Apartemen yang gelap dan sepi, jadi sambutan untuk Sadewa. Pria dengan kemeja kusut itu memang menyusul pujaan hatinya pagi tadi, karena harus meladeni ayah, bunda serta kakak perempuannya.
Kalau saja Dewa adalah sebuah ponsel, maka baterainya saat ini adalah satu persen. Namun, karena tujuannya adalah bertemu Lea dan Gemilang, maka tidak ada kata lelah untuknya.
Tas ransel yang ia bawa, sudah tergeletak di sofa ruang keluarga, sementara pemiliknya sudah berjalan menuju kamar. Jam-jam seperti ini memang waktunya Lea dan Gemilang tidur siang.
"Sayang, Gemi, yayah pulang!" ucap Dewa dengan semangat, sambil buka pintu kamar yang ternyata tidak dikunci.
Tidak ada jawaban. Hanya hawa dingin AC yang belum dimatikan, serta tempat tidur yang tertata rapih.
Sadewa memang khawatir, pikiran buruk tentunya sudah mulai terlintas di kepalanya. Namun, dengan sisa harapannya, pria itu berjalan keluar apartemen. Persetan dengan rasa lelah dan pegal dari tubuhnya. Asal masih bisa bertemu kedua kesayangannya, Dewa tidak akan keberatan.Langkah lebar Dewa, kian dipercepat, begitu sampai di sebuah toko dessert yang ada di seberang gedung apartemen Lea, tempat yang biasanya ibu dan anak itu kunjungi karena menyediakan makanan manis kesukaan mereka, serta ada area bermain untuk anak-anak.
"Sendirian aja pak? Gemilang sama Mbak Lea ga ikut?" pertanyaan salah seorang pegawai yang sudah sangat akrab dengan Lea juga Gemilang itu, buat Dewa mematung. Kalau bukan di tempat ini? Lantas kemana mereka pergi?
Tanpa menjawab pertanyaan tadi, Sadewa berbalik arah. Keluar dari toko tersebut, menuju taman yang ada di dekat apartemen mereka. Harap-harap cemas, karena ini tujuan terakhir yang sering didatangi oleh Lea dan Gemilang. Lea memang jarang menghabiskan waktu di luar rumah bersama Gemilang. Karena, ia masih belum siap dengan pertanyaan tetangga tentang keluarganya.
"Padahal bisa bilang kalo aku ayahnya Gemi," ucap Sadewa, ketika Lea mendadak tidak ingin keluar rumah.
Lea menggeleng, "Orang bodoh juga tau kalo aku bohong kali! Mana ada anak sama ayah ga mirip? Muka Gemi kan mukanya Alden banget De," jawab Lea, buat Dewa mengangguk paham.
Kilasan kejadian tadi, buat Dewa duduk di bangku taman. Tubuhnya mendadak lemas. Kemana perginya Lea? Harusnya ia tidak bawa Lea dan Gemilang ke hadapan orangtuanya secepat ini. Banyak penyesalan yang buat pria itu menunduk, menangis dalam diam. Abaikan tatapan aneh dari orang-orang yang lalu lalang di taman.
Tiga hari berlalu, usai kepergian Lea dan Gemilang. Sadewa dengan pakaian kantornya yang sudah kusut, kembali duduk sendirian di balkon apartemen. Sebotol wine sudah tandas, sisakan gelas kosong serta asap rokok yang mengepul. Siapapun yang mengira kalau Sadewa adalah sosok yang berwibawa dan jauh dari alkohol dan rokok, pasti akan kaget melihat pria dengan kantung mata yang semakin kelihatan itu, sekarang.
Seperti yang Dewa katakan sebelumnya, ia bukan apa-apa tanpa Lea. Terdengar lebay memang, tapi itulah kenyataanya. Sadewa sejak dulu selalu menceritakan semuanya pada Lea, betapa lelahnya pria itu dengan tuntutan dari orangtuanya, tentang dirinya yang harus bisa lolos tes kedinasan agar dapat memenuhi standar kesuksesan yang diciptakan oleh orangtuanya. Tentang betapa baik dan perhatiannya Lea yang selalu dukung Dewa, buat dirinya semangat dan tetap pada tujuannya.
Lantas, bagaimana sekarang? Sosok yang sudah buat Dewa jatuh begitu dalam itu, sudah pergi karena ulahnya sendiri.
"Le, I just love you! Kenapa sesusah itu yah buat bareng sama kamu?" ucap Dewa, sebelum pejamkan matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LA LA LOST YOU (END)
RomanceSeperti kata pepatah, akan selalu ada pelangi setelah hujan. Begitulah hidup Azalea Putri setelah kisah cintanya dihujani airmata sebelum hadirnya Gemilang. Banyak hal yang terjadi, buat Lea mati rasa. Tadinya ingin berontak, tapi salah jalan, alhas...