Episode 25🌻

7 2 0
                                    

"Kamu benar-benar terlalu rumit untuk perasaan yang terlalu sederhana ini"
-Rinai-

Rinai menatap dirinya di cermin, senyum nya merekah. Mengingat bagaimana malam nya berjalan sesuai dengan rencananya. Sepertinya malam ini semesta berpihak padanya. Banyak rasa senang yang dia terima malam ini. Melihat dirinya yang sudah berdamai dengan kakak laki-lakinya, Regan, melihat bagaimana tadi Regan yang menyambut baik Arta, bahkan Jevan teman Regan pun ikut menyambut Arta dengan baik. Benar-benar membuat malam Rinai begitu sempurna. Sederhana memang, namun hal itu mampu membuat Rinai senyum-senyum sendiri sejak Arta pergi dari rumahnya beberapa saat tadi untuk mengantarnya pulang.

"Seneng banget liat tadi Arta ngobrol sama abang sama ke Jevan juga," monolognya dengan nada riang.

Setelah Rinai membersihkan dirinya dan mengganti pakaianya dengan baju tidur, dia mengambil ponselnya dan mengirim pesan singkat untuk seseorang yang sejak tadi memenuhi kepalanya.

"Arta udah sampe rumah?" tulisnya lewat pesan digital kepada Arta.

Tak lama kemudian, ponsel Rinai berdering, dengan cepat Rinai melihat siapa yang menelponnya dan benar dugaannya. Arta yang menelponnya. Sontak senyuma manis Rinai merekah melihatnya.

"Halo," sapa Rinai pelan.

"Udah sampe rumah gue, Nai," ucap Arta menjawab pesan Rinai.

"Okaii,"

"Arta," panggil Rinai.

"Iya, Nai?"

"Kamu dapet salam dari abang, makasih udah dikasih kado katanya," ucap Rinai.

Terdengar suara kekehan Arta dari seberang sana, "Iya, sama-sama,"

"tadi kamu ngobrol apa aja sama kak Jevan pas aku lagi sama abang?" Tanya Rinai.

"Ngobrol biasa doang, Nai,"

"Oh, kalian keliatan kaya udh kenal lama soalnya,"

Tidak ada jawaban dari Arta. Entah apa yang tengah Arta pikirkan di seberang sana.

"Nai," panggil Arta tiba-tiba.

Rinai yang cukup terkejut dengan suara Arta sedikit tersentak, "Eh, iya, Ta, kenapa?

"Janji sama gue, ya," ucap Arta.

"Janji apa?" Tanya Rinai

"Janji buat jadi temen gue sampe kapan pun," pinta Arta.

Rinai terdiam sesaat, ucapan yang seringkali dia dengar dari mulut Arta. Membuatnya pa. Kebingungan harus berbuat apa.

"Kamu kayanya bilang gini terus deh, Ta, kenapa?" Tanya Rinai dengan lembut, berusaha untuk tidak menyinggung Arta.

Terdengar suara Arta berdehem dari seberang sana. "Gapapa, Nai."

"Gak mungkin, kalo gak ada apa-apa gak mungkin kamu ngomong gini terus, emang kamu mikir aku bakal minta apa? Lebih dari temen?" Tanya Rinai dengan nada sedikit kesal.

"Lo mau?"

"Mau apa?"

"Tadi yang kaya lo bilang, lebih dari temen, emang lo mau?" tanya Arta.

Hening. Tak ada jawaban dari Rinai. Entah kenapa hatinya sakit mendengar pertanyaan Arta yang seolah-olah menyepelekan sebuah perasaan.

"Nai, kenapa diem?" tanya Arta lagi.

Rinai menghela napasnya berat, "Gak papa," jawabnya.

"Jadi gimana jawaban lo?" tanya Arta kembali memastikan jawaban dari Rinai.

"Enggak tau, Ta, kamu sendiri yang minta aku buat jadi temen," jawabnya pelan.

Arta terdiam beberapa detik hingga kemudian kembali membuka suaranya, "Tapi lo mau kalo gue minta lo buat lebih dari temen?"

Kesal. Kali ini Rinai benar-benar kesal dengan berbagai pertanyaan Arta yang menyebalkan di telinga Rinai. "Nggak tau, Ta,"

"Maaf, Nai," ucap Arta secara tiba-tiba.

Rinai yang sedikit heran pun bertanya, "Kenapa minta maaf?"

"Maaf kalo kedepannya gue bakal sering nyakitin lo," jawab Arta.

Rinai semakin keheranan, "Kamu kenapa sih, Ta? Emang kamu bakal mikir aku gimana? Toh kalo emang aku ada rasa sama kamu aku gak bakal nuntut apapun ke kamu," jelasnya dengan nada kesal.

"Nai? Lo?"

"Kenapa? Bener kan? Sekalipun aku suka sama kamu, itu urusan aku, kamu gak perlu ikut campur apalagi ngatur-ngatur perasaan aku, Arta,"

Rinai dengan segera mematikan teleponnya. Membanting handphone ke kasur dan merebahkan dirinya diatas kasur, menatap langit-langit kamar dengan tatapan sendu.

Prediksi nya salah. Kenyataannya semesta tidak berpihak padanya malam ini. Rinai tidak diberi kesempatan untuk perasaan sendiri, dia tidak diberi izin untuk itu. Rinai seperti diberi batasan bahkan ketika dia belum melangkah lebih jauh.

'Aku harus gimana? Nyerah aja atau gimana? Kenapa sakit banget, ya? Tanya nya dalam hati.

^^^

Di sisi lain, di tempat Arta yang kini tengah memandang layar handphone dengan tatapan yang sulit diartikan. Banyak hal yang memenuhi isi kepalanya. Banyak suatu hal yang mengganggu pikiran nya dan membuat semuanya terasa rumit. Atau mungkin ternyata kerumitan itu memang dia sendiri yang menciptakan?

Sebelum Arta menelpon Rinai tadi, dirinya sudah mendapat pesan dari seseorang yang sudah setahun ini ada di hidup Arta. memberikan sebuah pesan yang membuatnya lelah dengan seseorang ini. Namun, se lelah apapun Arta, kenyataan nya dia tidak bisa lepas dari seseorang ini. Dirinya dengan seseorang itu seperti sudah menyatu dan tidak bisa di pisahkan begitu saja. Arta seperti tidak bisa hidup tanpanya.

Sebenarnya Arta sudah tahu perihal Rinai yang memiliki perasaan untuknya. Namun, dia hanya tidak menyangka bahwa dia harus mendengar hal itu dari mulut Rinai langsung. Suatu hal yang membuat Arta semakin bingung. Salah satunya adalah perihal perasaan nya pada Rinai. Arta tidak bisa membalas perasaannya kepada Rinai, namun dia tidak bisa kehilangan Rinai begitu saja. Rumit. Lagi-lagi Arta harus dihadapi dengan kerumitan-kerumitan yang dibuatnya sendiri.

Dia bingung. Perasaan nya tidak jelas untuk siapa. Namun, dia tidak berusaha untuk kelaur dari semua kebingungan yang mengakibatkannya menjadi rumit.

'Gue harus gimana setelah ini? Gue gak bisa kehilangan dua-duanya,'

Nyatanya, Arta terlalu rumit untuk sebuah rasa yang sederhana.

haloo?? gimna episode Artanai kali ini? seru kann? boleh vote dan ramein di komen dongg gimana perasaan kalian setelah baca episode kali inii....

jangan lupa juga buat baca cerita Artanai versi daily chat nya di TikTok @blungstory_

next episode gak nihh??

RUMIT (ARTANAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang