Episode 35🌻

9 1 2
                                    

"Hey, aku cuma kecewa, bukan menghentikan rasa"
-Rinai-

Rinai tediam menatap ponsel nya yang tengah menampilkan sebuah pesan dari Arta. Ingin sekali dia membalas pesan Arta, tapi hatinya masih kecewa ketika mengingat hari itu.

Mungkin terdengar berlebihan, tapi, entah kenapa memang itulah yang saat ini dia rasakan. Rinai sudah berusaha untuk melupakan dan memaafkan, tapi hati nya tidak bisa berbohong bahwa yang dirasakan memang sekecewa itu.

"Gak usah di bales," terdengar suara celetukan Lora dari arah belakang Rinai duduk. Rinai tersadar dan segera meletakkan ponsel nya keatas meja. Entah sejak kapan Lora berada di kelas Rinai. Yang jelas, perempuan itu kini tengah duduk di samping nya dengan wajah yang kesal.

"Kamu dari kapan disini, Ra?" Rinai menatap teman baik nya itu dengan bingung.

Lora mengedikkan bahunya, "Baru aja."

"Arta ngapain ngechat lo?" Tanya Lora dengan nada yang ketus.

Rinai menghela napasnya pelan, "Ngajak aku ketemu."

"Lo mau?" Rinai menggeleng pelan. 

Lora mendengus sebal. Benar-benar tidak habis dengan jalan pikiran sepupu nya itu. Muak sekali rasanya. Namun, memang benar, mungkin dia bisa menghentikan Arta, tapi tidak bisa mengendalikan perasaan Rinai. Lora tidak bisa melakukan apapun saat ini. Lagi pula, hal ini bukan bagian urusan nya.

"Ra, perasaan ku masih utuh buat Arta kok. Aku cuma kecewa karena kejadian hari itu, sisa nya gak papa." Jelas Rinai. 

Lora mengangguk paham, berusaha memahami ucapan Rinai. Karena mau bagaimana pun, lagi-lagi dia tidak bisa mengendalikan perasaan Rinai begitu saja. Urusan perasaan, tidak ada yang bisa pegang kendalinya, termasuk diri mereka sendiri.

Rinai menatap Lora dengan senyuman tipis di wajahnya. "Ra, setelah ini, masih mungkin gak ya?" Raut wajah nya berubah sendu. Pertanyaan yang akhir-akhir ini mengganggu pikiran Rinai. Melihat bagaimana dengan gampang nya Arta meninggalkan Rinai di jalan, membuatnya berpikir bahwa mungkin dirinya tidak sepenting itu di hidup Arta.

"Gue gak mau ngasih ucapan yang bikin lo berharap. Lo cukup jalanin aja semuanya tanpa perlu memaksakan apapun. Kalo semesta kasih izin, semesta pasti bakal kasih Arta ke lo." Jelas Lora dengan santai nya.

Rinai mengangguk pelan, "Kalo enggak?"

"Kalo enggak, mau gak mau lo harus lepas."

***

Sorenya, sepulang Rinai dari sekolahnya, ketika kakinya baru saja memasuki pekarangan rumahnya, terdapat sosok yang selalu menjadi pusat pikiran nya. Iya, Arta berada disana. Sambil bersender di jendela rumah Rinai.

Rinai terkejut, dengan langkah yang cepat, dia berjalan mendekati Arta. "Kamu ngapain disini?"

Sontak Arta mendongakkan kepalanya, "Baru pulang sekolah? Kok lama?"

"Iya, kan aku udah bilang ke kamu di chat kalo aku ke perpus dulu sama Lora." Jawab Rinai dengan pelan. Pandangan nya dia alihkan ke tanaman yang berada di depan rumah nya.

Pandangan Arta lurus tepat sekali menatap ke arah Rinai yang justru memalingkan wajahnya. "Nai, lo beneran malem ini mau pergi sama Regan?"

"Ngapain aku bohong? Buat ngehindar dari kamu? Enggak mungkin, Ta." Ujar Rinai.

Arta yang mendengar hal tersebut menghela napasnya kasar, "Tapi cara bicara lo dari di chat sampe sekarang emang kaya lagi ngehindar, Nai."

"Kalo emang iya aku ngehindar kenapa? Bukan masalah besar kan buat kamu?" Arta terdiam mendengar nya. Entah kenapa hatinya tidak bisa menerima penuturan Rinai barusan.  Dia tidak bisa menerima nya begitu saja.

Rinai menatap Arta yang hanya terdiam mematung di tempatnya, "Kenapa? Kamu gak bisa jawab? Padahal tinggal jawab 'Iya Lo emang gak sepenting itu di hidup gue, jadi gak masalah,' gitu doang lho, Ta."

Arta menggeleng keras, "Nai, jangan gini. Gue minta maaf."

"Aku udah maafin kamu, berkali-kali kamu minta maaf, berkali-kali pula aku maafin." Ucap Rinai dengan lembut. Bahkan, di situasi dirinya yang tengah merasakan kekecewaan seperti ini, dia justru masih menjaga nada bicara nya, karena takut membuat Arta salah paham dan tersinggung.

"Aku juga berusaha ngeyakinin diri aku buat gak kecewa sama kamu, tapi maaf, untuk yang satu itu aku belum bisa." Lanjutnya.

Kini, Arta mengerti satu hal. Gadis yang kini berdiri di hadapan nya tengah kecewa padanya. Dan Arta memaklumi hal itu. Sikap nya beberapa waktu yang lalu memang tidak bisa di toleransi. Meninggalkan seorang gadis sendirian di pinggir jalan bukan lah tindakan yang sepatutnya. Arta mengerti dan berusaha untuk memahami kondisi Rinai saat ini.

"Oke. Take your time, Nai. Sekali lagi gue minta maaf karena sikap brengsek gue waktu itu. Tapi, gue mau nanya satu hal ke lo."

Rinai menaikkan alisnya, "Apa?"

Sebelum bertanya, Arta menghela napas nya pelan, "Perasaan lo ke gue, masih ada kan?"

Rinai sedikit terkejut mendengarnya, namun dengan segera dia tersenyum dengan sangat manis. "Hey, aku cuma kecewa, bukan menghentikan rasa."

Mendengar ucapan Rinai, sontak membuat Arta tersenyum simpul. Ketakutan nya sirna setelah mendengar penuturan Rinai.

'Nai masih sama, dan harusnya gue gak perlu se takut itu kemaren' ucap nya dalam hati.

HALO!! SEMOGA SUKA YA EPISODE KALI INI!!
JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN YA GUYS.

RUMIT (ARTANAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang