(Follow sebelum membaca)
"lantas, ketenangan seperti apa yang kau cari di dunia? jika orang yang sudah tiada saja masih ingin di do'akan agar bisa tenang."
kata itulah yang menjadi hal yang selalu di ingat dalam hidup seorang gadis bernama Alifah Ka...
“Pada suatu saat, cinta kita akan membawa sebuah keabadian di jannah-Nya kelak.”
-Azzam Ali Akhtar Mirza-
°°°
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Cuaca mendung pada pagi hari, seolah ikut dalam suasana duka saat ini. Pagi hari yang selalu cerah di pesantren Raudlatul Jannah, kini berganti senyap dengan sebuah kabar yang mengejutkan bagi semua orang.
Suara sirine mobil ambulans terdengar dari luar. Semua santri berbondong-bondong ikut melihat. Dua mobil yang terdapat anggota keluarga, juga lantas keluar. Tangis kesedihan menyelimuti anggota keluarga.
Sementara mobil ambulans terbuka dengan sosok perempuan yang sudah terbujur kaku dengan di tutupi penutup kain pada seluruh tubuhnya. Semua para santri menunduk dengan memberi jalan kepada anggota keluarga untuk lewat.
Di pesantren Raudlatul Jannah kini di selimuti dengan kabar duka yang sangat mendalam. Suara-suara bacaan surah Yasin pada beberapa dari santri putri yang ikut mengaji di rumah ndalem utama.
Kesedihan bukan hanya anggota keluarga saja yang merasakannya, tetapi juga para santri putri yang mengenal sosok perempuan yang selalu baik terhadap semua santri. Sosok perempuan yang selalu dikenal ceria dan ramah serta seorang perempuan yang dikenal sebagai istri dari Gus nya yaitu Gus Azzam.
Sementara di ambang pintu, seorang laki-laki dengan penampilan yang bisa dikatakan berantakan itu, menatap lurus pada sosok perempuan yang telah tertutup kain kafan tak bernyawa. Suara tangisan di ruang tamu dan beberapa orang yang tengah mengaji itu, membuat air mata Azzam kembali menetes.
Seorang wanita paruh baya mendekati putranya dengan mengusap punggungnya. Senyum hangat dengan netra yang berair itu tampak jelas di wajah umi Fatimah. Azzam hanya terdiam dan sedikit menarik sudut bibirnya di depan sang umi.
"Azzam, mau ke kamar sebentar dulu ya umi." katanya dengan seulas senyum tipis.
Umi Fatimah mengangguk. Ia ingin putranya untuk menenangkan diri terlebih dahulu. Jika semua anggota keluarga merasakan kehilangan atas kepergian Alifah, Azzam lebih merasakan kehilangan dan sakitnya.
Membuka sebuah pintu, Azzam masih berdiam diri di ambang pintu kamar dirinya bersama sang istri. Kamar itu hening, tetapi seolah seperti masih bisa merasakan kebersamaannya dengan sang istri. Senyum dan tawa juga sesuatu hal yang seperti bisa Azzam dengar.
Melangkahkan kaki masuk ke dalam kamar, netra Azzam mengedar hingga matanya bertemu dengan beberapa barang-barang perlengkapan bayi di dalam kamarnya. Melangkah lagi, hingga berhenti di sebuah meja rias yang biasa istrinya lakukan.
Ingatan saat canda tawa bersama sang istri masih terekam jelas.
"Mas Azzam, lihat, aku tambah gemuk ya?" tanya Alifah yang berdiri di depan meja rias yang terdapat cermin.