"Bodoh! Benar-benar bodoh!" Viana merutuki dirinya yang telah lalai. Ia lupa menyimpan buku harian itu ke dalam laci sehingga suaminya mengetahui rahasia yang ia sembunyikan.
Viana bukannya tidak mau memberitahu Abimana. Ia berencana ingin menyelesaikan segala masalah terlebih dahulu barulah ia akan memberitahu sang suami. Sekarang, dia harus berpikir, karena tujuannya benar-benar sudah berantakan.
"Jangan melamun Viana! Jawab pertanyaanku!"
Viana kembali tersadar. Ia menatap lurus ke arah Abimana. Bibirnya masih terkunci rapat, takut jika ia berkata sedikit saja bisa menyebabkan suasana semakin kacau.
"Tidak ingin menjawab?" Kembali suara Abimana terdengar tetapi Viana masih enggan menjawab. "Baiklah, jika itu maumu," lanjut Abimana.
Viana dapat dengan jelas melihat raut wajah kecewa pada Abimana. Bertepatan dengan itu, Abimana meraih ponselnya kemudian tangannya terlihat mengotak-atik ponsel itu. Setelahnya, Abimana tampak menempelkan benda pipih itu pada telinganya.
"Bereskan barang-barang Viana dari kamar. Bawa ke tempat semula," ujar Abimana seketika membuat Viana tersentak kaget. Ia buru-buru mendekati suaminya bersiap untuk bersimpuh di depan Abimana, tetapi pria itu tampak menghindar dengan menggeser kursi rodanya.
"A-Abimana, de-dengarkan aku dulu. Jangan memutuskan sesuatu sebelum semuanya sudah pasti," ucap Viana.
Abimana melempar buku harian tersebut. "Mendengarkanmu? Bukannya kamu sendiri yang tidak mau menjawab?" tanyanya sinis. Tanpa menunggu jawaban dari istrinya, ia menggerakkan kursi roda itu menjauhi kamar.
"Abi, bukan begitu," sangkal Viana. Tetapi Abimana justru mengabaikannya dan tetap menggerakkan kursi rodanya menjauhi sang istri.
Viana berusaha mengejar dan menahan suaminya dengan memegang pergelangan tangan pria itu, tetapi dengan cepat Abimana menyentaknya.
"Jangan menyentuhku!" sentaknya membuat tangan Viana hanya menggantung di udara.
"Abi..." lirih Viana yang masih diabaikan Abimana.
Tangan yang tadi menggantung perlahan terkepal. Viana menjadi kesal karena Abimana mengebaikannya. Ia menatap nyalang bahu lebar sang suami. "Abimana, kau tahu?" tanyanya membuat pemilik nama langsung menghentikan langkahnya. "Ini semua bukan kemauanku. Aku memang tidak memberitahumu, tapi bukan berarti aku tidak ingin," lanjut Viana.
Ia melangkah mendekati buku harian yang tadi suaminya lempar. Meraih dan perlahan mengusap buku tersebut. "Kau sudah membaca buku ini 'kan? Apa kamu tahu? Aku benar-benar frustrasi saat tiba di dunia ini. Aku cuma ingin mengakhiri hidupku dan justru masuk ke tubuh seorang gadis." Air mata Viana perlahan membalik, Abimana pun turut membalik tubuhnya dengan cara yang perlahan pula.
"Aku sendirian di dunia antah berantah ini dan aku, seorang gadis remaja berusia sembilan belas tahun harus mencoba kuat untuk tidak kembali mengakhiri hidupku. Mencoba menjalani hidup sebagai Viana dan memilih menikah denganmu dibandingkan dengan seorang pria yang dicintai oleh pemilik tubuh ini."
Mengusap air matanya sejenak, Viana mendongak, menatap suaminya yang tampak terdiam, mencoba memberinya ruang untuk bercerita. "Sialnya, entah dari mana rasa cinta untukmu tumbuh di hatiku. Aku yang pada awalnya tidak ingin peduli dengan sekitar, justru peduli padamu yang pada kala itu terlihat rapuh. Segala usaha aku kerahkan untuk membantumu sampai akhirnya aku berhasil mengungkap kejahatan Malia dan membuat wanita itu masuk penjara."
Jeda sejenak, Viana menghela napasnya yang terasa sesak. "Setelah semua terungkap, aku berpikir keras untuk mengungkapkan rahasia yang selama ini aku pendam. Tapi aku takut."
"Takut kenapa?" Abimana mencoba untuk bertanya agar istrinya tidak merasa diabaikan.
"Takut kamu tidak mempercayaiku. Namun, setelah beberapa lama aku berpikir, akhirnya aku memutuskan untuk mengungkapkannya padamu. Tapi, pertemuan tiba-tiba antara aku dengan Viana 'asli' yang mengatakan ada sesuatu yang berubah dan harus aku selesaikan sendiri, membuat aku menundanya sampai semua ini selesai..."
"Ternyata semua melenceng dari keinginanku. Kamu lebih dulu mengetahuinya dan justru tidak mau mendengarkan penjelasanku. Kamu bahkan tadi menepis tanganku yang hendak menyentuhmu." Viana menyentuh dadanya. "Kamu tahu? Di sini rasanya sakit. Sakit sekali. Orang yang aku cintai justru memperlakukan aku seperti itu."
Viana menjatuhkan lututnya membuat posisinya sekarang dalam keadaan berlutut. Selanjutnya hanya ada suara tangisan Viana yang terdengar menyayat hati. Gadis itu menunduk dalam dengan tubuh bergetar. Buku harian yang tadi ia pegang sudah kembali terjatuh.
Mata Viana dengan jelas menangkap sepasang kaki terbalut sepatu berhenti tepat di depannya. Ia tersentak saat tubuhnya tiba-tiba menerima pelukan hangat yang sedikit terganjal dengan lutut.
Gadis itu mendongak sehingga membuat netranya bertatapan langsung dengan Abimana yang juga menatapnya dengan tatapan lembut. Bibir tebal milik pria itu tampak tersungging senyum tipis. "Kamu tidak membenciku?" tanya Viana
Abimana menggeleng. "Maafkan aku. Maafkan aku karena telah menyakiti hatimu," bisiknya.
Air mata Viana semakin meluncur deras. Ia membalas pelukan hangat sang suami dengan tak kala erat. "Maafkan aku juga, ini salahku karena sejak awal tidak jujur padamu," katanya ditengah Isak tangis yang mendera.
"Sudah, jangan diulangi lagi. Kita suami istri jadi untuk ke depannya tolong jangan pernah menyembunyikan apapun dariku. Kita hadapi semua halau rintang yang menunggu di depan secara bersama-sama." Abimana mencium lembut dahi sang istri.
Viana memejamkan matanya, menikmati ciuman hangat tersebut. Bibirnya secara perlahan tersenyum tipis karena perlakuan romantis dari pria yang menjadi suaminya.
TBC.
Maaf telat, enggak pegang hp soalnya 😭
KAMU SEDANG MEMBACA
Suami Gangguan Jiwa (TERBIT)
FanfictionDiana Anggita Dwitama, gadis dengan kondisi tubuh sakit-sakitan bahkan untuk berjalan saja dia kesulitan. Kecewa pada diri sendiri ditambah dengan kedua orang tua serta saudaranya sudah tidak peduli lagi, Diana akhirnya memutuskan untuk mengakhiri s...