menatap istrinya.

"Sakit," rengek Abimana sembari menyodorkan tangannya yang baru selesai dijahit.

Viana mengusap punggung tangan itu bahkan tak ayal ia turut menciumnya. "Tidak apa-apa, nanti sakitnya juga hilang."

Viana menggeser posisi duduknya. Ia menyandar di kepala kasur kemudian menepuk pahanya pelan. "Sini tiduran di paha aku, biar aku turunin rasa sakitnya."

Dengan semangat Abimana bergeser dan merebahkan kepalanya di paha sang istri. Selanjutnya pria itu menelusupkan kepalanya di perut datar sang istri tak lupa pula ia meraih tangan ramping itu ke kepalanya.

"Elus-elus!" pinta Abimana.

Dengan senang hati Viana menurutinya. Ia dengan telaten mengelus rambut tebal sang suami hingga tak lama kemudian terdengar dengkuran tipis dari Abimana pertanda jika pria itu telah menyelam ke alam mimpi.

Perlahan Viana melepaskan tangannya kemudian memindahkan kepala sang suami pada bantal. Sekali lagi Viana tersenyum sembari mengelus kepala sang suami. Senyum miliknya semakin lebar ketika mengingat kelakuan suaminya yang mirip seperti anak kecil. Walau dirinya merasa malu, tapi tak dapat dipungkiri jika dia juga terhibur.

"Aduh, bayi aku lucu banget." Viana menunduk kemudian mengecup dalam dahi sang suami.

Jantungnya berdebar saat bibir lembutnya mengenai dahi keras sang suami. Viana tidak bodoh untuk menyadari jika dirinya sudah jatuh cinta. Jatuh cinta kepada tokoh fiksi yang realitanya sangat tidak masuk di akal.

Apakah Viana peduli dengan kenyataan itu? Tentu saja tidak! Lagi pula ia telah betah berada di dunia antah berantah ini bersama dengan suaminya. Ia berjanji akan menjadi cahaya untuk pria yang terlihat sedang terlelap itu.

"Selamat tidur suamiku, bayi besarku..." lirih Viana.

TBC.

Doube up nanti ya, tunggu aja jam 8 aku post.

Suami Gangguan Jiwa (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang