Episode 48🌻

6 1 0
                                    

"Tuhan, tolong jangan."
-Rinai-

Hari ini hari terakhir libur sekolah. Sejak sore tadi Rinai hanya bermalas-malasan dikamarnya. Tidak melakukan apapun. Semua hadiah oleh-oleh sudah diberikan kepada teman-teman Rinai, termasuk Lora. Beberapa hari yang lalu Rinai pergi menemui Lora kerumahnya. Mereka main dan Rinai memberikan hadiahnya untuk Lora. Setelahnya, tidak ada yang dilakukan Rinai.

Ada sesuatu yang mengganjal di hati Rinai. Karena sejak pertemuannya dengan Arta beberapa hari yang lalu, Rinai tidak menemukan lelaki itu lagi. Arta mendadak tidak ada kabar. Menghilang begitu saja. Rinai mencoba menghubungi Arta beberapa kali, namun tidak ada jawaban dari lelaki yang kini sangat berpengaruh dihidup Rinai.

Hal ini sudah biasa memang, namun entah kenapa, Rinai merasa bahwa menghilangnya Arta kali ini, adalah bentuk pertanda bahwa ada sesuatu yang tidak baik-baik saja dari lelaki itu. Rinai tentu khawatir dengan Arta. Terlepas dari rasa takut kehilangannya, Rinai lebih khawatir lelaki itu sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja.

Maka hari ini Rinai memutuskan untuk pergi kerumah Lora. Entahlah, dia hanya ingin mencoba mencari tahu keberadaan Arta karena siapa tahu, sepupu Arta itu akan mengetahui dimana Arta. Sore ini, dia berangkat kerumah Lora diantar oleh Regan.

Selama diperjalanan, Rinai banyak diam. Karena banyak sekali yang memenuhi isi kepalanya saat ini.

"Bengong aja lu, Cil," ujar Regan ketika menyadari adiknya hanya terdiam melamun menatap jendela mobil.

Mendengar suara Regan, sontak Rinai menoleh ke arahnya. "Nggak bengong, Bang."

Regan hanya mengangguk singkat. Enggan mengampuni urusan adiknya itu.

Tak lama kemudian, Rinai tersadar akan satu hal. "Akhir-akhir ini, abang lagi sering sama Lora ya?" tanya Rinai kepada Regan yang sontak membuat lelaki itu sedikit terkejut.

"Sok tau lo, Cil."

"Tinggal bilang iya aja kenapa sih, Bang?"

Regan menghela napasnya pelan. "Iya, deket karena gue udah anggep dia kaya adek gue, Nai. Sama kaya ke lo," jawab Regan menjelaskan.

Rinai menatap Regan dengan sedikit bingung. "Terus, abang berharap kalo Lora juga bakal anggep abang kaya abang sendiri gitu?"

Dengan ragu Regan mengangguk pelan. "Iyalah, apa lagi?"

"Nggak bisa gitu lah, Bang. Gimana kalo ternyata Lora ngerasain hal lain? Gimana kalo Lora ngeliatnya bukan sebagai apa yang abang liat ke dia selama ini?" ujar Rinai dengan lembut.

"Aku tahu kalian sering bareng karena kemarin waktu aku kerumah Lora, aku gak sengaja liat WhatsApp nya, dan gak sengaja nama Abang diatas. Aku gak tanya Lora macem-macem kok."

Regan terdiam beberapa saat. Tiba-tiba saja dirinya teringat dengan beberapa hari lalu. Disaat dirinya bertemu dengan Lora. Dimana ada satu ucapan Lora yang sampai saat ini membuat Regan terbayang-bayang. Tidak mengerti dengan maksud dari ucapan Lora hari itu.

"Gue gak mau semua kebaikan lo jadi salah arti di gue. Gue gak mau naruh harapan apapun sama cowok yang cuma anggep gue adek."

Regan bukan tidak mengerti. Dia cukup memahami apa yang dimaksud Lora. Namun, yang justru dia tidak mengerti adalah dirinya. Regan tidak memahami dirinya sendiri.

"Bang, kalo gak bisa, jangan mulai apa-apa. Abang tahu aku gimana ke Arta. Jangan sampe temenku ngerasain yang aku rasain, Bang," pinta Rinai sambil terus menatap Regan.

Regan sontak menggeleng keras seraya menoleh ke arah Rinai dengan cepat. "Nggak, Nai. Nggak akan pernah gue kasih harapan semu ke Lora. Nggak akan."

Memang, diluar alasan Regan karena menganggap Lora hanya sebatas adik, sebenarnya Regan memiliki maksud lain. Regan tidak ingin menyakiti Lora. Hanya saja, Regan merasa bahwa dia belum menemukan waktu yang tepat untuk semuanya. Semua masih tampak abu-abu bagi Regan.

RUMIT (ARTANAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang