Epilog

2.5K 148 62
                                    

♤♤♤♠︎♤♤♤

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

♤♤♤♠︎♤♤♤

Semarang, 2017

Seorang wanita berjalan menuju ke area pemakaman sembari membawa rangkaian bunga tulip putih. Ia sampai di depan pusara yang bertuliskan 'Samira Sjors' pada batu nisan pusara tersebut. Wanita itu mengulas senyum tipis sembari membagi rangkaian bunga tulip itu menjadi setengah untuk diletakkan dia atas makam itu.

"Nek, Mira harap Nenek dan Kakek akan terus berbahagia di alam sana." Wanita itu, Almira Jonson Sjors. Putri bungsu Jacob Sjors yang baru saja tiba dari Belanda untuk mengunjungi makam Nenek dan Kakeknya yang berada di pemakaman warga Belanda yang ada di Semarang. 

Wanita berparas eropa itu segera beralih ke makam yang berada di sebelah makam Samira. Ia meletakkan separuh rangkaian bunga tulip itu ke atas makam yang bertuliskan 'Pieter Sjors' sembari menatap lembut ke arah pusara tersebut.

"Kek, aku belum berani membuka kotak kayu peninggalan Nenek. Tapi, nanti aku berniat akan membukanya. Oh, iya! Papa akan menghabiskan masa pensiunnya di Indonesia! Aku sangat senang sekali mendengar hal itu. Namun, aku belum bisa pindah dari pekerjaanku yang ada di Belanda."

Mira menghabiskan waktunya untuk berceloteh panjang lebar menceritakan seluruh keluh kesahnya pada makam Pieter. Terkesan gila memang, tapi hal ini membuat Mira merasa jauh lebih baik. 

Mira merasa begitu iba mendengar cerita Pieter ketika ia masih kecil dulu. Pieter menceritakan sebuah kisah cinta yang berakhir tragis yang dialami oleh neneknya sendiri. Mira juga salut terhadap sosok Kakek tirinya itu, karena Pieter rela merawat anak dari Samira dan Jonathan hingga akhir hayatnya. Bahkan, hingga akhir hayatnya, Pieter tak pernah mengakui perasaan cintanya pada Samira. 

Pieter tahu bahwa Samira tak akan pernah bisa membuka hatinya lagi, karena ia pernah berkata ketika ia merasa ikhlas akan kepergian Jonathan, ia akan membuka kotak kayu pemberian Jonathan. Namun, hingga akhir hayat Samira ia tak pernah membuka bahkan menyentuh kotak itu. Samira sudah berulang kali berusaha untuk meminta cerai, namun Pieter terus bersikukuh untuk tetap berada di samping Samira. Pieter sendiri juga tak mengetahui isi kotak kayu itu, ia hanya memberikan kotak itu pada Mira. 

Hingga tak terasa gerimis mulai mengguyur area pemakaman Belanda itu. Seorang remaja lelaki datang sembari memberikan payung kepada Mira yang masih terduduk di depan makam itu.

"Tante! De regen zal heviger worden. Papa zei dat we onmiddellijk naar huis moesten gaan," ujar lelaki berwajah blasteran itu pada Almira. (Bibi! Hujan akan semakin deras. Ayah menyuruh kita untuk segera kembali ke rumah.)

Almira meraih payung yang diulurkan lelaki yang merupakan keponakannya itu. "Ayo kita pulang, Nathan!"

Almira merengkuh bahu lelaki yang bernama Nathan itu. Mereka berjalan beriringan meninggalkan area pemakaman.

♤♤♤♠︎♤♤♤

Suasana hujan semakin deras. Mira menyesap secangkir teh sembari melihat ke arah laptopnya. Ia mendengar dari kakak pertamanya, kalau Papanya akan segera tiba di Semarang besok pagi. Deringan ponsel membuyarkan fokus Mira dari pekerjaannya. Ia menatap layar ponselnya, terdapat tulisan 'Mama' di layar ponsel itu.

Let Me Love You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang