♤♤♤♠︎♤♤♤
Beberapa minggu telah berlalu, Samira nampak menikmati perjalanan panjang itu meskipun sesekali ia dilanda rasa rindu akan tanah Nusantara yang telah ia tinggalkan. Ia terpaksa ikut suaminya mengungsi ke Netherland karena kedatangan Nippon yang bisa saja membahayakan nyawa Pieter jika mereka tak segera pergi dari sana.
Samira berdiri tepat di belakang pagar pembatas yang ada di dek paling atas. Netranya menerawang jauh ke arah matahari yang baru saja terbit dari ufuk timur. Pieter datang sembari menyodorkan sebuah roti yang baru saja ia dapat dari hasil mengantri di kantin kapal.
"Terimakasih, Pieter." Samira meraih roti gandum itu sembari menyunggingkan senyum tipis.
"Aku juga sudah meminta susu segar untuk Jacob," celetuk Pieter sembari melahap roti gandumnya.
"Apakah dia sudah bangun?" tanya Samira yang merasa bodoh karena telah meninggalkan Jacob sendirian di dalam kamarnya. Samira dan Jacob menjadi salah satu orang yang beruntung, mereka mendapatkan jatah kamar di kapal dengan hasil menjual barang berharga mereka. Beberapa warga Eropa yang tak beruntung harus tidur di luar kamar, mereka tidur dimana saja karena memang tak mendapatkan kamar karena kehabisan ataupun tak mampu membayar sewa kamar itu.
Samira dan Pieter berjalan beriringan menuju kembali ke kamarnya untuk melihat Jacob. Sesampainya di depan pintu kamarnya, Pieter segera membuka kunci kamar itu. Disana, ia melihat Jacob yang masih terlelap dalam tidurnya. Samira segera mendekat ke arah ranjang dimana Jacob tertidur. Dibelainya dengan lembut helaian rambut pirang putranya itu, terbesit perasaan rindu kepada Jonathan setelah memperhatikan putranya yang tumbuh semakin mirip dengan kekasihnya itu.
"Samira?" Pieter menyadarkan Samira dari lamunannya akan Jonathan. Samira menghela nafas panjang, ia berusaha menahan air matanya agar tak terjatuh di hadapan Pieter.
"Kira-kira berapa lama lagi kita harus ada di atas kapal ini?" tanya Samira penasaran.
"Biasanya, jika tak ada kendala apapun, kita akan tiba delapan bulan lagi."
Samira mengangguk pasrah setelah mendengar jawaban yang diutarakan oleh Pieter. Ia harus kuat, demi bisa bertemu dengan Jonathan.
"Pieter," celetuk Samira lirih yang membuat Pieter menoleh ke arah Samira dan menatap istrinya dengan lembut.
"Apa yang harus kita lakukan dengan pernikahan ini, jika aku telah bertemu kembali dengan Jonathan?" Sejujurnya, Samira merasa tak enak menyampaikan hal ini. Tapi, ia tetap harus menanyakan hal ini untuk memastikan status mereka agar tak melukai siapapun dalam hubungan yang rumit ini.
Pieter menundukkan kepalanya sejenak, ia nampak menarik nafas panjang. Pieter kembali menatap Samira lembut sembari tersenyum, namun nampak senyuman itu sangat teramat palsu. Samira merasa tak enak karena Pieter yang selalu menunjukkan senyuman manis dan tulus itu sedang menunjukkan senyum palsunya. Tatapan pria itu juga tak dapat diartikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Let Me Love You [END]
Fiksi Sejarah"Biarkan aku mencintaimu dengan caraku," -Anonim Kisah cinta klasik berlatar Hindia-Belanda. Berkisah tentang seorang wanita Pribumi yang jatuh cinta pada Pria Belanda. Kisah cinta mereka tidak berjalan mulus, banyak halangan maupun rintangan yang m...