Episode 28🌻

6 1 0
                                    

"Kenapa matahari bisa tenggelam?"
-Rinai-

Seminggu sudah. Dan Arta belum terlihat keberadaannya. Entah dimana dia sekarang. dan sudah jelas Rinai kebingungan dibuatnya.

'Apa memang sesulit ini ya suka sama kamu, Ta?' tanya nya dalam hati.

Rinai menatap langit malam yang begitu cerah malam ini. Dengan hamparan bintang yang begitu banyak, juga cahaya rembulan yang begitu bersinar, membuat siapapun yang melihatnya akan terpesona dengan keindahan malam ini. Rinai senang dengan apapun yang berbau langit. Baginya, menatap langit di malam hari akan membuatnya sedikit tenang dari segala hal yang membuat kepalanya berisik. Rinai duduk disebuah kursi yang ada di halaman rumahnya. Halaman rumah Rinai memang cukup luas. Selain bundanya yang senang menanam beberapa tanaman, disana juga disediakan sebuah bangku panjang yang disampingnya terdapat lampu taman. Yang sejak dulu selalu menjadi tempat favorit Rinai ketika malam hari. Seringkali orang tuanya memarahi Rinai karena dia sering melamun di sana sampai larut malam. Tak jarang pula Regan sering menjahili Rinai dengan menakut-nakuti Rinai jika Rinai susah disuruh masuk.

Maka malam ini, Rinai tengah asik memandangi langit malam yang selalu indah baginya. Seringkali dia berpikir apakah semesta ketika malam hari memang sengaja hadir untuknya? Di tengah-tengah kepalanya yang seringkali dipenuhi oleh hal-hal yang membuatnya bingung, maka langit malam akan hadir seolah-olah ingin memberi tahu Rinai, bahwa dia tidak sendiri. Rembulan beserta ribuan bintang seakan selalu siap hadir menemani malam-malam Rinai yang berisik.

Hingga tiba-tiba, terdengar langkah seseorang dari arah luar yang mendekat kearahnya. Rinai sontak menoleh dan terkejut melihat kehadiran seseorang yang saat ini memenuhi isi kepala Rinai. Iya, Arta orangnya.

Rinai dengan segera menegakkan badannya, "Arta?"

Arta tersenyum, "Hai, Nai." Sapanya.

Arta berdiri di depan pagar rumah Rinai. Sementara Rinai masih terpaku melihat kedatangan Arta yang secara tiba-tiba itu.

"Kenapa seneng banget ngelamun sendirian malem-malem sih, Nai?" Tanya Arta heran dari balik pagar.

Rinai yang mendengar pertanyaan Arta segera tersadar dari lamunannya, "Ah, gak papa, Ta." Jawabnya.

Keduanya terdiam beberapa detik. Kemudian Rinai kembali membuka suara. "Kamu ngapain malem-malem kesini, Ta? Gak sengaja lewat sini?"

Arta menatap Rinai, "Enggak. Emang sengaja mau kesini kok." Jawabnya.

"Kenapa mau kesini?" Tanya Rinai lagi dengan heran.

Arta tersenyum tipis, "Gak boleh ya gue dateng kesini mau ketemu sama lo?"

Rinai yang mendengar pertanyaan Arta sontak menggeleng dengan cepat. "Enggak kok, gak papa. Tapi aneh aja, kamu beberapa hari ini gak keliatan terus tiba-tiba ada disini." Jelas Rinai.

Kali ini Arta yang terdiam. Tidak tahu bagaimana harus menanggapi ucapan Rinai. Karena kenyataannya dia sendiri pun bingung dengan dirinya sendiri.

Rinai yang melihat Arta hanya diam, dengan segera bangkit dari duduknya dan menghampiri Arta yang kini masih berdiri di balik pagar rumah Rinai. Arta menoleh kearah Rinai yang mendekat kearahnya. Rinai tersenyum. Lebih tepatnya berusaha untuk menutupi keresahan yang ada di hatinya saat ini. Arta yang melihat Rinai tersenyum hatinya sedikit menghangat. Entah kenapa, senyuman ini selalu menjadi hal yang Arta sukai.

"Masuk, Ta." Ujar Rinai ketika dirinya sudah berada tepat dihadapan Arta.

Arta mengangguk pelan. Kemudian Rinai membuka pagar rumahnya dan Arta masuk mengikuti langkah Rinai yang berjalan masuk kedalam rumahnya.

RUMIT (ARTANAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang