Episode 13

8 0 0
                                    

Halooo..... gimana episode sebelumnya?? seru kaannn??

Selamat membaca ya, selamat menyelami kisah Rinai dan tokoh-tokoh baik didalamnya....

"Berdamai, adalah bagian paling menenangkan dalam sebuah perjalanan hidup"
-Rinai-

Hari ini, Rinai kembali ke sebuah rumah yang beberapa minggu lalu dia datangi. Rumah yang akan selalu menjadi saksi perjalanan Rinai dari kecil. Yang tidak akan Rinai lupakan sampai kapanpun. Rinai berdiri didepan pintu, sambil terus berusaha menenangkan hatinya yang tiba-tiba berdegup kencang. Tak lama kemudian, keluar seorang perempuan yang ternyata adalah Nilam, sahabat kecil Rinai. Rinai berusaha tersenyum sebaik mungkin untuk menghilangkan kecanggungan diantara keduanya. Sementara Nilam, hanya menatap Rinai datar tanpa ekspresi.

"Hai, Nilam," sapa Rinai

"Mau ngapain?" tanya Nilam datar tanpa menjawab sapaan Rinai.

Rinai masih berusaha tersenyum mendengar pertanyaan Nilam, "Main, yuk. Kemarin aku beli mainan baru buat kita main." jawabnya seraya menunjukkan sebuah mainan barbie yang sejak kecil selalu menjadi mainan favorit keduanya.

Nilam hanya menatap datar mainan yang berada di genggaman Rinai, "Aku sibuk," ucapnya.

Rinai kembali terdiam. Namun, beberapa detik kemudian dia kembali tersenyum, "Yaudah kalo kamu sibuk, ini buat kamu aja, kita main nya kapan-kapan."

Nilam tidak menerima pemberian Rinai. Lagi-lagi, dia hanya terdiam menatap Rinai dengan datar. Hal itu membuat hati Rinai mencelos. Dia paham, tidak mudah bagi Nilam untuk menerima semuanya. Rinai hanya ingin mengembalikan teman lamanya yang sudah setahun ini menjauhinya. Rinai hanya ingin berdamai dengan semuanya.

"Bawa balik aja, gue udah gak perlu mainan kaya gini. Udah bukan anak kecil lagi," ucapnya telak.

Rinai terdiam, "Sampe kapan, Lam, kamu menghindar?" tanya Rinai.

"Gue menghindar? Bukannya harus, ya? Lo sama abang kesayangan lo udah ngehancurin hidup gue, jadi salah kalo gue lepas lo dari pertemanan sia-sia ini?" ucap Nilam sarkas.

"Tapi semuanya salah paham, Lam. Aku bener-bener gak tau masalah kamu sama Regan. Aku kesini buat nyelesein masalah kita." jelas Rinai.

"Terus menurut lo gue peduli? Lo tuh sama kaya abang lo, sama-sama munafik, Rin. Gue gak yakin lo sama sekali gak tau apa yang udah abang lo lakuin ke gue." tutur Nilam dengan nada yang cukup tinggi.

Rinai terkejut mendengar ucapan Nilam. Tidak pernah sebelumnya Nilam berbicara seperti ini padanya. Rinai pun bingung bagaimana dia harus menyelesaikan permasalahannya dengan Nilam.

"Lo pergi deh, Nai. Gue males ngomong sama lo lagi," ucap Nilam yang membuat hati Rinai semakin sedih mendengarnya.

"Dengerin penjelasan aku dulu, Lam. Setelah ini kamu mau benci aku terserah. Aku cuma gak mau kamu semakin salah paham sama aku. Aku bener-bener gak mau ikut campur sama permasalahan kamu dan Regan, aku gak peduli. Aku cuma mau memperbaiki masalah kita." Rinai menjelaskan dan berusaha untuk tetap tenang meskipun sebenarnya sejak tadi sudah menahan air matanya agar tidak keluar.

Nilam masih terdiam, dalam hatinya juga ingin kembali seperti dulu. Karena sebenarnya, dia pun merindukan sahabat yang sejak kecil selalu bersamanya. Sahabat yang selalu menemaninya ketika Nilam kesepian karena orang tuanya yang sibuk dengan pekerjaannya. Nilam merindukan sosok Rinai, namun banyak hal yang membuat Nilam kecewa, yang membuat Nilam tidak bisa kembali seperti dulu lagi.

"Cepet, gue sibuk," ucap Nilam datar.

Rinai tersenyum singkat mendengar jawaban Nilam. Nilam pun duduk disebuah kursi yang ada di teras rumahnya. Dan Rinai pun mengikuti langkah Nilam dan duduk disamping Nilam.

Rinai kembali membuka suara, "Setahun cepet, ya, Lam,"

"Langsung aja gak usah basa basi, dibilang gue sibuk." jawab Nilam masih dengan nada yang datar.

Rinai menghela napasnya pelan, "Maaf, setahun yang lalu mungkin rasanya udah terlalu basi untuk aku minta maaf."

Nilam masih terdiam, memberikan Rinai kesempatan untuk berbicara terlebih dahulu.

"Tapi satu hal yang harus kamu tau, Lam. Aku gak pernah mau rebut kebahagiaan kamu. Aku gak pernah ada niatan buat kamu cemburu karena aku pernah deket sama Harsa dan seolah-olah aku lupain kamu sebagai sahabat. Aku gak pernah mau buat kamu cemburu karena orang tua kamu yang keliatan lebih sayang ke aku dibanding kamu," mata Rinai mulai berkaca-kaca, sedangkan Nilam masih terdiam dengan tatapan datar mengarah pada tanaman yang ada didepan rumahnya.

"Maaf, mungkin aku banyak ngerebut kebahagiaan kamu. Tapi kamu harus tau, Lam. Orang tua kamu gak pernah ada maksud buat lebih sayang ke aku dibanding kamu. Orang tua kamu tetap orang tua yang kasih sayang nya gak akan pernah digantikan oleh apapun dan siapapun. Mereka gak pernah berenti sayang sama kamu," lanjut Rinai.

Kali ini, Nilam mulai berkaca-kaca ketika mendengar ucapan Rinai mengenai orang tuanya. Bayangannya kembali mengingat tentang orang tua nya yang kini sudah tidak bisa lagi bersamanya.

"Harsa mungkin bagian paling menyakitkan dari permasalahan kita. Tapi sebenarnya, Harsa cuma anak pindahan yang nyoba buat main sama kita. Dan pada saat itu aku berusaha buat terima dia di antara kita. Tanpa aku tahu, bahwa ternyata justru kamu gak mau dia ada di antara kita. Maaf lagi-lagi aku gak tahu kalo kamu sesakit itu," Rinai menghela napasnya kasar, mengingat teman baiknya yang ada di perumahan ini. Teman baik yang tidak diterima baik oleh Nilam hanya karena menurut Nilam, Harsa hanya mengganggu pertemanannya dengan Rinai.

"Maaf, banyak rasa sakit yang mungkin kamu rasain setahun belakangan ini. Tapi kamu harus tau, Lam, kalo aku kangen kamu. Mungkin sekarang aku punya teman baru, tapi sosok kamu sebagai sahabat aku, akan jadi perjalanan paling menyenangkan sejak aku kecil." Lanjutnya.

Rinai pun terdiam setelah berusaha menjelaskan semua kesalah pahaman ini. Mencoba untuk menerima apapun respon yang akan Nilam berikan untuknya. Kali ini, dia tidak ingin menuntut untuk semuanya kembali seperti dulu lagi. Mungkin, ada beberapa hal yang tidak bisa dikembalikan seperti sedia kala, dan Rinai akan mencoba menerimanya.

Hingga tiba-tiba, Nilam pun bersuara, "Makasih penjelasannya," matanya mulai berkaca-kaca, "Maaf karena gue gak berusaha ngerti selama ini."

Rinai yang mendengar ucapan Nilam pun terkejut. Apakah Nilam mau memaafkannya dan berdamai dengan semuanya?. "Nilam, kamu?"

"Iya, maaf, Kalo gue minta buat jadi temen lo lagi, lo masih mau?" tanya Nilam pelan.

Rinai sontak tersenyum mendengarnya, "Kamu tetep temen aku, Lam. Mau sampai kapan pun, kita cuma perlu memperbaiki apa yang seharusnya diperbaiki," ucapnya sambil tersenyum manis.

Nilam pun segera beranjak dari duduknya dan memeluk Rinai dengan erat, yang dibalas dengan Rinai dengan pelukan yang tak kalah erat. Dalam hati Rinai sangat bersyukur karena akhirnya dia bisa menyelesaikan masalahnya dengan sahabat kecilnya meski mungkin beberapa hal belum terselesaikan. Tapi setidaknya, masalah pribadi nya dengan Nilam saat ini sudah selesai.

Dan pada akhirnya, mereka memutuskan untuk kembali seperti sedia kala. Menjadi sahabat kecil yang bahagia. Meski perlu waktu untuk sembuh, namun pada akhirnya menerima akan tetap ada seiring dengan berjalannya waktu.

Karena untuk bisa berdamai, kadang memang menjadi perihal yang sulit. Namun, damai adalah bagian paling menenangkan dalam menjalani sebuah perjalanan hidup.

 Namun, damai adalah bagian paling menenangkan dalam menjalani sebuah perjalanan hidup

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
RUMIT (ARTANAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang