Episode 44🌻

2 1 0
                                    

"Tuhan, aku hanya ingin bahagia hari ini, boleh kan?"
-Rinai-

Sepanjang perjalanan, Rinai banyak tersenyum. Hatinya merasa bahagia karena hari ini, dia bisa seharian pergi bersama Arta. Keliling Jakarta dengan menggunakan motor vespa kebanggan Arta adalah suatu hal yang paling Rinai sukai semenjak dirinya mengenal Arta. Bukan kegiatan pertama kali yang Rinai dan Arta lakukan, namun setiap kali mereka kembali mengelilingi jalan, Rinai selalu merasakan perasaan yang luar biasa bahagianya. Rinai bahagia, setidaknya untuk perasaan yang abu-abu ini.

"Nai," panggil Arta disela-sela obrolan mereka seiring dengan jalanan kota yang selalu penuh dengan keramaian.

Rinai yang ketika mendengar panggilan Arta, sontak sedikit memajukan kepalanya kedepan dan menempelkan dagunya pada pundak Arta. "Kenapa, Ta?"

"Udah ada rencana mau kuliah dimana?" tanya Arta dengan suara yang sengaja dia keraskan.

"Belum tau aku, belum kepikiran." Jawab Rinai ikut mengeraskan suaranya juga.

Arta sedikit menolehkan kepalanya kebelakang. Melirik sekilas ke arah Rinai. "Kenapa belum dipikirin?"

"Masih lama, Ta. Masih setahun lagi."

"Meskipun masih lama harus tetep dipikirin dari sekarang, Nai. Buat persiapan lo juga kan."

Rinai menganggukkan kepalanya pelan. "Iya, nanti deh aku pikirin." Sahut Rinai.

"Emang kamu udah nentuin mau lanjut kemana?" Tanya balik Rinai kepada Arta.

Arta merespons cepat pertanyaan Rinai dengan sebuah anggukan. "Ada dong. Tapi masih rahasia," ucapnya sambil tersenyum.

Rinai memukul bahunya pelan. "Curang, mainnya rahasia-rahasiaan." Arta hanya tertawa mendengarnya. Dalam hati, Arta sebenarnya juga belum memikirkan mau lanjut kemana dia nantinya. Arta masih bingung. Masih banyak hal yang harus dia pertimbangkan untuk kedepannya. Lagi-lagi, perihal sederhana seperti ini, selalu dibuat rumit dengan isi pikiran Arta.

"Masih lama juga sih, Ta. Lagian, kalo terlalu disiapin banget, takut nantinya gak sesuai harapan kan kecewa juga."

Arta menganggukan kepalanya pelan. "Iya, lo bener. Cuma persiapan juga perlu, Nai."

"Iya sih."

"Apapun nanti pilihan lo, tetep bahagia dimanapun lo berada ya. Selalu utamain kebahagiaan lo, Nai." Rinai tersenyum samar mendengarnya. Arta yang selalu saja meminta Rinai untuk selalu mengutamakan kebahagiaannya. Padahal, tanpa Arta ketahui, Rinai ingin mengajak Arta untuk bahagia bersama. Rinai ingin kebahagiaannya bersama Arta.

'Meski terlalu kecil kemungkinannya, masih ada harapan kan?' Tanya Rinai dalam hati.

^^^

Hari mulai sore, setelah mereka puas mengelilingi kota Jakarta dan mengunjungi beberapa tempat, seperti toko buku, toko bunga, dan beberapa tempat lainnya. Akhirnya mereka memutuskan untuk beristirahat di taman yang berada di pinggir jalan. Mereka menikmati pemandangan kota Jakarta yang selalu ramai sambil menikmati permen kapas yang tidak pernah ketinggalan ketika mereka sedang pergi bersama.

Kegiatan yang paling Rinai sukai, yaitu hanya duduk santai sambil menatap orang lain berlalu lalang. Meski suara bising kendaraan yang sedikit mengganggu telinga Rinai, namun bersama Arta, semua terasa menenangkan.

"Ta, semua orang yang lagi ada didepan kita sekarang, punya tujuan hidupnya masing-masing ya?" tanya Rinai membuka topik pembicaraan setelah beberapa saat keduanya saling terdiam.

Arta tersenyum tipis. Sangat tipis sampai tidak terlihat seperti sebuah senyuman. "Iya dong. Sama kaya kita yang punya tujuan hidup juga, Nai."

"Tujuan hidup kamu apa, Ta?"

Arta menolehkan kepalanya ke arah Rinai yang pandangannya masih lurus kedepan. "Tujuan hidup gue?"

"Iya, tujuan hidup kamu?" Rinai ikut menoleh ke arah Arta.

"Hidup gue yang paling utama untuk ibadah sih," jawab Arta pelan sambil memasang wajah seolah-olah tengah berpikir keras.

Rinai menatap Arta sedikit terkejut. "Wah, keren sekali kamu."

Arta terkekeh pelan. "Hidup kalo gak buat ibadah, ya ngapain lagi, Nai."

"Iya, kamu bener. Setelah untuk ibadah?"

"Setelah untuk ibadah.... gak ada sih. Apa lagi ya, gak ada yang menarik Nai di dunia ini." Sahut Arta. Lagi-lagi berhasil membuat Rinai menatapnya dengan terkejut.

"Hidup tuh menarik, Ta. Kalo kamu mau menikmatinya dengan baik."

Arta menoleh ke arah Rinai. "Gitu ya?" Rinai mengangguk pelan.

"Apa definisi menikmati hidup dengan baik versi lo?"

"Hm.." Rinai tampak berpikir keras, mencari jawaban yang tepat dari pertanyaan Arta barusan. "Mencoba menikmati setiap hal-hal kecil yang ada di hidup kita. Dengan mencoba menerima, apa yang udah Tuhan kasih untuk kita."

"Menurut lo, definisi hidup menarik tuh kaya gitu?" Arta kembali bertanya.

Rinai mengangguk singkat, "Iya, setidaknya kita tau, bahwa di bagian terendah hidup kita, Tuhan masih kasih kita kesempatan untuk kita melihat bagaimana musim terus berganti, indahnya kota, perjalanan hidup yang masih panjang, juga beberapa hal kecil lainnya yang seringkali kita lewatkan. Bukannya, disitu letak menarik dari hidup yang seringkali kita abaikan ini, Ta?"

Arta lagi-lagi tersenyum. Kali ini, dia menampilkan sebuah senyuman yang dapat dilihat dengan jelas oleh Rinai. Senyuman yang menyimpan banyak arti didalamnya. "Keren, Nai."

"Keren apanya?" tanya Rinai dengan bingung.

"Jawaban lo keren. Dengan jawaban sederhana lo barusan udah nunjukin kalo lo berhasil menikmati hidup dengan baik."

Rinai pun ikut tersenyum mendengarnya. "Menikmati hidup juga butuh usaha, Ta. Aku pun berusaha untuk menikmati, meski kadang ada aja yang buat aku mau ngeluh dan nyerah. Tapi aku sadar, kalo masih banyak hal didunia ini yang harus aku perhatikan selain kesedihanku."

Tangan kanan Arta seketika terangkat untuk mengusap kepala Rinai. Dalam hati, dia benar-benar merasa puas dengan penjelasan Rinai. Perempuan yang dia percaya, bahwa perasaan tulus itu ada. Perempuan yang kuat bertahan dengan perasaannya sendiri, meski seringkali perasaannya dibuat patah oleh Arta. Perempuan yang entah sampai kapan akan mampu bertahan dengan perasaan yang hanya mampu dia rasakan sendirian itu.

Tiba-tiba saja, sebuah notifikasi dari ponsel Arta terdengar. Sontak Arta segera mengeluarkan ponsel dari saku celananya dan melihat siapa pengirim pesan itu. Sebuah notifikasi yang bisa dilihat Rinai meskipun samar-samar, namun mampu membuat Rinai penasaran. Karena isi pesan tersebut menunjukkan sebuah pesan yang tampak tidak biasa. Rinai ingin melihat lebih jelas lagi, namun Arta langsung kembali memasukkan ponselnya kedalam saku celananya setelah membalas pesan dari seseorang tersebut.

"Kalo kita balik sekarang, gak papa kan?" Arta mengalihkan pandangannya dari layar ponsel ke arah Rinai.

"Kamu ada urusan ya?" Rinai balik bertanya yang hanya dibalas anggukan kecil oleh Arta.

Rinai pun akhirnya mengangguk. "Yaudah, kita balik sekarang." Rinai akhirnya mengiyakan Arta untuk pulang sekarang. Meski hatinya berat untuk pulang, namun dia harus menurunkan ego nya karena tidak ingin merusak urusan Arta. Lagipula, Rinai sudah merasa cukup dengan kebersamaan mereka seharian ini. Setidaknya, Rinai merasa bahagia hari ini. Itu saja sudah lebih dari cukup baginya.

'Namun, siapa seseorang yang mengirimkan pesan untuk Arta itu?' Batinnya terus bertanya-tanya.

RUMIT (ARTANAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang