"Kamu yakin mau sama aku De?"
"Yah yakin, emang ada alasan aku harus ga yakin sama kamu gitu?"
"Ada"
Sadewa tatap Lea serius, tadi ia memang memaksa wanita itu untuk berbicara. Udara balkon yang sejuk, buat Dewa sempat teralihkan pada pemandangan kota Yogyakarta di malam hari.
"Apa, Le? Apa yang bikin aku ga yakin sama kamu?" Sadewa bertanya, usai hening beberapa saat.
"Aku cuma sarjana pendidikan De. Kerjaan juga ga sesukses itu, udah punya anak juga. Yakin ga malu?"
Sadewa mendengus kesal. Lea kalau sudah insecure memang tidak ada lawannya. Sudah pasti akan buat cewek itu menjelekkan diri sendiri, dan Dewa tidak suka itu.
"Ga ada ceritanya cuma sarjana pendidikan. Banyak orang di luar sana yang mau kayak kamu juga Lea! Itu juga, sejak kapan kerjaanmu ga jelas? Punya butik online kamu bilang ga jelas? Terus Gemi, kamu kenapa bisa mikir kalau aku malu jadi yayahnya Gemi? Gemilang si bayi yang nurunin sifat aku itu, buat apa aku harus malu Le?"
Lea menunduk, sedikit takut kalau berhadapan dengan Sadewa mode serius.
"Tapi, bunda kamu. Apa mereka nerima aku?"
Habis sudah kesabaran Sadewa. Dengan kesal, ia dekap tubuh Lea erat.
"Apa perlu aku bawa sekeluarga kesini biar kamu percaya? Ga ada yang bakal nolak kamu dan Gemi,Le. Kalian terlalu berharga buat ditolak!"
Lea terdiam. Jujur, ia benar-benar bimbang. Bukan hanya soal perasannya untuk Dewa, melainkan apakah ia akan diterima atau tidak di keluarga pria itu.
Sadewa tidak jauh beda dengan Alden. Sejak kecil hidup berkecukupan, ayah dan bundanya orang terpandang. Kakaknya seorang dokter spesialis penyakit dalam, sedangkan Dewa sendiri lulusan IPDN. Sudah pasti banyak wanita single dan mapan yang mengantri untuk dapat bersanding dengannya.
Sadewa itu anak laki-laki satu-satunya di keluarganya. Sudah pasti orangtuanya menginginkan yang terbaik untuknya. Apakah Lea pantas? Sudah pasti jawabannya tidak bukan? Meski sudah kenal baik dengan ayah dan bunda Dewa serta lumayan akrab dengan kakak pria itu, tetap saja itu tidak cukup untuk meyakinkan Lea.
Ting... Tong...
Suara bel apartemen memecah keheningan di antara keduanya, buat Lea menatap heran ke arah Sadewa. Siapa yang bertamu semalam ini? Apalagi mereka tidak pernah menerima tamu baik dari Dewa atau Lea, selalu memilih cafe sebagai lokasi untuk bertemu teman atau rekan kerja.
"Udah pada nyampe, bentar yah sayang!"
Ucapan Dewa, semakin buat Lea bingung. Alhasil, ia turut mengekori Sadewa yang kini membuka pintu dengan senyuman.
Mata Lea membulat sempurna, begitu tatap tiga orang pria yang ia rindukan. "ABANG?!" ucapnya, sebelum menghambur dalam pelukan ketiganya, sementara Dewa sibuk bawa barang bawaan mereka ke dalam apartemen.
"Astaga dek, ini abang masuk dulu yah baru pelukan lagi? Masa kita kayak teletabis di depan pintu gini?" ucap Laksa, kakak tertua Lea.
Wanita itu menurut, buat Laksa, Jayden dan Mada tertawa karena tingkahnya.
Sadewa, Lea dan tiga orang kakaknya kini berpindah untuk duduk di ruang tengah. Mainan Gemilang yang belum sempat dibereskan jadi pusat perhatian Mada. Kakak ketiga Lea itu memang sangat menyukai anak kecil, walau Jayden dan Laksa juga sama.
"Namanya siapa Le?" Laksa putuskan untuk buka suara, karena ia rasa sudah cukup acara melepas rindunya.
"Namanya Gemilang bang. Lea biasanya panggil dia Gemi," jawab Lea, sedikit takut kalau kena amuk abangnya.
Belum sempat Laksa merespon, suara tangis Gemilang sudah terdengar, buat Lea hendak beranjak. Namun, ditahan oleh Sadewa.
"Biar aku aja, kamu disini sama abang," ucap Dewa, sebelum beranjak ke kamar.
Pemandangan itu tentu saja tidak terlepas dari ketiga orang tadi, buat mereka sunggingkan senyum penuh arti.
KAMU SEDANG MEMBACA
LA LA LOST YOU (END)
RomanceSeperti kata pepatah, akan selalu ada pelangi setelah hujan. Begitulah hidup Azalea Putri setelah kisah cintanya dihujani airmata sebelum hadirnya Gemilang. Banyak hal yang terjadi, buat Lea mati rasa. Tadinya ingin berontak, tapi salah jalan, alhas...