Episode 29🌻

6 1 0
                                    

"Apa yang bikin gue gak selepas Regan sama Jevan?"
-Arta-

"Karena kalo terbit, itu hati gue ke lo," jawab Arta dengan santai.

Sontak Rinai terpaku mendengar jawaban Arta. Namun beberapa detik kemudian kembali tersadar kala melihat wajah Arta yang begitu santai menjawab ucapan Rinai begitu saja.

'Kenapa dia enteng banget ngomong gitu?' Tanya Rinai dalam hati.

"Salah, Ta." Ucap Rinai mencoba menyembunyikan degup jantungnya yang berpacu begitu cepat.

Arta terkekeh, "Oh, salah ya?"

Rinai mengangguk. "Terus, apa benernya?" Tanya Arta.

"Karena matahari gak bisa benerang makanya dia tenggelem," ucap Rinai.

Arta tertawa mendengarnya. Entah kenapa candaan yang sebenarnya biasa saja jadi tampak begitu menyenangkan ketika itu menyangkut dengan Rinai.

Rinai yang melihat Arta tertawa pun lantas ikutan tertawa.

Melihat Arta yang kini berada disamping nya, seketika Rinai melupakan hari-hari sebelumnya, dimana hatinya dilanda kebingungan karena ulah Arta yang sifatnya seringkali berubah-ubah. Namun, hanya dengan kehadiran Arta malam ini, Rinai mampu melupakan semuanya. Rasa sesak yang hadir memenuhi hati Rinai kini lenyap begitu saja. Perasaan nya pada Arta ternyata membawa pengaruh besar di hidupnya. Istilah bucin kini melekat pada diri Rinai.

Senang sekali rasanya Rinai malam ini. Seperti remaja yang sedang kasmaran pada umunya, dia pun begitu. Tapi mungkin disini hanya Rinai yang jatuh cinta, sementara Arta, hanya menjadikan Rinai sebagai teman baik yang selalu menyenangkan baginya. Rumit memang. Tapi, perasaaan tidak bisa dipaksakan. Rinai memilih mengalah dan mengesampingkan perasaan nya hanya demi sebuah pertemanan. Meski kenyataannya, diam-diam dia berusaha untuk mendapatkan hati Arta seutuhnya. Berusaha untuk memiliki Arta. bukan sebagai teman, tapi lebih dari itu. Mungkin terdengar munafik, tapi itulah perasaan. Yang kadang tidak bisa kita tahan meski hanya sebatas teman. Karena seberusaha apapun kita, harapan-harapan kecil akan tetap ada. Dan Rinai telah berani untuk berharap pada sesuatu yang dia tahu, hal itu akan menyakiti nya dirinya masa depan.

"Nai," panggil Arta memecahkan lamunan Rinai.

Rinai sontak menoleh kearah Arta, "Kenapa, Ta?"

"Wekeend besok lo free gak?" Tanya Arta.

Rinai berpikir sebentar, "Hm, besok aku mau main sama temen aku, Ta. Kenapa emangnya?"

"Main sama Lora?"

Belum sempat Rinai menjawab pertanyaan Arta, terdengar suara langkah kaki turun dari tangga. Sontak Rinai dan Arta menoleh kearah sumber suara dan mendapati Regan yang tengah berjalan dan sibuk memainkan ponsel, hingga Regan tidak menyadari kehadiran keduanya di ruang tamu.

"Kesandung, Bang, jalan sambil main hp gitu," celetuk Rinai melihat tingkah Abangnya.

Regan mendongakkan kepalanya dan melihat kearah Rinai. Sontak dia terdiam ketika melihat keberadaan Arta. Namun, seperkian detik setelahnya Regan tersenyum dan berjalan kearah mereka berdua.

"Lo daritadi, Ta?" Tanya Regan.

Arta mengangguk pelan, "Iya, Bang."

Regan terkekeh pelan. Cukup asing mendengar Arta memanggil dirinya dengan sebutan Abang. Aneh di telinganya.

"Masuk gih, Nai." Ucap Regan dengan nada memerintah.

Rinai yang mendengar hal tersebut pun memasang wajah protes. "Gak mau, apa-apaan baru dateng langsung ngusir," ucapnya dengan nada kesal.

RUMIT (ARTANAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang