Lea peluk erat Sadewa. Gemilang sudah anteng dalam gendongan Mada, walau harus berada satu meter di dekat Dewa dan Lea.
"Baik-baik yah sama Gemi, aku berangkat dinas dulu. Kalo ada apa-apa langsung telfon yah! Kabarin aku pokoknya," ucap Dewa, beri kecupan kecil pada puncak kepala Lea, abaikan tatapan mengintimidasi dari Laksa dan Jayden yang menyaksikan acara pamitan tersebut dari tempat duduknya.
Lea mengangguk, tahan tangis yang sejak tadi ia tampung. Tinggal bersama selama setengah tahun bersama Dewa, buat dirinya jadi ketergantungan dan terbiasa dengan hadirnya Dewa di sisinya. Jadi, kalau harus ditinggal seperti ini, ia tidak siap.
Dewa beralih mendekati Gemilang yang mulai meronta ingin digendong. Bayi gembul itu tampak sedikit takut melihat keramaian di bandara, mengingat Gemilang lumayan jarang ada di tempat ramai.
"Gemi, yayah pamit dinas dulu yah. Gemi sama bubu dan uncle dulu di rumah, nanti yayah bawakan oleh-oleh yang banyak, okey nak?" ucap Dewa, tidak ditanggapi oleh Gemilang, bocah itu sibuk sembunyikan wajahnya pada pundak tegap Dewa, mulai takut.
Acara pamitan berakhir, Lea ambil alih Gemilang yang sudah menangis sambil berusaha tahan baju Dewa, tidak ingin digendong oleh ibunya. Mada turut membujuk bayi itu, yang hasilnya sama nihil.
"Gemi sama bubu yah. Yayah berangkat dulu," Dewa coba tenangkan Gemilang, sambil berikan bayi itu pada gendongan Lea.
Gemilang berontak, Dewa tidak tega, tapi tetap harus pergi karena sudah tugasnya. Dengan berat hati, pria dengan stelan formal itu berjalan menuju ruang tunggu, sesekali menengok ke arah Lea yang sibuk tenangkan Gemilang yang semakin berontak dalam gendongannya.
"Yayah, au yayah bu hiks yah au yayah bubu hiks yayah," (Yayah, mau yayah bu hiks yah mau yayah bubu hiks yayah) tangisan Gemilang makin menjadi, seiring dengan badannya yang berontak memaksa untuk turun, sementara tangan bayi itu sibuk tunjuk punggung Dewa yang sudah tidak terlihat.
"Bawa pulang aja yah, kasihan anaknya nanti makin nangis," kata Laksa, ambil alih Gemi untuk ia tenangkan. Sementara Lea dirangkul oleh Mada dan Jayden, berjalan pulang ke luar bandara.
Suasana mobil berubah sunyi. Gemi yang tertidur usai kelelahan menangis, serta Lea yang sibuk tatap pemandangan di luar jendela.
"Gemi sesayang itu yah sama Dewa?"
Lea beralih tatap Jayden, abang keduanya yang sedari tadi saksikan tingkahnya itu sepertinya mulai jengah.
Lea mengangguk. "Sesayang itu, sampai aku tinggal meeting seharian pun ga rewel. He really think that Dewa is his father," balas Lea, menerawang tentang kejadian dua bulan lalu, dimana Gemilang ia titipkan pada Dewa karena ada keperluan dengan salah satu customer di butiknya. Kala itu, Lea sudah panik dan memburu-burukan semuanya, apalagi ia memantau ponselnya tiap lima menit sekali. Namun, Dewa tidak mengabari apapun.
Hingga saat pulang, Gemilang tampak anteng bermain bersama Dewa. Tidak ada tanda-tanda kalau dirinya habis menangis atau rewel. Mulai dari situlah, Lea percaya kalau anaknya sudah sangat nyaman dan dekat dengan seorang Sadewa Abimanyu.
"Gimana sama kamu, dek? Kamu juga sesayang itu sama Dewa?"
Tatapan sinis jadi balasan untuk pertanyaan susulan Jayden. Kadang, Lea lupa kalau abangnya yang satu ini sedikit menyebalkan.
"Abang tau kamu dari tadi nahan nangis, dek. Gapapa, nangis aja. Wajar kalo ditinggal ayang ke luar daerah mah," timpal Mada, buat Lea makin cemberut.
"Dek, gapapa nangis aja. Mau sambil abang peluk?" Dan akhirnya, setelah Laksa buka suara, tangis Lea pecah. Buat Jayden dan Mada terkekeh, sementara Laksa dengan sigap memeluk adiknya itu.
"It's ok dek, nanti Dewanya balik kok. Kalo udah balik kan bisa sayang-sayangan lagi," kata Laksamana sambil usap punggung bergetar milik Lea, buat si empu memukul dadanya kesal.
"Hiks, abang rese!"
KAMU SEDANG MEMBACA
LA LA LOST YOU (END)
RomanceSeperti kata pepatah, akan selalu ada pelangi setelah hujan. Begitulah hidup Azalea Putri setelah kisah cintanya dihujani airmata sebelum hadirnya Gemilang. Banyak hal yang terjadi, buat Lea mati rasa. Tadinya ingin berontak, tapi salah jalan, alhas...