Bab 40.

48.3K 4.4K 106
                                    

1500 vote aku up next bab

Viana mematut penampilannya di depan cermin. Satu persatu alat rias wajah ia gunakan untuk mempercantik wajahnya. Tidak terlalu tebal, hanya riasan tipis tetapi terkesan menantang dengan bagian bibir ia berikan pewarna yang lebih terang dari warna bibir pada umumnya. Sedangkan Abimana sendiri telah siap dengan kemeja putih di tubuhnya. Tentu saja pria itu sedang terduduk di kursi rodanya.

Semenjak obat yang biasa Abimana konsumsi diketahui dapat membuat pria itu lumpuh permanen, Viana memerintahkan sang suami untuk tidak mengonsumsi obat itu lagi. Dan karena hal itu pula, Abimana yang biasanya bisa berjalan dengan bantuan obat, sudah tidak bisa lagi. Ia sudah benar-benar lumpuh.

Viana tersenyum samar, menatap penampilannya yang terbilang cukup 'berani' untuk tipe remaja yang baru beranjak dewasa sepertinya. Gadis itu menoleh ke arah sang suami dengan senyum yang berubah menjadi aneh. "Abi, kamu masih punya obat yang biasa kamu minum 'kan?"

Abi yang ditanya seperti itu mengernyit heran. Aneh sekali istrinya ini. Padahal kemarin gadis itu yang menitahkannya untuk berhenti meminum obat itu bahkan tak ayal juga menyuruhnya membuang obat tersebut. Tetapi karena tak mau ambil pusing, Abimana mengangguk pelan. "Masih ada."

"Mana? Berikan padaku!" titah Viana.

"Sebentar." Abimana memutar kursi rodanya menuju laci nakas. Ia membuka laci itu kemudian meraih satu kemasan kecil obat. Selanjutnya pria itu memberikan obat tersebut pada sang istri. "Ini, obatnya sisa sedikit karena beberapa obatnya sudah aku buang," ujarnya.

"Tidak apa-apa. Lagi pula sepertinya masih ada beberapa butir lagi di dalam sini," sahut Viana sembari menggoyang-goyangkan botol ditangannya.

"Tunggu, apa yang kamu rencanakan?"

"Lihat saja nanti, Abi. Aku yakin kamu akan terkesan," ucap Viana santai.

"Baiklah, tapi ingat jangan aneh-aneh, Sayang," peringat Abimana.

"Aman Pak Suami. Tenang saja."

~o0o~

Mobil mewah perlahan terparkir di halaman mansion milik Abimana. Sepasang suami istri yang menjadi tuan dan nyonya dari mansion itu tampak sedang menunggu di teras dengan Viana yang tersenyum manis dan Abimana yang hanya menampilkan raut wajah datar.

Terlihat dua orang pria dan satu orang wanita turun dari mobil itu. Dari tiga orang itu, sepasang pria dan wanitanya adalah Arion dan Malia--orang tua Abimana--sedangkan satu orang lainnya adalah seorang pria yang tampak seumuran dengan Abimana.

"Apa dia adikmu?" bisik Viana tetapi masih mempertahankan senyum manis di wajahnya.

"Benar, dia anaknya wanita tua itu. Adik tiriku," ucap Abimana.

"Tampan sekali adikmu. Pasti dulu ayahnya juga tampan," celetuk Viana masih dengan suara berbisik.

Abimana jadi merasa kesal kala istrinya memuji seorang pria selain dirinya. Apalagi itu adik tirinya, yang notabenenya adalah orang yang ia tidak sukai. Memang Adiknya itu tidak bersalah tetapi tetap saja pria itu adalah anak dari wanita yang ia benci.

"Siapa namanya?" tanya Viana lagi.

"Kenapa? Kamu mau selingkuh?" tuduh Abimana yang matanya sudah menajam, menatap adiknya seolah ingin menguliti lewat tatapannya.

Sedangkan Viana hanya memutar bola matanya kesal. Jika tidak sedang bermain peran sebagai menantu yang baik, sudah pasti telapak tangannya sudah melayang di kepala sang suami seperti yang ia lakukan di klinik mata tempo hari. "Aku hanya bertanya, Abi."

"Ya, aku percaya. Namanya Elio," ungkap Abimana.

Viana mengangguk pelan. Ia mengamati langkah pemuda yang sedang berjalan ke arah mereka berdua. Bukan hanya pemuda itu, Arion dan Malia pun juga berjalan menuju mereka.

"Elio ya?" Viana menyeringai menatap wajah yang terlihat sangat terpaksa itu. "Sepertinya aku mendapat pendukung baru," lanjutnya.

Ketiga orang itu akhirnya menapaki kakinya di teras rumah. Viana tersenyum manis yang dibalas oleh Malia dengan senyuman tak kalah manis.

"Selamat malam, Ibu," sapa Viana.

"Menantuku." Nyonya Malia mendekat kemudian bercipika-cipiki dengan Viana. "Selamat malam juga sayang."

"Ayo masuk, Ibu. Kami sudah menyiapkan jamuan spesial untuk kalian," ujar Viana.

Gadis itu mendorong kursi roda suaminya masuk ke dalam rumah sekaligus menuntun ketiga orang yang berstatus sebagai tamu itu masuk. Viana terus menuntun mereka hingga tiba di ruang makan. Selanjutnya Viana dan Abimana mengambil posisi duduk diikuti oleh tiga orang lainnya.

"Silakan dinikmati makanannya, ibu, ayah, dan..." Viana menetap Elio dengan senyum aneh. "Elio."

Tanpa menyadari senyum aneh tersebut, Elio, Malia dan Arion mulai menyantap makanan mereka disusul oleh Viana. Gadis itu hanya memakan sedikit makanannya karena fokusnya lebih terarah pada Malia.

Malia yang menyadari tatapan itu mengernyit bingung. "Ada apa? Ada yang salah."

Viana menggeleng. "Tidak ada. Aku hanya ingin menanyakan sesuatu."

"Apa itu? Tanyakan saja, Sayang," ucap Malia.

"Em, ini tentang obat yang dikonsumsi suamiku. Apakah obat itu boleh dikonsumsi oleh orang yang tidak mengalami masalah atau gangguan seperti suamiku?"

Wajah wanita paru baya yang semula tenang tampak sedikit gelisah. Ia dengan ragu-ragu menganggukkan kepalanya. "Boleh, Sayang. Kenapa kamu menanyakan hal tersebut? Kamu tidak sengaja meminumnya?" tanya Malia. Entah kenapa memikirkan 'menantunya' tidak sengaja meminum obat milik Abimana membuat Malia senang.

Viana menggeleng. "Tidak Ibu."

Kesenangan itu terpatahkan oleh ungkapan Viana. Malia kembali fokus menatap menantunya. "Lalu? Kenapa menanyakan hal tersebut?"

"Sepertinya..." Viana menunduk, seolah merasa bersalah padahal diam-diam gadis itu menyeringai. Ia kembali mengangkat kepalanya. "Piring milik Ibu dan milik suamiku tertukar, makanya aku menanyakan hal itu karena Ibu telah memakan makanan yang di dalamnya aku berikan obat yang biasa dikonsumsi suamiku," lanjutnya tersenyum kecil.

Malia yang mendengar ucapan dari menantunya menjadi tersedak. Ia buru-buru meminum air dengan mata memerah. Setelah air dalam gelas habis, Malia memelototi menantunya.

"Maaf Ibu. Tapi tenang saja. Ibu juga akan semakin sehat karena aku memasukkan dosis yang lumayan tinggi sesuai anjuran dokter," ucap Viana membuat Malia benar-benar naik darah.

TBC.

Weh, maaf baru up. Sesuai yang udah aku bilang di grub WA kalo aku ada acara kemah di sekolah.

Seru sih kemahnya tapi cape banget karena kekurangan air dan makanan. Saran aku kalo kalian ada kemah, siapin matang2 alat2nya.

Tau ga kemarin waktu kemah aku mandi lumpur loh,  kayak merayap di lumpur gitu. Habis itu mandi sungai buat bersihin lumpurnya.

Seru sih.

Suami Gangguan Jiwa (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang