Episode 22🌻

5 0 0
                                    

"Gimana sama Arta?" tanya Lora pada Rinai yang kini tengah membaca buku di taman sekolah.
Sudah lima menit berlalu sejak bel istirahat berbunyi, namun Rinai belum membuka suaranya sejak tadi. Hal yang membuat Lora sedikit bingung dengan tingkah Rinai. meski dia tahu, penyebab nya pasti Arta.
Rinai menghela napas pelan ketika mendengar pertanyaan Lora, pandangan nya beralih memandang kearah sahabatnya itu.

"Gak tahu, Ra. Gak gimana-gimana," jawabnya singkat.
Lora yang mendengar hal tersebut mendengus pelan, "Kenapa lagi dia?"

"Gak kenapa-napa, aku nya aja yang terlalu cepet sama perasaanku sendiri," ucap Rinai.
Lora mengalihkan pandangan nya dari Rinai, wajahnya terlihat sedikit kesal dengan pernyataan Rinai.

"Jangan nyalahin diri lo sendiri, emang Arta nya aja yang brengsek," ucap Lora.

Rinai melihat wajah Lora yang kini tengah menatap lapangan sekolah yang begitu panas. "Kenapa lagi emang dia?" Tanya Lora.

Rinai terdiam beberapa saat sebelum akhirnya menceritakan perihal kemarin Arta tidak bisa menepati janjinya untuk pergi ke toko buku bersama. Padahal Arta sudah mengatakan bahwa dia bisa pergi hari itu, tapi nyatanya seharian kemarin Arta justru tidak ada kabar.

Dan setelah mendengar cerita Rinai, Lora benar-benar terlihat kesal.

"Sumpah, maunya apa sih tuh orang," ucapnya dengan nada kesal.

"Dia gak salah, Ra. Dari awal emang aku nya yang berharap banyak sama dia," jelas Rinai.

Lora mendengus pelan, "Setidaknya kalo emang gak bisa ya bilang gak bisa, bukannya malah janji-janji kaya gini, muak gue dengernya,"

"Ra," panggil Rinai.

Lora menoleh kearah Rinai seraya menaikkan alisnya.

Rinai menghela napasnya pelan sebelum akhirnya kembali mengeluarkan suara, "Jangan benci Arta, ya, Ra," pinta Rinai.

"Kenapa gue gak boleh benci dia?" tanya Lora heran.

"Jangan, Ra. Jangan benci apa yang lagi aku perjuangin, ya," jelas Rinai.

Lora menatap Rinai lama. Benar-benar heran dengan teman nya itu. 'Gue juga gak bakal bisa benci sama sepupu gue sendiri, Rin' ucap nya dalam hati.

"Iya, gak bakal gue benci dia untuk sejauh ini. Tapi kalo dia masih brengsek kaya gini sama lo ya jangan salahin gue gimana nanti gue ke dia," jelas Lora.

Rinai hanya menganggukkan kepalanya pelan. Mengerti bahwa dia tidak bisa mengendalikan perasaan orang lain, termasuk dirinya sendiri.

***

Sorenya, Rinai berjalan menyusuri jalan raya yang begitu ramai dengan manusia dan segala kesibukannya. Kebiasaan yang disukai Rinai ketika pikiran nya sedang tidak baik-baik saja. Rinai paling suka menatap jalanan kota dengan keramaian-keramaian nya. Rinai senang menatap sekelilingnya yang ramai. Rinai senang membersamai keramaian pikiran nya dengan semua kebisingan yang ada di kepalanya.

Sampai akhirnya, Rinai berhenti disebuah halte yang sering dia datangi ketika pikiran nya sedang kacau. Halte yang sudah lumayan dekat dengan Perumahan rumahnya. Halte tempat pertama kali dirinya bertemu dengan Arta. Ah, lagi-lagi soal Arta. Sekarang hidup nya selalu berkaitan dengan Arta. Selalu ingin ada Arta di dalamnya.

Hingga tiba-tiba, seseorang datang mendekati Rinai yang sedang melamun di halte. Seseorang itu ikut duduk disamping Rinai. Membuat Rinai sontak menoleh kesampingnya, dan mendapati Arta yang kini tersenyum kepadanya. Rinai terkejut karena kehadiran Arta yang tiba-tiba saja duduk disampingnya.

RUMIT (ARTANAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang