1. AWAL

1.1K 28 20
                                    

Capek

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Capek. Satu kata yang berhasil gambarkan lelahnya seorang Lea. Mengajar tiga kelas benar-benar berhasil menguras tenanganya hari ini.Namun, capeknya seolah lenyap, begitu pelukan hangat dari Alden, sang kekasih yang berhasil ia dapatkan. Memang benar adanya, rumah tidak selamanya berbentuk bangunan, bisa saja dalam bentuk manusia.

Alden beri banyak cinta, lewat kecupan-kecupan kecil pada puncak kepalanya, buat Lea mau tidak mau memejamkan matanya karena merasa nyaman.

"Gimana hari ini?" ucap pria berpakaian rumahan itu, sambil bawa Lea dalam pangkuannya.

Lea menghela napas pelan. "Seperti biasa, capek," balasnya, mulai bersender pada tubuh tegap pria kesayangannya itu.

Alden tersenyum tipis, peluk tubuh mungil nan berisi milik Lea lebih erat. Coba berikan kekuatan lewat afeksi yang ia berikan.

"Mau aku peluk seharian ga?"

Lea dibuat kembali jatuh cinta rasanya, begitu mendengar pertanyaan Alden. Sederhana memang, tapi, bagi Lea semua yang Alden berikan luar biasa.

Lea mengangguk, sebelum akhirnya dibawa ke kamar oleh Alden dengan posisi digendong seperti koala.

"Aku ganti baju bentar," kata Lea, sebelum pergi ke ruang ganti. Tinggalkan Alden yang sibuk nyalakan lilin aromaterapi di tepi nakas.

Tidak sampai lima menit, Lea sudah siap dengan daster bermotif pororo andalannya, tersenyum dengan wajah yang sudah bersih usai menghapus riasan tipisnya di toilet.

Alden turut tersenyum, sebelum bawa Lea dalam pelukannya. Mereka berbaring, mengikir jarak dibalik selimut tebal, sambil memberikan senyum paling tulus yang mereka punya.

Alden mengelus perut rata Lea yang terbalut daster. Sesekali tersenyum sembari mengalihkan tatapan pada Lea, kekasihnya.

"Gimana kalau setelah ini mereka masih ga setuju?"

Itu pertanyaan dari Lea, pembuka waktu deep talk mereka sore ini.

Alden beralih menatap iris kecokelatan milik Lea, sebelum beralih usap pipi kesayangannya itu.

"Kan masih kalau sayang. Kita bahkan belum ketemu mereka," jawab Alden, seolah sudah terbiasa dengan pertanyaan Lea yang tadi.

Lea lagi-lagi menghela napas. Ia lelah.

"Al, kalau misalnya nanti mereka masih belum mau ngasih restu. Kamu nyerah aja yah! Aku bisa kok hidup berdua sama dia," jawab Lea, yang ciptakan dengusan sebal dari Alden.

"Apa gunanya Le? Emang aku bisa tanpa kamu?"

Lea diam. Alden menyerangnya tepat pada sasaran, membuat cewek itu mati kutu.

Alden tersenyum hangat, ia kecup kening kekasihnya yang ingin sekali ia pamerkan pada dunia jika bisa.

"Aku cuma takut sama kemungkinan terburuk Alden," lagi, Lea bersih keras dengan argumennya.

Alden tersenyum, elus pipi tembem Lea dengan sayang.

"Ga ada yang buruk kalau kamu ga mensugesti diri kamu dengan pikiran buruk sayang," ucapnya, menatap dalam ke mata berkaca-kaca milik Lea.

"Kamu ga menyesal? Harusnya kita jatuh cinta di waktu yang tepat Al, jadi ga ada yang coba pisahkan kita, ga ada yang nentang atau ga suka sama hubungan ini," Lea berucap panjang sambil menerawang. Akankah ia dan Alden bisa melewati ujian ini? Atau pengorbanan mereka akhirnya sia-sia?

"Ga ada waktu yang tepat. Everything happens for a reason, aku dipertemukan sama kamu dengan takdir kira yang kayak gini artinya kita memang ditakdirkan Le! Mau semuanya benci bahkan ngusir kita dari dunia, aku akan tetap cinta sama kamu dan maunya bareng kamu aja. So, kita rawat dia bareng yah? Mau masa bodoh sama keadaan ga, sama aku?"

Lea menangis, entah karena hormon atau karena kalimat Alden yang luar biasa mengharukan.

Alden terkekeh, usap lembut pipi Lea. Bersihkan airmata yang tertinggal di sana.

"Jangan nangis ih, malu sama anak kita di sini," Alden berucap, sebelum elus lembut perut Lea.

"Aku mau!"

Alden terkekeh, untuk kesekian kalinya, tingkah Lea masih jadi alasan semua emosi bahagia ia keluarkan.

"Mau apa hayo?"

Lea cemberut, bibirnya maju beberapa senti sebelum pukul pelan dada bidang Alden.

"Yah berjuang bareng kamu lah!" ucapnya dengan nada merajuk.

Alden tertawa, ia bawa Lea lebih dekat, sebelum satukan kedua benda kenyal miliknya dengan milik Lea yang jadi candunya.

"Ayo kita hidup bareng-bareng, dengan dan tanpa restu mereka, kita bisa kok," ucap Alden jadi hal terakhir dari deep talk sore itu, sebelum keduanya terlelap dalam dekapan hangat yang sarat akan cinta.

"Ayo kita hidup bareng-bareng, dengan dan tanpa restu mereka, kita bisa kok," ucap Alden jadi hal terakhir dari deep talk sore itu, sebelum keduanya terlelap dalam dekapan hangat yang sarat akan cinta

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
LA LA LOST YOU (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang