(Follow sebelum membaca)
"lantas, ketenangan seperti apa yang kau cari di dunia? jika orang yang sudah tiada saja masih ingin di do'akan agar bisa tenang."
kata itulah yang menjadi hal yang selalu di ingat dalam hidup seorang gadis bernama Alifah Ka...
“Hati akan jauh lebih tenang ketika kita bisa berdamai dan memaafkan kesalahan orang di masa lalu. Tidak perlu bersusah payah untuk membuat hati kita membencinya, cukup memaafkan dan menjalani hidup yang bahagia mulai sekarang.”
-Azzam Ali Akhtar Mirza-
°°°
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Di sebuah ruangan dengan dihadiri oleh beberapa orang dan dua keluarga sekaligus. Suara orang-orang yang sempat berbincang-bincang, seketika terdiam saat hakim ketua memasuki ruangan itu. Semua orang yang hadir, berdiri sebagai tanda hormat. Sesaat kemudian, setelah sang hakim duduk diantara orang-orang yang ada di dalam ruangan ini, lantas mereka pun ikut duduk kembali.
Mengambil napas sejenak, sang hakim ketua pun mulai berbicara dengan suara yang tegas
"Selamat pagi, hadirin semua. Di sidang pengadilan Jakarta Timur ini, saya akan memeriksa dan mengadili perkara dalam tingkat pertama. Tentang penyiksaan berencana serta pembunuhan atas nama terdakwa Sinta Nuriyah, Angel Putri, Ardy Wiratama, dan Bara Alexander. Di nyatakan di buka dan terbuka secara umum." suara tegas dari sang ketua hakim bergema di dalam ruangan dengan ketukan palu diakhir pengucapannya.
Kemudian hakim ketua mulai melajukan proses persidangan dengan penuntut umum yang memberikan sebuah barang-barang bukti dan saksi-saksi. Hingga tiga orang sebagai saksi di persidangan itu dipanggil. Di antaranya, ada seorang wanita paruh baya, seorang pria termasuk Azzam yang sebagai suami korban.
Di dalam persidangan itu, ketiga saksi mulai bersumpah menurut agama dan kepercayaan masing-masing. Pengajuan pertanyaan terus dilakukan sebagai mana ketiga saksi itu akan menjawab dengan sejujur-jujurnya.
Di dalam ruang persidangan itu, terus berlanjut dan sudah mulai serius. Seorang wanita paruh baya yang bernama ibu Nina itu pun berkata sejujurnya jika dia juga terlibat diantara rencana keempat orang itu. Ibu Nina yang merupakan ibu dari Gilang itu menangis tersedu karena begitu merasa bersalah.
"Saya begitu merasa sangat bersalah dalam hal ini, yang mulia. Saya juga pantas untuk dihukum atau di penjara saat ini." perkataan ibu Nina dengan tangisan yang tersedu itu di saksikan oleh semua orang yang berada di dalam ruangan persidangan.
Menoleh ke arah Azzam, wanita paruh baya itu menunjukkan wajah bersalahnya pada Azzam.
"Saya sangat minta maaf kepada nak Azzam. Kamu boleh penjarakan saya, dan kamu boleh menyalahkan saya karena itu memang pantas. Jangan salahkan Gilang untuk ini, nak Azzam. Karena dia memang tidak tau apa-apa dan dia hanya menuruti perintah dari ibunya ini."
Azzam yang tidak tega dan sangat iba mendengar semua itu hanya menanggapi dengan senyum simpul . Ia memang terkejut tetapi Azzam berpikir pasti ada hal yang membuat ibu dari Gilang itu melakukan ini. Menoleh ke belakang dan melihat ke arah Zaky yang juga melihat ke arahnya. Ada kerutan di dahi Azzam, dan Zaky hanya membalas dengan anggukan kecil seperti mengatakan jika ia akan menjelaskan semua ini nanti.