"Biarkan aku mencintaimu dengan caraku," -Anonim
Kisah cinta klasik berlatar Hindia-Belanda. Berkisah tentang seorang wanita Pribumi yang jatuh cinta pada Pria Belanda. Kisah cinta mereka tidak berjalan mulus, banyak halangan maupun rintangan yang m...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
♤♤♤♠︎♤♤♤
Samira terlihat tengah sibuk menanam bunga tulip yang kemarin Pieter berikan kepadanya. Wajahnya nampak begitu menikmati kegiatannya ini.
"Samira!" sapa Adeline yang baru saja tiba dari Kota untuk membeli kebutuhan rumahnya. Ia berlari kecil menuju ke arah Samira. Samira nampak menyunggingkan senyum manisnya membalas sapaan Adeline.
"Aku sedari tadi pagi tak melihat keberadaan Pieter dan Jonathan. Apa kamu mengetahui dimana meraka berada, Adeline?" Samira mengajukan pertanyaan kepada Adeline, karena memang sedari Samira terbangun ia tak melihat sosok Jonathan maupun Pieter di rumah.
"Entahlah, aku juga tak mengetahui keberadaan mereka," jawab Adeline sembari mengedikkan bahunya. Samira mengangguk paham, ia segera membantu Adeline untuk membawa barang belanjaannya. Mereka berdua berjalan beriringan menuju ke area perumahan pekerja pabrik dan perkebunan teh.
Di ujung jalan, Samira melihat Willem tengah menyesap rokoknya sembari menatap kosong ke arah langit. Tersirat dari wajah Willem kalau pria itu tengah memikirkan sesuatu yang begitu berat.
"Apa yang tengah kau pikirkan, Will?" tegur Samira dari kejauhan. Melihat Samira yang berjalan mendekat ke arahnya, membuat Willem membuang putung rokoknya.
"Samira," ucap Willem sembari tersenyum dengan ramah ke arah Samira. Willem meraih belanjaan yang berada ditangan Samira dan Adeline secara bergantian. Mereka bertiga berjalan beriringan menuju ke rumah milik Adeline yang berada di paling ujung perumahan itu.
Setibanya mereka di rumah Adeline, mereka segera masuk secara bergantian. Willem segera membawa barang belanjaan menuju ke arah dapur. Samira duduk di salah satu kursi kayu yang ada di ruang tamu, ia nampak tengah asik berbincang bersama Adeline.
"Aku harus segera memeriksa sesuatu di pabrik," celetuk Willem yang baru saja datang dari arah dapur. Samira dan Adeline mengiyakan ucapan Willem, mereka membiarkan Willem untuk pergi.
"Jangan lupa nanti makan malam bersama di rumahku," pinta Samira kepada Willem. Pria itu mengangguk sembari menyunggingkan senyuman sebagai jawabannya. Ia berjalan dengan langkah cepat meninggalkan kediaman Adeline, meskipun sesekali ia menoleh ke arah rumah Adeline seolah memastikan sesuatu. Wajahnya nampak begitu tegang, ia seperti melihat hal yang membuatnya sangat ketakutan di rumah Adeline.
Netra Samira menjelajahi kediaman Adeline yang nampak begitu terawat dan rapi. Ia kagum dengan Adeline yang begitu pandai menata rumahnya sehingga nampak begitu cantik dan indah. Samira menunggu Adeline yang tengah membuatkannya minum di dapur.
Adeline datang sembari membawa satu nampan yang berisikan dua cangkir teh. Ditaruhnya ke atas meja cangkir teha hangat itu, Adeline mempersilahkan Samira untuk meminum teh melati racikannya itu.
Samira menghirup aroma teh melati yang begitu menenangkan sembari berkata, "Kamu memang berbakat untuk meracik teh, Adeline."
Segera diseruput dengan perlahan teh buatan Adeline itu. Samira tersenyum lembut menikmati rasa teh kesukaannya itu. Samira meminum teh itu hingga tinggal setengah cangkir. Ia kembali menaruh cangkirnya di atas tatakan kaca yang telah Adeline sediakan.