Episode 7🌻

21 1 0
                                    

"Rinai, bunda boleh masuk, Nak?" tanya Arin yang kini tengah berdiri didepan pintu kamar Rinai. Sejak malam, Rinai belum keluar dari kamarnya. Bahkan Rinai tidak pergi ke sekolah hari ini. Arin sudah sangat paham dengan Rinai, jika hal buruk sedang terjadi pada putri bungsunya, maka akan ada dua hal yang akan dilakukan oleh Rinai. Pergi atau bahkan tidak keluar kamar sama sekali. Dua-duanya adalah hal yang mengkhawatirkan bagi Arin.

Tidak ada jawaban dari balik kamar Rinai, maka Arin pun membuka pintu kamar yang tidak terkunci dengan pelan. Ketika masuk, Arin melihat Putrinya yang masih tertidur pulas diatas kasur. Arin hanya tersenyum kecil. Wanita paruh baya itu membiarkan putrinya tidur tanpa niat untuk membangunkannya meski hari itu dia harus pergi sekolah. Arin benar-benar memberikan Rinai waktu untuk putrinya sejak kejadian tadi malam. Arin pun kembali menutup pintu kamar Rinai dan beranjak keluar. Tak lama kemudian, Rinai membuka matanya. Ternyata sejak tadi dia sudah bangun. Namun, entah kenapa pagi ini dia masih enggan bertemu siapapun, termasuk Arin, Sang bunda.

Rinai beranjak dari kasurnya. Dia hanya diam menatap sekeliling kamarnya. Rinai merindukan ayahnya. Saat ini, Rendi sedang bertugas diluar kota, sudah sebulan yang lalu pria itu pergi. Rinai ingin bertemu Ayahnya. Rinai juga merindukan Regan. Tapi dia rindu Regan yang dulu sebelum Regan satu tahun yang lalu. Dia rindu bermain bersama Regan. Tapi rasa kecewanya menutup hati Rinai untuk mengakui bahwa Rinai benar-benar ingin Regan kembali kerumah ini. Hatinya kembali sakit mengingat hari itu. Hari dimana Rinai kehilangan banyak hal dalam hidupnya. Sampai tiba-tiba terdengar notifikasi masuk dari ponsel Rinai yang tergeletak di atas nakas tempat tidurnya. Dengan segera Rinai melihat siapa yang mengirimkannya pesan sepagi ini. Dia melihat nama di layar ponselnya dan ternyata Arta. Rinai seketika ingat bahwa dia punya janji dengan Arta hari ini untuk pergi ke toko buku.

"Nai"

"Iya, Ta?"

"Lo gak masuk hari ini?"

Rinai terdiam menatap layar ponselnya. Bingung bagaimana Arta bisa tahu hari ini Rinai tidak pergi sekolah. Secara mereka tidak pernah bertemu ketika di sekolah.

"Aku masuk kok"

"Gue bukan guru, Nai. Gak perlu bohong"

"Iih. Iya aku dirumah"

"Nai sakit?"

Rinai kembali terdiam. Hatinya sedikit menghangat melihat pertanyaan Arta yang sangat sederhana namun ternyata mampu membuat Rinai tersenyum kecil. Dengan segera dia membalas pesan Arta.

"Engga kok. Aku gak papa"

"Serius? Kita udah janji lho hari ini. Lo gak lupa kan?"

"Serius, ta. Aku gak papa

Aku inget kok kita mau ke toko buku hari ini"

"Gue jemput nanti sore ya, Nai. Setelah pulang sekolah"

"Iya, Ta."

"Istirahat, Nai. Nanti kita jajan permen kapas yang banyak"

"Siap, Arta."


Senyum Rinai mengembang. Membayangkan hari ini akan jauh lebih indah dari hari kemarin. Sejenak dia melupakan kejadian tadi malam. Aku harus makan permen kapas yang banyak nanti, ucap batinnya.

Sore pun tiba. Arta telah menunggunya di ruang tamu rumah Rinai sejak lima menit yang lalu. Bertemu dengan Arin yang kini tengah menemani Arta yang sedang menunggu Rinai yang tengah bersiap-siap di kamar. Hingga tak lama kemudian, Rinai keluar dari kamarnya dan berjalan sambil tersenyum kecil. Rambutnya dia dibiarkan terurai sampai pinggang. Cantik, puji Arta dalam hati saat melihat Rinai turun dari tangga menghampiri Arta dan Arin. Arin tersenyum melihat putri bungsunya yang terlihat sangat cantik. Rinai berjalan pelan menghampiri Arta dan Arin, kemudian pamit pada Arin untuk keluar. Begitupun dengan Arta yang ikut pamit membawa Rinai pergi. Mereka pun pergi dengan mengendarai sepeda motor vespa berwarna hijau tua miliki Arta.

RUMIT (ARTANAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang