Episode 39🌻

7 1 1
                                    

HAPPY READING GUYS🤩

"Lo boleh jatuh cinta dalam bentuk apapun, tapi jangan sampe lupa buat cinta sama diri sendiri, Nai."-Regan-

Beberapa hari ini Rinai sedikit merasa kepikiran dengan obrolannya dengan Arta sore itu. Perihal kebahagiaan dan beberapa maksud didalamnya. Arta yang sempat mengatakan bahwa bahagia, harus punya alasan yang bisa membuat kita bahagia. Dan Arta jelas bahagia dengan Rinai, begitupun sebaliknya. Namun, definisi dan maksud kebahagiaan mereka justru berbeda. Hal itu tidak dapat dipungkiri, bahwa hati Rinai, lagi-lagi harus sakit mendengarnya.

"Bengong aja lo." Suara Regan tiba-tiba saja terdengar dan menyadarkan Rinai dari lamunannya.

Regan duduk disamping Rinai yang tengah menikmati pemandangan langit malam yang selalu indah di mata Rinai. Kebiasaan Rinai ketika malam hari adalah duduk didepan rumah sambil terdiam memandang langit.

Rinai sangat menyukai bintang. Baginya, meski terkadang kehadiran bintang seringkali diabaikan oleh makhluk bumi karena terlalu jarang hadir, tapi tampilannya selalu indah. Meski keberadaanya terlampau jauh, tetapi selalu berhasil membawa ketenangan. Rinai selalu suka bintang. Namun, bukan berarti dia membenci bulan. Dia pun senang dengan bulan, karena rembulan selalu berhasil memberikan cahaya dari gelapnya malam. Malam memang terlalu gelap dan sunyi tanpa kehadiran bulan. Dan memang, taburan bintang selalu menjadi penghiasnya.

Meski begitu, Rinai tidak menganggap bintang sebagai hiasan semata. Rinai selalu menganggap bahwa bintang adalah teman sekaligus hidupnya. Rinai dan kejoranya. Begitulah julukan Rinai untuk dirinya sendiri.

"Jangan kebiasaan bengong malem-malem disini." Lagi-lagi, suara Regan kembali terdengar.

Rinai menoleh kearah Regan, "Gak bengong. Orang cuma liatin bintang," ucapnya seraya kembali menatap langit.

"Nai." Panggil Regan. Rinai menoleh. Tanpa mengeluarkan suara, dia hanya menaikkan sebelah alisnya.

"Lo kalo lagi ngeliat langit gini, apa yang ada di pikiran lo?" Tanya Regan.

Sesaat Rinai terdiam. Kemudian kembali mengalihkan pandangannya ke langit. "Gak ada pikiran apa-apa, kosong aja. Tenang gitu."

"Gak ada yang lo pikirin sama sekali?"

Rinai mengangguk pelan. "Iya, paling Nai cuma mikir, pasti di sana ada kehidupan yang jauh lebih indah. Dan pasti, pemandangannya akan jauh lebih menakjubkan." Rinai terus memandangi langit sambil membayangkan, bahwa disana, ada kehidupan yang selama ini tidak pernah dia lihat dan temui.

Regan terdiam dan hanya menganggukkan kepalanya pelan. "Tapi itu dulu. Sekarang kepala Rinai sering berisik." Regan kembali menatap Rinai setelah mendengar ucapan adiknya barusan.

"Berisik? Sejak kapan?" Tanyanya dengan penasaran.

Rinai menghela napasnya dengan pelan, "Sejak Rinai berantem sama Nilam, berantem sama Abang."

Regan terdiam. Dalam hati dia merasa bersalah karena membuat adik kecilnya itu merasa tidak nyaman dengan pikirannya sendiri.

"Tapi itu dulu, setahun yang lalu. Setelah Rinai damai sama semuanya, Nai kira bakal tenang dan gak berisik lagi. Tapi Nai salah, isi pikiran Nai tetep berisik. Dan itu setelah kenal Arta."
Lanjut nya.

Kini Rinai mengalihkan pandangannya dari langit. Dia tatap wajah kakak lelaki yang selalu berusaha membuatnya bahagia. Kakak lelaki yang selalu memberikan bahagia tanpa kecuali. Kakak lelaki yang selalu mengedepankan adiknya ketimbang dirinya sendiri. "Bang, Nai tau Arta rumit. Dan Nai juga tau yang bikin dia rumit karena isi kepalanya sendiri. Tapi Nai juga punya kepala, dan isi kepala Nai juga berisik."

"Nai kangen diri Nai yang dulu. Yang ketika ngeliat langit ya cuma mandang aja. Selalu menghayal, bahwa pasti ada kehidupan lain disana. Tapi setelah kenal Arta, Rinai gak bisa ngebayangin keindahan langit lagi. Rinai gak nyalahin Arta, tapi sikap Arta yang bikin isi kepala Nai berisik. Perasaan Nai yang bikin isi kepala Nai jadi ruwet."

Regan lagi-lagi hanya terdiam. Bukan mengabaikan ucapan Rinai. Tetapi dia memberikan ruang untuk adiknya mengeluarkan keluh kesahnya. Regan tahu, selama ini Rinai selalu ingin terlihat kuat demi menjaga perasaannya sendiri untuk Arta. Rinai selalu ingin terlihat baik-baik saja dalam mencintai Arta. Dia hanya ingin orang-orang tahu, meski jatuh cinta sendirian, namun tetap menyenangkan. Padahal, kenyataannya tidak melulu semenyenangkan itu.

Dan Regan mengetahui semuanya.

"Kadang tuh Nai mikir Bang, apa mungkin Nai seenggak layak itu ya untuk dicintai Arta? Apa yang kurang yaa dari diri Nai? Sebenarnya yang kaya gimana yang Arta cari?" Rinai kembali berucap. Dia biarkan dirinya mengeluarkan apa yang selama ini membuat dirinya sesak. Membuat dirinya bertanya-tanya.

"Lo layak, lo selalu layak. Lo gak kekurangan apapun. Lo punya banyak hal. Please, diantara banyaknya luka atas perasaan lo terhadap Arta, jangan sampe lo ngerasa gak pantes atau gak layak. Gue gak suka. Adek gue selalu layak." Kali ini, Regan berbicara. Tidak, dia tidak akan  membiarkan adik perempuannya merasa tidak pantas. Tidak boleh ada yang merasa tidak pantas di dunia ini. Semua layak dan semua pantas.

"Atau mungkin, sebenernya hati Arta sudah ada nama orang lain, Bang?" Rinai tidak menghiraukan ucapan Regan barusan. Yang dia lakukan justru kembali bertanya. Kini Rinai menatap Regan dengan tatapan sendu.

Regan mengalihkan pandangannya. Dia tahu, namun dia tidak sanggup melihat wajah adiknya. Dia tidak ingin adiknya merasa sakit. Namun, kali ini dia pun bingung. Dia tidak tahu harus bagaimana. Karena satu sisi Rinai adiknya, yang tanpa sengaja jatuh cinta pada seorang lelaki. Dan di sisi lain, lelaki itu adalah Arta, teman dekatnya. Bahkan sahabat dekatnya. Regan benar- benar bingung. Dia ingin memaki Arta sebenarnya, namun dia tidak ingin membuat Rinai semakin sakit hati karena ulahnya. Karena meski banyak sakitnya, bahagia Rinai juga terletak pada Arta. Meski banyak luka pada diri Arta, Rinai juga tetap ingin membersamainya.

"Lo gak perlu mikirin sampe sana. gak perlu sampe mikir siapa yang sekarang ada di hati Arta. Karena hal itu bakal menyulitkan perasaan lo, dan juga pertemanan kalian kedepannya." Regan berusaha menjelaskan dengan hati-hati. Tidak ingin menyinggung perasaan Rinai yang saat ini sedang bingung pastinya.

"Lagi pula, lo yang bilang sendiri waktu itu, kalo perasaan lo ya tanggung jawab lo. Jadi bisa kan adik gue yang cantik ini gak perlu mikir sampe kesana?" Rinai mengangguk pelan mendengar ucapan Regan. Dalam hati dia membenarkan ucapan kakak lelakinya itu. 

Regan benar, ini semua tentang perasaannya. Rasanya akan sangat tidak adil bagi Arta jika harus melibatkan lelaki itu soal perasaan Rinai yang jatuh cinta sendirian.

"Gue yakin, Dek, suatu hari ini lo bakal nemuin cinta yang tulus ke lo. Cinta yang selalu mengedepankan kebahagiaan lo. Tugas lo sekarang buat fokus sama diri lo sendiri, buat masa depan lo dengan baik. Lo boleh jatuh cinta dalam bentuk apapun, tapi jangan sampe lupa buat cinta sama diri lo sendiri."

Rinai tersenyum. Seketika hatinya menghangat mendengar ucapan Regan yang menyentuh hatinya. 'Ah, sehangat ini ternyata punya Regan.' Batin Rinai.

GIMANA EPISODE KALI INI??
SEMOGA KALIAN SUKAK YAA
JANGAN LUPA KASIH VOTE DAN KOMEN YAKK

RUMIT (ARTANAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang