Episode 47🌻

3 1 0
                                    

HAPPY READING GUYS🤩

"Aku akan bahagia, selagi kamu ada dijangkauanku, Ta."
-Rinai-

"Oke, maaf soal kesalahpahaman gue," ucap Nilam setelah mendengar penjelasan dari Regan.

Regan mengangguk pelan. "Iya, maaf buat semuanya, Lam." Nilam mengangguk sebagai bentuk jawaban untuk Regan.

Keduanya terdiam beberapa saat. Regan menghela napasnya pelan. Perasaan lega menyelimuti hatinya. Akhirnya, hari yang ditunggu-tunggu Regan datang juga. Akhirnya, Nilam mau mengerti dan mau mendengarkan dirinya setelah usahanya yang berkali-kali datang menemui Nilam. Pada akhirnya Regan menemukan hari ini. Hari dimana dia bisa hidup dengan tenang setelahnya. Tidak ada lagi perasaan cemas karena semuanya sudah tuntas. Tidak ada lagi perasaan khawatir. Semua sudah selesai. Setelah hari ini, Regan ingin menikmati hidupnya dengan lebih baik lagi. Ingin membayar hari-hari yang setahun lalu tidak bisa dia nikmati.

"Gue pergi dulu, Gan," ujar Nilam seketika menyadarkan lamunan Regan.

"Lam," panggil Regan ketika melihat Nilam yang tengah bersiap-siap untuk pergi dari kafe.

Sontak Nilam menoleh ke arah Regan dan menatap lelaki itu dengan bingung. "Kenapa?"

"Gue mau minta tolong sama lo, boleh?"

Tatapan Nilam terhadap Regan semakin bingung. "Minta tolong apa?"

Sebelum menjawab pertanyaan Nilam, Regan menghela napasnya terlebih dahulu. "Tolong untuk tetep jaga pertemanan lo sama Rinai."

Gerakan tangan Nilam yang sedang merapihkan tasnya seketika terhenti sesaat. Tatapannya menatap gelas yang sudah kosong dihadapannya. "Gue jaga kok pertemanan gue. Kenapa lo sampe minta tolong gitu?" tatapannya dia alihkan ke arah Regan.

"Nggak kenapa-napa, Lam. Gue cuma mau minta tolong aja. Buat kebahagiaan kalian berdua." Jawab Regan.

Nilam menghela napasnya kasar. "Tenang aja. Gue bakal tetep berteman baik kok sama Rinai. Tapi kan manusia cuma bisa berencana, Gan. Kita gak ada yang tahu kedepannya bakal gimana."

Regan mengangguk singkat. "Iya, gue ngerti."

"Udah kan? Ada lagi yang mau lo bahas?" tanya Nilam memastikan.

Regan menggeleng pelan seraya mempersilahkan Nilam untuk pergi. Maka Nilam pun pergi meninggalkan Regan sendirian di kafe. Beberapa saat Regan terdiam menatap sekelilingnya. Lalu ikut pergi meninggalkan kafe yang hanya menyisakan dua gelas yang sudah kosong.

^^^

Arta menatap hadiah oleh-oleh yang ada dipangkuannya sekarang. Hadiah dari Rinai, sepulangnya gadis itu dari berlibur bersama keluarganya. Arta tersenyum. Didalamnya terdapat sebuah kain panjang seperti selimut berwarna hijau daun dan juga gelang hitam dengan hiasan bintang kecil ditengah-tengah gelang tersebut.

Sekilas Arta tersenyum menatap hadiah yang diberikan Rinai kepadanya, lantas mengalihkan pandangannya ke arah Rinai. "Makasih ya, Nai."

"Sama-sama Arta."

"Kok lo kepikiran kasih gue kain?" tanya Arta.

Rinai tersenyum manis sebelum menjawab pertanyaan Arta. "Nggak tahu, pas aku liat itu, kepikiran kamu. Tadinya aku mau beli baju atau jaket gitu, cuma kaya terlalu mainstreem aja gak sih? Mending aku kasih kain selimut ini," jelas Rinai panjang lebar.

Mendengar penuturan Rinai, sontak membuat Arta terkekeh pelan. "Ada-ada aja, tapi bagus kok, gue suka."

Dalam hati Rinai bersorak girang. Akhirnya Arta senang dengan pemberian darinya. Setelah sebelumnya Rinai khawatir kalau Arta akan tidak suka dengan hadiahnya karena terkesan aneh, namun justru yang terjadi malah sebaliknya. Arta suka dan jelas itu membuat Rinai sangat senang.

"Makasih udah suka hadiah dari aku, Ta," ujar Rinai pelan menahan rasa senangnya didalam hati.

Arta tersenyum, "Pasti seneng dong. Orang bagus gini kok."

Keduanya terdiam setelah beberapa saat. Sibuk dengan isi pikiran masing-masing. Rinai masih dengan rasa senangnya. Karena dia merasa bahwa akhir-akhir ini, perhatian Arta bisa dia rasakan. Rinai bukan ingin terlalu berharap, tapi memang sikap Arta akhir-akhir ini sedikit berbeda. Entah karena hanya sekedar untuk menghargai perasaannya, atau memang ada sesuatu yang lain dibalik ini semua. Rinai bisa merasakan perasaan Arta meski belum banyak seperti perasaannya. Rasanya Rinai ingin egois kali ini, ingin berharap dengan berani. Ingin membuktikan pada semua rasa kecewanya di masa lampau, bahwa perasaannya kali ini bisa terbalaskan. Arta bisa mencintainya.

"Nai," panggil Arta seketika menyadarkan lamunan Rinai.

"Iya, Ta?" Rinai menoleh ke arah Arta dan menatap lelaki itu dengan bertanya-tanya.

Arta menghela napasnya dengan kasar. Menatap bola mata Rinai yang kini juga tengah menatapnya. "Tolong untuk selalu bahagia ya, Nai."

Rinai tidak heran. Ucapan Arta barusan sudah sering dia dengar. Arta memang selalu memintanya untuk selalu berbahagia. Meski rasanya Rinai ingin sekali berteriak dihadapan Arta, bahwa bersama lelaki inilah bahagianya. Rinai ingin Arta tahu, bahwa Arta lah yang menjadi sumber kebahagiaan terbesarnya saat ini.

"Iya, Ta. Aku bakal selalu bahagia. Asal aku minta satu hal ke kamu," ucap Rinai dengan lembut.

"Nai minta apa?" tanya Arta sambil menatap Rinai dengan seksama.

"Tolong untuk tetep ada dihadapan aku. Gak perlu bales perasaan aku. Gak perlu mikirin perasaan aku. Cukup kamu ada di jangkauan aku, maka aku akan usahain buat selalu bahagia," jawab Rinai dengan pasti.

Untuk beberapa saat Arta terdiam. Sebagai jawaban, Arta hanya tersenyum tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Malam ini, Rinai melihat senyuman Arta terlihat berbeda. Terlihat lebih manis dan bahagia dari sebelumnya. Lagi-lagi gerak gerik Arta membuat Rinai berharap, bahwa perasaannya akan segera terbalaskan. Sayangnya, harapan itu kadang tidak selalu berpihak pada kita. Mungkin memang belum saatnya, atau memang tidak akan pernah untuk kita.

'Gue usahain ya, Nai. Tapi gak janji,' ungkap Arta dalam hati.

^^^

"Lo ngejauhin gue?" tanya Regan pada seorang perempuan yang kini tengah berdiri dihadapannya.

Perempuan itu menatap Regan dengan tatapan malas. "Ngejauh apa sih, Gan? Biasa aja. Sebelumnya juga kaya gini kan?"

"Nggak, Lora. Lo ngehindar."

Perempuan yang ternyata Lora itu memutar bola matanya. "Bukan urusan lo, Gan. Stop ganggu gue."

"Selama ini gue ganggu lo?" tanya Regan dengan sedikit heran.

Sontak Lora mengangguk singkat. Masih dengan wajah datarnya dia menjawab. "Iya, lo ganggu gue selama ini. Lo yang selalu ngajak gue ketemu berdua, ngajak gue jalan, lo ganggu gue. Dan gue minta lo buat berhenti lakuin itu. Gue masih mau baik-baik aja sama Rinai, jadi stop masuk ke hidup gue."

"Maksud lo gimana sih? Gue ngelakuin itu karena lo udah temanan baik sama adek gue," ujar Regan yang masih kebingungan dengan ucapan Lora barusan.

"Lo ngeliat gue sebagai temennya adek lo kan?" tanya Lora memastikan.

"Iyalah, apalagi emang?"

Lora terdiam untuk beberapa saat, lantas segera mengangguk singkat. "Yaudah, jangan terlalu usik hidup gue. Gue gak mau terlalu jauh sama lo."

Regan semakin tidak mengerti dengan arah pembicaraan Lora. "Gue cuma mau berterima kasih karena lo udah mau bertahan untuk berteman baik sama adek gue. Gak lebih, Ra."

"Yaudah, kalo gitu stop sampe disini. Gue gak butuh terima kasih lo. Gue tulus berteman sama Rinai selama ini," sahut Lora.

Dengan segera Lora meninggalkan Regan sendiri. Sebelum dirinya benar-benar pergi, Lora sempat mengatakan sesuatu yang membuat Regan akhirnya memahami sesuatu.

"Gue gak mau semua kebaikan lo jadi salah arti di gue. Gue gak mau naruh harapan apapun sama cowok yang cuma anggep gue adek." Setelahnya, Lora benar-benar pergi. Meninggalkan Regan yang mendadak terdiam.

RUMIT (ARTANAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang