*Ini masih flashback yaa
Sadewa genggam erat tangan Lea, sepanjang perjalanan pulang dari mall. Banyak yang terjadi hari ini, salah satunya adalah tentang pertemuan Lea dengan keluarga Dewa, serta restu yang akhirnya mereka dapatkan.
Mobil mereka kini terhenti di lampu mera, buat Dewa leluasa beri kecupan pada punggung tangan Lea yang ia genggam.
"Mulai sekarang, kalian sudah kami restui, apapun yang jadi keputusan kalian kedepannya kami akan dukung! Beh, ayah kalo udah mode bijak gitu emang keren deh!" ucap Dewa, kembali kutip ucapan Mahawira saat di tempat makan tadi.
Lea dibuat geleng-geleng. Dewa versi pria matang pun tetap tidak bisa diprediksi.
"Sesenang itu?" tanya Lea.
"Yah iyalah, sayang! Masa ga seneng udah dapat restu?"
"Kan dari bapak sama ibu belum," balas Lea, buat senyum Dewa sedikit luntur.
"Ga supportif banget jadi pacar! Bete ah!"
Lea tertawa puas, sebelum telfon dari sang kakak menginterupsinya.
"Iya bang, kenapa?"
"Geminya kalian jemput yah, mobil lagi dipake sama orang kantor nih jadi ga bisa ngaterin. Angin malam ga bagus buat Gemi,"
"Lah, aku kira Gemi udah di apart dari tadi sore, bang,"
"Tadinya mau dianter, tapi abang kedatangan tamu jadi ga bisa ditinggal. Geminya juga anteng aja tidur,"
"Yaudah, aku jemput yaa sama Dewa,"
"Oke, hati-hati yah!"
"Siap abang!"
Lea menyimpan ponselnya, sementara Sadewa sudah melajukan mobilnya menuju kediaman Laksamana, Jayden dan Mada yang ada di Yogyakarta.
Berbeda dengan sebelumnya, Lea lebih banyak diam. Hal itu tentu saja buat Dewa tangkap sinyal tidak baik dari ekspresi kekasihnya itu.
"Sayang, kenapa?"
"Gapapa, De,"
Sadewa menghela napas, masih fokus menyetir dengan pandangan ke depan. Sesekali ia lirik Lea yang menghindari kontak mata dengannya, terbukti dengan gadis itu yang sibuk menatap ke luar jendela.
"Bapak sama ibu baik-baik aja. Aku kemarin sempat ketemu sebelum balik ke Yogya. Jangan khawatir okey? Aku selalu siap kalau nanti kamu memang mau ketemu mereka, biar aku temenin. Jangan mikir yang nggak-nggak yaa!"
Lea akhirnya tersenyum, usai dengar perkataan Sadewa. Kalau kalian percaya soulmate, Lea ingin kenalkan Sadewa sebagai soulmatenya. Lihat saja betapa pekanya pria itu, padahal Lea tidak menjelaskan apa yang sedang ia pikirkan.
"Gemiiii yayah pul—LHO IBUUU ya ampun Dewa kangen,"
Lea melongo melihat tingkah Sadewa yang berlari memeluk Marisa, ibunya yang entah sejak kapan sudah berada di kediaman abangnya. Memang, sudah sejak SMA Sadewa ikut-ikutan manja dengan ibunya, tapi, sejak kuliah Lea sudah hampir melupakan tingkah aneh Sadewa yang satu ini. Bahkan, rasa kagetnya melebihi kagetnya karena kehadiran Gabriel dan Marisa di sana.
"Apa kabar, dek?"
Lea mematung. Entah kapan terakhir kali ia dengar suara khas pria paruh baya yah ia sapa "Bapak" itu. Yang pasti, hatinya jadi terenyuh, buat airmatanya langsung meluruh.
Gabriel mendekati putrinya, peluk erat sosok putri kecilnya yang sudah beranjak dewasa itu. Tubuhnya ikut bergetar, menangis karena tidak bisa berada di samping Lea selama hampir enam tahun ini.
Elusan pada puncak kepalanya, buat Lea semakin sesenggukan. Tidak ada yang bersuara, hanya isak tangis miliknya dan Gabriel yang saling bersautan. Kapan terakhir kali mereka menangis bersama? Ah, Lea masih ingat betul. Ia yang harus relakan beasiswa karena biaya yang mahal, kala itu ditenangkan oleh Gabriel.
"Anak bapak ini pintar sekali. Maafkan bapak yah, Dek. Bapak sama Ibu belum bisa terima beasiswa itu karna masih kemahalan buat kami. Adek jangan kecil hati yah, dimana pun adek kuliah nanti pasti adek akan bersinar. Adek kan anak Ibu sama Bapak yang paling manis. Sudah yah menangisnya, bapak ikut sedih," ucapan Gabriel kala itu pun, masih saja tersimpan rapih dalam memorinya.
"Bapak, adek minta maaf,"
Gabriel menggeleng pelan. Seka airmata yang tersisa pada pipi putrinya.
"Yang sudah berlalu, jangan dibahas lagi yah. Adek tetap anak manisnya bapak dan ibu, jadi ga perlu merasa bersalah atau minta maaf. Semua orang pernah buat salah juga, Dek. Ibu dan Bapak juga pernah bikin salah, entah itu sadar atau ga sadar. Sekarang, kita mulai dari awal yah?"
Jawaban Gabriel, buat Lea semakin menangis saja. Ah, pernahkan Lea menceritakan kalau bapaknya ini adalah sosok pria yang jadi tipe idealnya? Kalau tidak pernah, maka kalian harus tahu kalau bapak ini selalu ajarkan banyak hal pada Lea. Termasuk tetap membantu meski kita sendiri kekurangan. Itu bukanlah bentuk memaksakan diri, melainkan contoh bahwa dalam kekurangan pun kita harus tetap bersyukur dengan apa yang kita punya.
Azalea, hidupmu sungguh dikelilingi kebaikan. Semoga selalu bahagia yah!
FLASHBACK OFF
KAMU SEDANG MEMBACA
LA LA LOST YOU (END)
RomanceSeperti kata pepatah, akan selalu ada pelangi setelah hujan. Begitulah hidup Azalea Putri setelah kisah cintanya dihujani airmata sebelum hadirnya Gemilang. Banyak hal yang terjadi, buat Lea mati rasa. Tadinya ingin berontak, tapi salah jalan, alhas...