Usai melepas rindu dengan Gemilang, Dewa dibawa oleh sang kakak menuju lorong sepi koridor rumah sakit. Tatapan penuh amarah milik Susan yang langsung keluar dari ruang rawat Gemilang, berhasil buat Lea menciut. Apalagi, tidak ada sapaan atau senyum ramah dari sosok yang sudah ia anggap kakak sendiri itu.
"Kamu udah gila, hah?!" pertanyaan wanita berpakaian khas dokter itu, jadi pembuka percakapan mereka.
Sadewa terdiam. Pikirannya masih berkelana tentang keadaan Gemilang, tidak fokus dengan arah bicara kakaknya.
"SADEWA! Jawab kakak!" sentak Susan, berhasil sadarkan lamunan Dewa.
"Ga gila. Dewa waras," balas pria itu, tatap kakaknya malas.
"Kalau ga gila, kenapa tadi datang-datang terus peluk Lea? Apa lagi tadi, sebut diri kamu yayah?"
"Yah wajar aja kan kalau Dewa peluk Lea? Dewa kan sayang. Yayah itu panggilan sayang dari Gemi buat Dewa, artinya ayah," jelas Dewa, berhasil sulut emosi kakaknya.
"GILA KAMU! Ngapain berhubungan sama orang yang sudah punya anak? Apalagi itu anak dari sepupumu! Aib orang ngapain kamu yang tanggung Dewa? Astaga kakak bingung sama jalan pikiran kamu itu, kenapa bisa sebegini butanya karna cinta sih?!"
Langkah Lea terhenti. Niatnya untuk berikan ponsel Dewa yang sedari tadi berdering karena telefon penting itu, ia urungkan. Percakapan sepasang kakak beradik itu melukai hatinya. Tampar dirinya dengan kenyataan bahwa penolakan akan jadi makanan sehari-harinya. Apa itu tadi? Aib? Ah ia hampir lupa kalau dirinya memang memalukan, walau memiliki Gemi bukan merupakan bagian dari hal tersebut. Baginya, Gemi itu cahaya, pembawa berkat untuk dirinya yang tentu saja tidak pantas disamakan dengan aib.
Dengan langkah pasti, ia berbalik kembali ke ruang rawat putranya. Biarkan kedua orang di ujung lorong itu melanjutkan perdebatan mereka.
'Gemi, kalau suatu hari nanti ada yang samakan kamu dengan aib. Tolong bilang bubu yah! Bubu akan jelaskan semuanya, anak bubu bukan aib, kamu itu berkat. Tolong tetap kuat yah, anak baik' batin Lea.
Sadewa tatap Lea yang sibuk menata barang bawaannya pada tas berukuran sedang yang ia bawa ke rumah sakit. Hari ini memang sudah waktunya Gemilang pulang, selain karena kondisinya sudah membaik, bayi gembul itu juga sudah kembali aktif, jadinya Lea meminta rawat jalan saja.
Sejak kembalinya Dewa ke ruang rawat, Lea jadi banyak diam. Wanita itu juga kerap mengambil alih Gemilang yang nampak anteng di gendongan Dewa, hal itu cukup menganggu.
"Sayang kenapa?" tanya Dewa, mulai jengah dengan diamnya Lea yang terbawa sampai perjalanan pulang.
Lea menggeleng, sibuk tatap keluar jendela dengan Gemilang yang tertidur dalam gendongannya.
Dewa tidak lagi bersuara. Pikirnya, Lea mungkin lelah karena menjaga Gemilang sepanjang malam. Makanya ia fokus menyetir agar segera sampai apartemen, mungkin Lea bisa lebih baik kalau sudah sampai nanti.
Nihil, dugaan Dewa sepenuhnya salah. Sesampainya di apartemen, Lea langsung masuk ke kamar tamu bersama Gemilang. Abaikan ketukan Dewa yang kebingungan dengan tingkahnya.
"Le, kok tidurnya di kamar tamu? Kamu marah kah? Atau aku butuh karantina lagi, karna abis dari luar kota?" tanya Dewa, terdengar dari balik pintu.
Lea mati-matian tahan isak tangisnya, kontrol suaranya agar tidak bergetar.
"Iya, ketemu Gemi besok lagi yah De. Jangan lupa bersih-bersih sebelum tidur!" balas Lea, dengan airmata yang sudah lolos membasahi pipinya.
Sadewa mengangguk patuh. Memaklumi tingkah Lea yang memang ada benarnya.
"Oke kalo gitu selamat istirahat Bubu dan Gemi!" ucap Sadewa, sebelum beranjak dari depan pintu kamar tamu.
KAMU SEDANG MEMBACA
LA LA LOST YOU (END)
RomanceSeperti kata pepatah, akan selalu ada pelangi setelah hujan. Begitulah hidup Azalea Putri setelah kisah cintanya dihujani airmata sebelum hadirnya Gemilang. Banyak hal yang terjadi, buat Lea mati rasa. Tadinya ingin berontak, tapi salah jalan, alhas...