(Follow sebelum membaca)
"lantas, ketenangan seperti apa yang kau cari di dunia? jika orang yang sudah tiada saja masih ingin di do'akan agar bisa tenang."
kata itulah yang menjadi hal yang selalu di ingat dalam hidup seorang gadis bernama Alifah Ka...
"Obat dari tenangnya jiwa adalah menerima dan menyakini bahwa takdir Allah itu selalu baik. Berprasangka baiklah kepada Allah karena sesungguhnya Allah tergantung prasangka hamba-Nya kepada-Nya."
-Ustadz Hanan Attaki-
°°°
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Hari tanpa terasa berlalu meski setiap detik dan menitnya terasa kosong. Malam menjadi hari terakhir sebuah acara tahlil yang di mana tujuh hari meninggalnya seorang perempuan yang baik hati. Sunyi, senyap dan kekosongan itu masih terasa sampai saat ini. Seorang laki-laki yang berjubah putih dengan peci hitam di kepalanya serta sorban yang ada di pundak kanan itu bersalaman kepada orang-orang yang telah menghadiri acara tahlil di pesantren.
Bukan hanya orang-orang yang rumahnya dekat dengan pesantren tetapi ada teman, kerabat, serta kyai yang kenal dengan keluarga kyai Salman. Malam ini semua berjalan lancar, para santri putra mulai saling membantu dalam membereskan semua. Menatap sekeliling yang di mana para santri putra sibuk dengan pekerjaannya masing-masing, Azzam menarik napas pelan.
Bolehkah ia masih berharap bahwa ini tidak pernah terjadi? Bolehkah ia berharap apa yang saat ini di depan matanya itu tidak benar. Azzam serasa masih berada di tempat angan-angannya yang berharap ini mimpi buruknya saja, tetapi kedua matanya seolah menolak bahwa ia harus tersadar jika ini bukanlah mimpi atau sekedar halusinasi.
Seorang pria memegang pundak Azzam saat Azzam tengah melamun. Tersadar pada seorang pria yang memegang pundaknya, Azzam menolehkan kepalanya dan mendapati pamannya yang ada di sini yaitu David.
Mengulas senyum simpul ke arah Azzam, David lantas bersuara.
"Om lihat dari tadi kamu diam aja. Ada apa?" tanya David pada Azzam.
"Eh, nggak kok, om. Gak ada apa-apa, tadi Azzam cuma lihat-lihat santri aja," jawab Azzam dengan tersenyum kecil.
David manggut-manggut mengerti dengan ucapan Azzam. Ia menatap Azzam yang mungkin bisa dikatakan sedikit berbeda dari sebelumnya. David tahu apa yang Azzam yang rasakan, karena dulu ia juga pernah kehilangan seseorang yang sangat berharga dalam hidupnya.
"Om tau kamu pasti masih ngerasa sedih sampai sekarang. Dan om cuma bilang, jangan terlalu larut ya, Zam. Om juga pernah ada di posisi kamu yang juga sama kehilangan seseorang yang kita cintai." kata David dengan menatap ke depan seperti mengingat hal menyakitkan dalam hidupnya.
Azzam menatap David dengan setiap perkataan yang ia ucapkan. Azzam tahu saat itu, dulu ia pernah melihat langsung bagaimana hidup pamannya setelah istrinya meninggal. Meski dulu ia terlalu muda untuk mengerti, tetapi Azzam bisa merasakannya. Dan Zaky-sepupunya itu, Azzam juga merasakan penderitaan yang dialami Zaky saat itu.
"Harus tetap jalanin hidup kamu yang sekarang ya. Om yakin kamu pasti bisa melewati semua ini, Azzam! Dan anak kamu yang sekarang, om punya keyakinan dia pasti bisa membanggakan kamu dan ibunya yang di sana."